Keterpilihan Kandidat Legeslatif Prioritas Partai Polik dalam Pemilu Sistem Suara Terbanyak (Studi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPC Kota Yogyakarta Dalam Pemilu Legeslatif 2009)
HALIM, Mohamad Yusron, Ratnawati
2012 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)Kandidat legislatif prioritas selama ini lazim dikenal sebagai “kandidat nomer jadi”. Kandidat legislatif prioritas lahir dari mekanisme kandidasi legislatif, yaitu proses seleksi internal partai untuk memilih anggota partai yang akan diikutsertakan dalam pemilu. Output dari kandidasi legislatif adalah urutan daftar kandidat yang dikeluarkan oleh partai. Seorang kandidat disebut “prioritas” ketika dalam urutan daftar, ia berada pada nomer urut teratas dan masuk dalam nomer urut potensi perolehan kursi partai di sebuah daerah pemilihan. Dengan berposisi sebagai kandidat legislatif prioritas, maka seorang kandidat akan memiliki peluang keterpilihan lebih besar. Hal itu karena aturan sistem pemilu yang diterapkan di Indonesia selama ini, berpotensi menghasilkan peluang keterpilihan kandidat legislatif prioritas yang lebih besar. Kondisi itu berubah ketika Mahkamah konstitusi(MK) mengeluarkan putusan yang membatalkan substansi pasal 214 UU no.10 tahun 2008. Putusan tersebut merubah sistem pemilu legislatif dari yang berbasis nomer urut menjadi suara terbanyak. Perubahan sistem tersebut berdampak pada melemahnya posisi politik kandidat legislatif prioritas. Hal itu karena putusan MK mengeliminasi aturan yang selama ini memberikan perlindungan dan keuntungan lebih bagi kandidat legislatif prioritas untuk dapat terpilih. Pasca putusan MK, Posisi istimewa sebagai kandidat prioritas tidak lagi menjadi faktor penentu utama keberhasilan seorang kandidat untuk dapat menjadi anggota legislatif. Dalam sistem pemilu suara terbanyak, keterpilihan kandidat lebih ditentukan sejauh mana kandidat mampu untuk dapat meraih suara dukungan sebanyak-banyaknya dari pemilih. Kemampuan kandidat meraih suara ditentukan oleh kepemilikan 3(tiga) faktor pendukung, yaitu: modal sosial, modal politik, dan modal ekonomi. Karena itu pasca perubahan sistem pemilu, kandidat prioritas yang sebelumnya abai terhadap kegiatan peraihan suara, kemudian menggunakan serta mereproduksi ketiga faktor pendukung tersebut sebagai strategi memperoleh suara. Penguasaan kandidat terhadap penggunaan ketiga faktor tersebut menjadi penentu kegagalan dan keterpilihan kandidat legislatif prioritas. Semakin banyak kandidat menguasai ketiga faktor tersebut maka potensi keterpilihannya akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya. Setidaknya hal itu terlihat dalam kasus PDI Perjuangan DPC kota Yogyakarta pada pemilu legislatif tahun 2009. Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus(case study), penelitian ini menemukan banyak kandidat prioritas yang gagal terpilih. Secara keseluruhan, dari 11 kandidat legislatif prioritas, hanya 4 kandidat yang mampu terpilih sebagai anggota legislatif. Dalam analisa peneliti, hasil tersebut disebabkan oleh minimnya penguasaan dari mayoritas kandidat legislatif prioritas PDI Perjuangan DPC kota Yogyakarta terhadap faktor-faktor pendukung keterpilihan(modal sosial, politik, dan ekonomi). Keywords: kandidasi legislatif, kandidat legislatif prioritas, sistem pemilu suara terbanyak, keterpilihan kandidat dalam pemilu.
Kata Kunci : Pemilu