STRATEGI RAJA HASSAN II MEMPERTAHANKAN SAHARA BARAT (1961-1999)
Diah Kusumawardhani, Fatkurrohman
2011 | Skripsi | Ilmu Hubungan InternasionalSelama 38 tahun Raja Hassan II telah berkuasa penuh atas Maroko dan selama itu pula sejak 1961-1999, ia berusaha memperoleh dan kemudian seterusnya mempertahankan kepentingannya di Sahara Barat dengan berbagai cara. Usaha itu semata-mata dilakukan Hassan untuk menunjukkan kekuatan dan pengaruhnya terhadap lawan- lawan politiknya di dalam negeri dan juga negara-negara di kawasan Arab Maghribi, Afrika Utara. Bahwa setelah beberapa tahun berhasil meraih kemerdekaannya kembali sejak 2 Maret 1956, Hassan menginginkan Kerajaannya dapat tampil kembali selayaknya pada masa- masa keemasan Dinasti Alawi yang menjadi titik permulaan bersatunya daerah-daerah di Maroko dibawah satu kepemimpinan Sultan Abul Amlak Sidi Mohammed I as-Sharif atau yang lebih dikenal sebagai Sultan Mohammed I. Selama masa kekuasaannya, Hassan mampu menempatkan dirinya dan menciptakan suasana sebagai seorang penguasa tunggal yang sangat berpengaruh baik ketika berada di dalam negeri maupun di lingkup dunia internasional. Kecerdikannya membangun situasi domestik yang bisa mendukung berdirinya rezim otoriter Hassan merupakan salah satu bukti nyata dari kredibilitasnya sebagai seorang pemimpin harapan yang bertanggung jawab bagi rakyatnya. Sekaligus dalam menjaga nama baik dan kepercayaan yang telah diberikan Kerajaan kepadanya sebagai seorang Raja. Mampu bertahan dari segala ancaman dan serangan lawan politik di dalam negeri selama masa kepemimpinannya menjadi suatu kekuatan tersendiri bagi Hassan untuk terus berjuang mempertahankan setiap kepentingannya yang juga menyangkut eksistensi Kerajaan dalam pemerintahan Maroko. Berawal dari sikap dan karakteristik Hassan yang memerintah dengan tangan besi, maka untuk mencapai kepentingan terbesarnya di Sahara Barat, ia selanjutnya membuahkan beberapa strategi jitu yang dinilai cukup berhasil untuk mengikat kekuasaannya hingga tiga dasawarsa lamanya. Melalui kecerdikannya bernegosiasi dengan para sekutunya di dalam dan luar negeri, Hassan berhasil meraih dukungan dari beberapa negara kuat dan berpengaruh di Barat dan mewujudkan kepentingan Raja sebelumnya mengenai ide the Greater Morocco untuk mengembalikan masa kejayaan Kerajaan Maroko. Pencapaian keberhasilan itu diraih tidak hanya melalui cara-cara legal hukum, namun juga dengan melakukan tindakan-tindakan represif melaalui kekuatan militer yang telah dibangun Hassan sejak ia resmi diangkat menjadi Putera Mahkota. Dalam hal ini, Raja Hassan II sangat pandai menyembunyikan tindakan represifnya melalui aturan hukum yang sengaja dibuatnya untuk melindungi segala kepentingannya di dalam negeri. Namun sebenarnya banyak sekali pelanggaran akan hak-hak asasi manusia di dalamnya akibat politik represifnya kepada siapa saja yang berani melawan keinginannya. Hal ini terbukti ketika para pemberontak Polisario yang mulai aktif melawan kekuasaan Hassan di Sahara Barat kemudian digempur habis oleh pasukan militer Kerajaan secara kejam. Suasana mencekam pun kemudian terjadi di wilayah itu hingga tiga dekade masa kepemimpinan Hassan. Untuk menghindari kecaman dunia terhadap perbuatannya di Sahara Barat, Hassan sekali lagi dengan menggunakan kecerdikannya dalam bidang hukum, mulai melancarkan beberapa strategi pembangunan untuk menciptakan kembali suasana yang aman, sejahtera dan modern bagi masyarakat asli Sahara Barat di tahun 1975. Dengan strateginya tersebut, ia berhasil membangun opini masyarakat domestik dan internasional sekaligus meyakinkan dunia terhadap klaimnya di Sahara Barat. Bahwa apa yang akan dilakukannya di Sahara Barat semata- mata hanyalah sebagai buah dari kepedulian Raja terhadap rakyatnya yang telah lama terpisah, yakni Raja yang ingin membangun kembali daerahnya yang telah tertinggal akibat penjajahan pada masa okupasi Spanyol sejak tahun 1884. Melalui sikap dan pembawaan Hassan yang sangat pandai menempatkan dirinya dalam berbagai situasi dan kondisi, pada akhirnya membawa beberapa negara sahabat yang memiliki pengaruh seperti Amerika Serikat, Perancis, Spanyol, dan Arab Saudi untuk mendukung penuh usaha-usaha Hassan mengembalikan kesejahteraan rakyatnya di Propinsi paling selatan wilayahnya, yakni Sahara Barat sejak tahun 1975 hingga akhir masa kepemimpinannya di tahun 1999. Dengan demikian, Raja Hassan II telah dianggap berhasil mempertahan kekuasaannya di wilayah Sahara Barat melalui dua macam strategi yang diterapkannya, yakni Internal dan Eksternal. Pengalaman Kerajaan Maroko ini memiliki kemiripan dengan Indonesia yang yang sama-sama pernah dipimpin oleh seorang diktator bertangan besi selama hampir 32 tahun. Mantan Presiden Soeharto yang merupakan seorang penguasa tunggal di Indonesia juga menjadikan kekuatan militer sebagai basis dan alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaannya. Termasuk terhadap strategi politiknya sewaktu merebut dan mempertahankan wilayah Timor Leste. Untuk tetap mempertahankan rezim kekuasaannya, Soeharto pun pandai menempatkan dirinya meraih dukungan dunia barat dan domestik melalui tindakan-tindakannya yang cukup liberal. Pembangunan besar-besaran pun dilakukan Soeharto di Timor Leste untuk memastikan rakyatnya berada dalam situasi yang aman dan kondusif setelah kembali bergabung dengan tanah airnya, Indonesia. Soeharto pandai mengelabui lawan-lawan politiknya dengan mempergunakan hukum yang diaturnya sendiri dan juga tindakan represif yang menggunakan agen-agen rahasia negara. Sikap politik yang represif, namun tetap dikemas dalam konteks yang liberal sesuai dengan keinginan negaranegara Barat, kemudian menjadi faktor yang serupa terhadap masa kepemimpinan Raja Hassan II dengan Presiden Soeharto, yakni sama-sama menjadi penguasa tunggal yang berpusat pada satu aktor utama.
Kata Kunci : Politik Afrika