Laporkan Masalah

DINAMIKA KEHIDUPAN PERS INDONESIA (Studi Tentang Hubungan Pers dan Pemerintah Dalam Kerangka Kebebasan Pers Era SIUPP)

SETIYO PRIHARTAENI, Cornelis Lay

1997 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)

SINOPSIS Cara yang paling realitis untuk mengetahui ada tidaknya kebebasan pets adalah dengan melihat bagaimana hubungan aura pens dan pemerintah. Dalam sejarah kehidupan pens di Indonesia, yang dimulai sejak masa kolonial sampai setelah kemerdekaan, hubungan antara pens dan pemerintah dalam kerangka kebebasan pers senantiasa mengalami pasang surat Tercatat beberapa kali ketegangan mewamai hubungan tersebut Salah satu persoalan utama yang menjadi ganjalan dalam hubungan tersebut adalah masalah lisensi terbit Lisensi terbit ini merupakan warisan pemerintah kolonial, yang terus dipakai setelah Indonesia merdeka dengan beberapa kali perubahan nama mulai dari Persbreidel Ordonantie sampai SIUPP, namun pads dasarnya mengandung substansi yang sama yakni matinya pets yang bersangkutan . Dalam prakteknya lisensi terbit ini sangat represif, karena sebagaimana lembaga perizinan pads umumnya, lisensi ini memberikan kewenangan kepada penguasa untuk mencabutnya setiap saat. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Pers No. 11/1966 seharusnya ancaman pembreidelan pers secara hukum telah berakhir. Pasal empat Undang-Undang tersebut secara tegas mengharamkan pembreidelan. Bunyi pasal 4 yang secara lengkap menyatakan "Terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembreidelan" tidak pernah diubah dari aslinya ketika Undang-Undang Pokok Pers ini diperbaruhi sampai dua kali, melalui UU No. 4/1967 dan UU No. 21/1982. Namun ketentuan di atas dilanggar sendiri oleh pemerintah dengan keluarnya Permenpen No. 01/PER/MENPEN/1984 yang di dalamnya tercantum pasal yang memberikan wewenang kepada Menpen untuk membatalkan surat ijin usaha suatu penerbitan pers. Dalam kurun waktu 1984-1997 semenjak Permenpan tersebut diberlakukan tercatat enam penerbitan pers telah menjadi korban Harlan Sinar Harapan, Harlan Prioritas, Tabloid Monitor, Majalah Tempo, Detik dart Editor. Bukan mustahil korban berikutnya akan menyusul selama belum ada political will dari pemerintah untuk meninjau ulang Undang-Undang No. 21/1982 beserta peraturan pelaksanannya. Dalam skripsi ini lebih jauh akan digambarkan bagaimana posisi pens vis a vis kekuasaan, terutama semenjak ketentuan SIUPP mulai diberlakukan Dari beberapa penerbitan pens yang dibatalkan SIUPP-nya terlihat unsur subyektivitas elite kekuasaan yang menentukan hidup matinya suatu penerbitan pers sangat dominan , sebaliknya pens terlihat sangat tidak berdaya. Kasus pembatalan SIUPP Majalah Tempo dapat mewakili sekian banyak kasus pens yang dimatikan penguasa tanpa alasMa yang jelas dan kuat, sekaligus terlihat jelas bagaimana tindakan breidel ini diambil hanya karena kepentingan atau nilai -nilai strategis yang tiliki elite kekuasaan diusik oleh pers.

Kata Kunci : Jurnalisme


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.