“Transformasi Formasi Di Dalam Kelompok Jathilan Turonggo mUdo”
NURIDA OKTAVI, --
2010 | Skripsi | SosiologiJathilan, sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang berkembang di masyarakat, terutama di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, juga mengalami perubahan sejalan dengan latar belakang masyarakat yang mendukungnya. Salah satu kelompok jathilan yang masih eksis di Yogyakarta adalah kelompok jathilan Turonggo Mudo yang terletak di Dayu, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Penelitian tentang transformasi di dalam kelompok jathilan Turonggo Mudo ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang perubahan yang terjadi di dalam Turonggo Mudo sebagai suatu kelompok sosial budaya masyarakat. Penelitian dilakukan dengan cara observasi yaitu mengamati kondisi lingkungan social dan kehidupan social kelompok jathilan Turonggo Mudo serta masyarakat Dayu. Kemudian peneliti berkontak langsung melalui wawancara dengan sumber informasi (subjek penelitian), yaitu mereka-mereka yang paham benar mengenai kelompok jathilan Turonggo Mudo serta mengalami perubahan di dalamnya, sehingga mendapatkan informasi yang lebih detail serta mendalam sesuai dengan pendapat informan. Langkah-langkah dalam penelitian ini, penulis menulis deskripsi yang bisa menghubungkan teori perubahan sosial dengan perubahan yang terjadi di dalam kelompok jathilan Turonggo Mudo. Setelah data terkumpul (proses pengumpulan data), baru data direduksi, kemudian disajikan, dan akhirnya ditarik kesimpulan hasil penelitian. Dari hasil pengolahan data, didapat variabel-variabel yang menjadi objek perubahan, baik di dalam maupun di luar Turonggo Mudo. Penelitian ini bermula dari pemikiran bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat, akan berpengaruh pula terhadap dunia seni tradisional seperti jathilan. Secara garis besar, perubahan yang terjadi di Turonggo Mudo bisa diklasifikasikan ke dalam 3 bagian, yaitu transformasi awal (1987-1992), transformasi transisi/peralihan (1993-1999), dan transformasi akhir (2000-2010). Di dalam transformasi awal, Turonggo Mudo sebagai sebuah kelompok baru, masih belajar dan bertahan dalam mengembangkan jathilan klasik yang sesuai dengan pakem jathilan klasik seperti yang diajarkan nenek moyang. Dengan tampilan yang sederhana dan seadanya, Turonggo Mudo mencoba untuk tampil dengan identitas dan aliran klasik yang mereka pelajari. Memasuki tahun-tahun transformasi peralihan, barulah terjadi perubahan yang signifikan. Setelah terjadi kevakuman dalam kegiatan jathilan pada tahun 1992-1996, Turonggo Mudo memutuskan untuk mengadakan pertunjukkan lagi, dengan kemasan dan tampilan yang berbeda. Dorongan perubahan berasal dari pemuda. Di masa inilah terjadi perubahan dalam bentuk fisik atau seperti kostum, tarian, alat musik, tata rias. Di dalam masa transisi pula, mulai terjadi pertumbuhan pengetahuan dalam Turonggo Mudo, terutama dalam hal tampilan, seperti kostum, alat musik, rias, dan tarian. Inovasi yang dikembangkan adalah dengan memodifikasi dan memasukkan unsur-unsur modern. Kemudian di masa transformasi akhir, Turonggo Mudo yang memang semakin berkembang dalam hal jumlah anggota, mencoba untuk terus bertahan dengan cara penyempurnaan terutama dalam hal tampilan. Tapi di sisi lain, semakin banyaknya jumlah anggota, mengakibatkan kurang mulusnya proses adaptasi yang terjadi. Hubungan antar anggota tidak sekompak dahulu dan juga sulit untuk diatur. Begitu pula dengan posisi masyarakat yang sama sekali sudah tidak ikut membantu mengembangkan Turonggo Mudo. Berbagai proses perubahan di Turonggo Mudo, untuk berubah berkaitan dengan orientasi ekonomi produksi, bukan untuk memperoleh keuntungan ekonomi material yang banyak tetapi sebagai langkah pemenuhan identitas diri yaitu untuk mempertahankan keeksisan dan keberadaannya di dalam masyarakat.
Kata Kunci : Budaya Jathilan