INTERNASIONALISASI NORMA ANTI-RASISME DALAM SEPAKBOLA (STUDI KASUS: KAMPANYE ANTI-RASISME FÉDÉRATION INTERNATIONALE DE FOOTBALL ASSOCIATION)
M. ADITYA JULIANTO, Riza Noer Arfani
2011 | Skripsi | Ilmu Hubungan InternasionalBerdasarkan analisis pada pembahasan sebelumnya, maka proses internasionalisasi norma anti-rasisme dalam sepakbola telah berjalan dengan sukses dan pada saat ini telah mencapai tahap norm internalisation. Kondisi ini digambarkan sebagai suatu kondisi ketika norma telah terinstitusionalisasikan dalam peraturan dan hukum internasional. Pada tahap ini, norma telah mencapai kondisi taken for granted, yaitu kondisi ketika norma sudah tidak perlu dipertanyakan lagi dalam implementasinya. Dalam proses internasionalisasi norma anti-rasisme terdapat permainan two-level norm. Karena sejak kemunculan kampanye norma anti-rasisme di Inggris, norma anti-rasisme dalam sepakbola mampu menyebar ke seluruh Eropa yang dilakukan oleh FARE yang merupakan jaringan organisasi anti-rasisme di Eropa. Kemudian norma anti-rasisme dalam sepakbola ini terinternasionalisasi akibat kampanye anti-rasisme yang dilakukan oleh sejumlah pihak yang terlibat dalam sepakbola. Kampanye yang dilakukan oleh FARE kemudian mampu membuat FIFA mengadakan FIFA Conference Against Racism in Football pada tahun 2001 yang menghasilkan Buenos Aires Resolution. Perkembangan norma anti-rasisme dalam sepakbola dapat dilihat berdasarkan tabel IV.1. Dengan mencermati aktor, motif, dan mekanisme dominan yang dijabarkan dalam tabel tersebut, dapat dilihat bahwa norma anti-rasisme dalam sepakbola telah mencapai kondisi norm internalisation. Peran norm entrepreneurs dan organisasinya di Inggris dan Eropa sangat penting. Inisiatif yang dilakukan Paul Thomas dengan Leeds Fans United Against Racism and Fascism telah mempengaruhi timbulnya kampanye Let’s Kick Racism Out of Football tahun 1993 yang kemudian membuat Lord Herman Ouseley memainkan peran penting dalam penyebaran norma anti-rasisme ke Eropa melalui organisasinya Kick It Out yang mengendalikan FARE. FIFA sebagai asosiasi sepakbola internasional memahami masalah rasisme yang terus terjadi dapat mengancam nilai-nilai universal yang terkandung dalam sepakbola. Karena itulah FIFA Conference Against Racism in Football diselenggarakan dan membuahkan Buenos Aires Resolution. Demikianlah proses internasionalisasi norma anti-rasisme berlangsung. Kini norma anti-rasisme telah diinstitusionalisasikan dalam statuta asosiasi sepakbola di seluruh dunia. Upaya institusionalisasi norma anti-rasisme ke dalam statuta ini merupakan hal yang wajib dilakukan oleh asosiasi sepakbola negara anggota FIFA, sebab asosiasi sepakbola tersebut merupakan anggota FIFA dan sudah seharusnya mengikuti aturan yang digariskan oleh FIFA. Untuk membentuk perilaku klub dan suporter yang menjungjung tinggi semangat anti-rasisme, perlu membangun kemitraan dengan berbagai organisasi pemain, klub, manager, dan kelompok suporter sehingga program-program anti-rasisme yang dikembangkan dapat berjalan dengan baik. Perjuangan untuk menghapus rasisme dalam sepakbola memang tidak akan pernah berhenti sampai pada tahap institusionalisasi saja, mengingat masalah rasisme juga merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara luas, sehingga proses tersebut harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Sepakbola merupakan sebuah permainan kolektif tim serta membutuhkan kerjasama yang baik dari setiap pemain yang bertanding dalam satu tim, sehingga penyatuan sebuah tim sepakbola merupakan hal yang penting untuk meraih kesuksesan. Karena itu, tindak rasisme dalam sepakbola tidakl bisa dibiarkan. Sebab, itu merusak esensi dari sebuah olahraga sepakbola itu sendiri, yaitu permainan kolektif dan tidak mempermasalahkan adanya perbedaan ras yang terdapat dalam sebuah tim.
Kata Kunci : Olah Raga; Sepak Bola