Praktik Produksi Film Indie di Komunitas Film Yogyakarta Sebuah Studi Kasus di Komunitas FourColours Films
Djati Marganingtyas , Budi Khomarul Zaman
2010 | Skripsi | Ilmu KomunikasiFourColours Films memroduksi film pertamanya dengan modal awal yang bertumpu pada modal sosial. Melalui modal sosial, modal-modal lain terbentuk, baik modal simbolik, ekonomi, maupun budaya. Hal ini disebabkan oleh karena hubungan yang terjadi di dalam komunitas FourColours merupakan hubungan pertemanan yang terjalin dari dua institusi pendidikan formal yang pernah ditempuh, yaitu FSMR ISI Yogyakarta dan SMA N 6 Yogyakarta. Hubungan pertemanan tersebut mengikat satu sama lain secara sejajar dalam komunitas FourColours Films. Mereka bekerja bersama-sama dalam memroduksi film pendek. Tidak terdapat mereka yang menduduki kedudukan lebih tinggi dibandingkan lainnya. Terlebih ketika seluruh anggota komunitasnya merupakan kawan satu angkatan. Hubungan pertemanan ini pula yang membuat setiap anggotanya bersedia memberikan modal personalnya untuk modal komunitas demi terwujudnya proses produksi film pendek. Dengan terkumpulnya modal personal ke dalam modal komunitas, alat perjuangan di dalam champ dunia film Indonesia lebih besar dan memungkinkan memperoleh hasil yang lebih besar pula. Dengan modal awal tersebut, FourColours Films mampu memroduksi 4 buah film pendek dan bertahan dalam sistem kerja yang sama. Sejajar. Hubungan yang terjalin dalam proses produksi film pendek adalah hubungan pertemanan. Masih ada pemandangan kameramen yang membantu mengangkat lemari untuk keperluan pengambilan gambar. Sutradara pun ikut mencari sumbangan dana. Serta berbagai kerja lintas departemen semacam itu.Awalnya, ini dirasakan sebagai bentuk solidaritas antar teman. Namun, seperti yang disebut oleh Turner. Komunitas berubah. Individu bergerak, komunitas pun bergerak. Komunitas bergerak dinamis seiring dengan perkembangan individunya. Ketika FourColours Films kemudian disuguhkan oleh ‘hidangan’ ala Jakarta dengan sistem kerja profesional, FourColours Films melakukan akulturasi. Meskipun dalam batasan yang berbeda. Mengingat Yogyakarta, sebagai basis komunitas FourColours Films, tidak sama dengan Jakarta dengan berbagai fasilitas yang ada. Sistem kerja berubah. Struktur organisasi dibentuk. Keorganisasian berubah menjadi formal. Pola komunikasi berubah. Ada yang di ‘dalam’ dan ada yang di ‘luar’. Modal awal telah berkembang. Orientasi komunitas diperbaharui. Sistem produksi berubah menjadi sistem department. Di mana dalam seluruh tahapan proses produksi, terdapat 6 department, yaitu Departemen Produksi, Penyutradaraan, Kamera, Artistik, Suara, dan Departemen Penyuntingan (Editing). Keenam departemen tersebut bekerja berdasarkan job desknya. Tidak lagi nampak kerja lintas departemen yang terlihat di awal. Hubungan komunikasi terbentuk berdasarkan garis-garis hubungan per departemen. Dan hubungan antar departemen dikelola oleh kepala tiap departemennya. Harap Tenang, Ada Ujian! menggunakan sistem kerja semacam ini. Keberadaan komunitas FourColours Films hingga dewasa ini menunjukkan perubahan yang kembali terjadi. Setiap individu berubah. Sebagian besar individunya sedang berada dalam fase transisi. Beberapa diantaranya lulus kuliah, mempunyai pasangan hidup, melahirkan anak, diterima bekerja di lembaga tertentu yang lebih dilihat secara finansial, serta belajar ke luar negri. Seluruh individu kembali berubah. FourColours Films pun kembali berubah. Dengan sistem awal yang mencoba mengembalikan individu dalam hasratnya berkomunitas. Yaitu membangun komunitas yang memiliki hubungan yang sejajar.
Kata Kunci : Film Indie