Laporkan Masalah

Dorongan Film Animasi “Upin Dan Ipin” Terhadap Akasi Gerakan Damai Indonesia-MalaysiaIA

DARMAWAN, Rifki , Siti Muti’ah Setiawati

2011 | Skripsi | Ilmu Hubungan Internasional

Kesimpulan berupa lesson learnt yang bisa saya ambil dalam penelitian skripsi ini adalah bahwa di era kontemporer ini diplomasi tidak lagi hanya bisa dilaksanakan oleh aktor-aktor negara melainkan juga aktor-aktor nonnegara (non-state actor) seiring dengan semakin berkembangnya isu-isu dalam studi hubungan internasional yang bukan hanya politik, tetapi juga ekonomi, hukum, keamanan, bahkan kebudayaan seperti dalam penelitian skripsi ini. Dengan segala setting latar belakang budaya Melayu, film animasi Upin dan Ipin dibuat dengan menggunakan Bahasa Mela yu Malaysia yang mirip dengan Bahasa Indonesia dengan tidak terlepas dari kepentingan aktor-aktor nonnegara tertentu yang bertujuan untuk menguatkan kembali identitas bangsa dalam rangka mengurangi tensi ketegangan hubungan kedua negara Indonesia dan Malaysia yang sempat memanas pada beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, penayangan film serial animasi Upin dan Ipin buatan Malaysia ini di Indonesia tetap mempertahankan suara aslinya dengan menggunakan Bahasa Melayu. Beberapa penonton film Upin dan Ipin di Indonesia, khususnya penonton ank-anak mengatakan bahwa mereka menyukai film tersebut karena bisa dengan mudah terhubung dengan karakter-karakter dalam film tersebut. Akan menjadi kebanggan pula bagi anak Indonesia menyaksikan kemunculan karakter Susanti dalam film Upin dan Ipin karena merupakan karakter orang Indonesia. Di samping karena merupakan bangsa yang sama antara Indonesia dan Malaysia, akan dapat dengan mudah melihat beberapa penonton yang merasa seperti berada di rumah ketika menyaksikan film serial Upin dan Ipin ini. Kampung Upin dan Ipin sangat mirip dengan kebanyakan kampung di Sumatera dan memang lebih baik menghadirkan nuansa rumah sendiri daripada menyajikan latar tempat lokasi lain. Tentu saja Indonesia dan Malaysia sangat mirip, karena akar sejarah yang sama telah berimbas terhadap persamaan agama dan bahasa, mengingat Bahasa Indonesia adalah modernisasi dari Bahasa Melayu. Tanpa mempedulikan tensi politik dan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia, film ini telah berhasil dalam membawakan kehidupan sehari-hari di Malaysia ke dunia internasional, termasuk Indonesia. Karakter-karakter utama dalam film Upin dan Ipin ini mengajarkan anak-anak akan nilai tolerasi ras suku, agama dan kebangsaan, memudahkan penerimaan penonton di Indonesia. Sebuah keunikan bagi film animasi Upin dan Ipin ketika ditayangkan di televisi swasta nasional di Indonesia. Berbeda dengan kebanyakan film animasi dari negara lain, film animasi Upin dan Ipin adalah satu-satunya film animasi yang ditayangkan di layar kaca televisi tanpa menggunakan dubbing , melainkan menggunakan terjemahan atau subtitle di bagian bawah. Hal ini dikarenakan film ini menggunakan Bahasa Malaysia yang mirip dengan Bahasa Indonesia, sehingga bisa dengan mudah diterima oleh penonton anak-anak tanpa harus di-dubbing. Film yang diputar di stasiun tv swasta nasional ini yang herannya tidak di sulih suarakan ke dalam bahasa Indonesia seperti layaknya film animasi dari negara lain, namun justru ditambahkan teks berbahasa Indonesia atau subtitle di ba gian bawah. Tapi disitulah kunci suksesnya film ini, karena tidak menghilangkan karakter asli film ini. Secara keseluruhan, bahasa yang digunakan dalam film animasi Upin dan Ipin ini adalah bahasa Melayu, maka secara tidak langsung film ini berusaha memperkuat identitas Melayu di Indonesia dan Malaysia. Bagi suku Melayu di Indonesia, menonton film animasi Upin dan Ipin yang menggunakan Bahasa Melayu sama saja dengan menonton tayangan film animasi menggunakan bahasa lokal daerah mereka, bahasa yang digunakan sehari-hari dan diwariskan secara turun temurun oleh orang tua dan nenek moyang. Oleh karena itu, film ini dirasa mampu memperkokoh budaya Melayu yang ada di Indonesia dan Malaysia. Film serial animasi Upin dan Ipin ini juga ditayangkan di beberapa negara lain selain Indonesia dan Malaysia melalui Disney Channel, namun dalam penayangan di negara tersebut, film ini telah diisi suara dengan versi Bahasa Inggris. Dibandingkan memasukkan karakter dari negara serumpun lain seperti Singapura dan Brunei Darussalam, kreator film Upin dan Ipin lebih memilih memasukkan Susanti yang merupakan karakter Indonesia. Dengan demikian, negara-negara non-serumpun penonton film ini lainnya seperti Hongkong, Korea Selatan, maupun Turki, akan menilai bahwa Indonesia dan Malaysia berada dalam rumpun yang sama, bahasa yang sama, dan dekat secara hubungan antar negara hingga harus ada karakter dari negara lain yang sangat bersahabat dengan karakter lain. Dengan demikian, setidaknya dunia telah melihat Indonesia dan Malaysia dalam satu adegan film meskipun hanya berupa animasi dengan latar belakang budaya yang sama yakni identitas Melayu. Ipin Upin hadir menjadi potret sosial budaya di Malaysia. Termasuk tokoh-tokohnya yang mewakili mayoritas masyarakat Melayu. Bahkan, di kemudian hari ada tokoh Susanti, anak Indonesia. Sejak awal, para kreator tidak ingin menonjolkan karakter dan aspek budaya Melayu, termasuk latar belakang (setting) kampung yang sejak semula mereka yakini akan menarik perhatian para audience terutama di negara lain, termasuk Indonesia. Hasilnya, mimpi para kreator menduniakan keperibadian bangsa lewat animasi itu terwujud. Mereka membuat Upin dan Ipin dengan tujuan ingin menonjolkan tema sos ial budaya dan eksistensi kebangsaan Melayu tadi. Namun, bagi Indonesia, kehadiran film Upin dan Ipin yang membawa budaya Melayu ini berdampak secara multiplier effect terhadap bukan hanya sebagai media tontonan hiburan atau entertainment bagi keluarga, namun menyampaikan pesan eksistensi kesamaan budaya Melayu antara Indonesia dan Malaysia. Menurut saya, ada beberapa alasan mengapa perdamaian merupakan kondisi yang urgent dalam menjalin hubungan bilateral kedua negara antara Indonesia dan Malaysia. Pertama, mayoritas penduduk di kedua negara Indonesia dan Malaysia ini beragama Islam, oleh karena itu tidak ada alasan bagi masyarakat di kedua negara untuk saling memusuhi saudara seagamanya. Kedua, budayanya dan kultur sosial masyarakatnya sama, hal ini disebabkan oleh banyaknya penduduk Malaysia kini yang merupakan imigran yang berasal dari Indonesia dan kepulauan sekitarnya. Begitu pula mengingat sejarah Malaysia yang sangat dekat dengan Indonesia. Jadi tidak ada alasan untuk Indonesia menyebut Malaysia sebagai “Malingsia” yang bermakna pencuri dalam bahasa Jawa karena budaya dan adat imigran dahulu masih dilestarikan hingga saat ini dengan sentuhan lokal khas Malaysia dan dilakukan oleh keturunan imigran tersebut. Ketiga, bahasa yang digunakan sangat mirip atau bahkan hampir sama, hanya saja namanya yang berbeda yaitu, Bahasa Malaysia dan Bahasa Indonesia. Orang Malaysia dapat dengan mudah memahami orang Indonesia yang menggunakan Bahasa Indonesia, begitu pula sebaliknya orang Indonesia juga akan dengan mudah memahami orang Malaysia yang menggunakan Bahasa Malaysia. Hal ini dikarenakan bahasa induk dari bahasa resmi di kedua negara ini sama yaitu Bahasa Melayu (Linguafranca). Hal berbeda akan kita jumpai bila membandingkan dengan negara di sekitar Indonesia lainnya, seperti Australia, Papua Nugini, Filipina, dan sebagainya, yang bahasanya sangat jauh berbeda. Dan keempat, sebagai negara tetangga yang serumpun dan memiliki kedekatan geografis membuta banyak warga masyarakat Indonesia yang memiliki saudara di Malaysia dan begitu pula sebaliknya. Keberadaan tenaga kerja dan mahasiswa Indonesia di Malaysia dan juga pekerja serta mahasiswa Malaysia di Indonesia, membuat hubungan kedua negara menjadi tak terpisahkan. Keberadaan TKI di Malaysia menjadi sebuah proyeksi saling ketergantungan atau interdependensi hubungan bilateral kedua negara. Malaysia membutuhkan tenaga kerja tambahan, sedangkan Indonesia membutuhkan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Kesimpulannya adalah bahwa isi cerita dari film Upin dan Ipin ini mampu diterima oleh masyarakat Indonesia, melalui penyampaian bahasanya dan kisah yang sarat akan pesan moral serta mendidik. Nilai toleransi dan kebersamaan telah berdampak terhadap perubahan perspektif masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang siap untuk membuka hubungan baru dengan Indonesia yang lebih baik. Berbeda dengan isi cerita dalam tontonan mendidik sebelumnya yang cenderung mendikte kita terhadap suatu sikap, film ini menurut saya pada dasarnya hanya memperkenalkan tentang nilai-nilai positif sehingga masyarakat bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut dan tidak merasa digurui oleh sebuah tayangan tontonan film anak-anak. Selain di Malaysia, Upin dan Ipin juga sangat terkenal di Indonesia yang berbagi kemiripan bahasa dan budaya sejak historis. Menurut saya, Indonesia dan Malaysia yang notabene negara tetangga dengan bahasa yang mirip ini sudah semestinya berbagi komoditi di bidang industri hiburan, bila masyarakat Indonesia menyukai Upin dan Ipin, lalu masyarakat Malaysia menyukai musik dan sinetron bahkan film layar lebar Indonesia, masakan Padang, dan sup tradisional Indonesia. Indonesia dan Malaysia berbagi budaya, bahasa, dan juga makanan yang sama, bila di Malaysia ada nasi lemak, maka di Indonesia ada nasi gurih yang notabene dibuat dengan resep kuliner yang sama, hanya saja dengan beda istilah. Indonesia dan Malaysia sudah seharusnya malu dengan semua konflik yang sempat terjadi antara kedua negara beberapa waktu yang lalu dan sudah seharusnya juga mengembangkan hubungan yang lebih baik antar kedua negara dan menggunakannya sebagai kekuatan bagia kedua negara Indonesia dan Malaysia. Ada banyak sekali hal-hal penting lainnya yang seharusnya menjadi fokus bagi hubungan Indonesia -Malaysia seperti perdagangan, keamanan, masalah tenaga kerja, dan sebagainya. Dengan melihat munculnya Diplomasi Upin dan Ipin antara Indonesia dan Malaysia, kita bisa melihat signifikansi dorongan film serial animasi Upin dan Ipin ini dalam ikut serta dalam upaya terbentuknya aksi damai antara Indonesia dan Malaysia.

Kata Kunci : Film


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.