Perilaku Distingtif Mahasiswa Jakarta Di Dalam Pergaulan Mahasiswa
HASIBUAN, Dana, Andreas Soeroso
2011 | Skripsi | SosiologiMemiliki julukan sebagai kota pelajar, Yogyakarta menjadi salah satu tujuan utama bagi pemuda dari berbagai daerah di Indonesia yang hendak mengenyam pendidikan universitas dan sederajatnya. Situasi ini mendorong banyak pihak untuk menyimpulkan bahwa Yogyakarta adalah representasi nyata bahwa keberagaman mampu dirajut di bawah semboyan bhineka tunggal ika. Meski demikian, tidak pernah disebutkan apakah bhineka tunggal ika mampu merajut keberagaman akibat perbedaan status ekonomi. Padahal aspek ini diduga merupakan salah satu aspek yang sedang mengalami peningkatan peran di dalam menciptakan keberagaman melalui model kastanisasi di dalam pergaulan mahasiswa. Asumsi ini tampaknya tidak berlebihan jika melihat sistem penerimaan calon mahasiswa baru di UGM yang membuka berbagai jalur masuk seleksi mandiri Salah satu cara untuk membuktikan esksistensi kastanisasi di dalam pergaulan mahasiswa adalah dengan memotret perilaku sosial mahasiswa UGM saat ini dalam mewujudkan pembedaan antara dirinya dengan individu lain dengan melalui berbagai atribut yang akrab bagi mahasiswa. Fenomena ini penting untuk dikaji sebab terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa perilakuperilaku yang selama ini dianggap hanya sekedar untuk mendiferensiasikan diri dengan individu lain telah berkembang menjadi sikap diskriminatif. Hal ini tercermin ketika beberapa mahasiswa Jakarta mengungkapkan menyebut mahasiswa Yogyakarta dengan istilah "kampungan" karena cara berpakaiannya yang dianggap tidak sesuai dengan mode fashion yang sedang populer. Eksplorasi mengenai perilaku pembedaan diri akan menggunakan konsep Distinction yang merupakan hasil karya ilmuwan sosial Prancis, Pierre Bourdieu. Perbedaan aktivitas dan selera konsumsi membuktikan bahwa perilaku distingtif eksis di dalam pergaulan mahasiswa, khususnya di dalam ruang ekonomi dan kultural. Salah satu basis untuk mengkonstruksi perilaku distingtif adalah modal, yakni: modal ekonomi, kultural, dan sosial. Ketiga modal ini kemudian saling mempengaruhi di dalam konstruksi perilaku distingtif. Selanjutnya, perilaku distingtif memiliki berbagai keterkaitan dengan perilaku lainnya. Salah satu perilaku distingtif adalah melayani kepentingan individu yang hendak melakukan lompatan sosial menuju strata yang lebih tinggi. Meski demikian, peran utama perilaku distingitf adalah sebagai ruang awal bagi konstruksi kekerasan simbolis. Kedua aspek tersebut dijembatani oleh aksi stereotipe. Hanya saja, tidak semua perilaku distingitf akan menuntun pada konstruksi kekerasan simbolis. Hasil penelitian me nunjukkan bahwa mahasiswa memiliki yang modal kultural tinggi akan lebih memilih untuk beradaptasi dengan lingkungan baru (seperti ketika merantau ke Yogyakarta).
Kata Kunci : Sosiologi; Fenomena Sosial