TANTANGAN TERHADAP DEMOKRASI DI KAMBOJA
Anggit Tut Pinilih,
2009 | Skripsi | Ilmu Hubungan InternasionalUpaya membangun demokrasi di Kamboja sudah dimulai sejak 1992 dan berlangsung terus hingga sekarang. Upaya pertama dilakukan oleh PBB yaitu lewat badan UNTAC pada tahun 1992 – 1993. Dalam demokratisasi UNTAC , pencapaian proses ini adalah terbentuknya Konstitusi 1993 dan pemilu legislatif yang kemudian teratur dilaksanakan lima tahun sekali hingga tahun 2008. Proses demokratisasi UNTAC tidaklah berjalan lancar. Proses transisi mengalami berbagai hambatan dari faksi – faksi politik Kamboja sendiri. Yang terjadi pada masa demokratisasi UNTAC cenderung mencirikan adanya tahapan dekonsolidasi atau penolakan terhadap demokrasi terutama oleh aktor elit politik yang puncaknya terjadi melalui kudeta 1997. Upaya kedua terjadi lewat mekanisme pemberian bantuan asing kepada pemerintah pasca 1997. Pencapaian diawali melalui diadakannya pemilu 1998 yang mengikutsertakan oposisi yang telah dikudeta pada 1997, diikuti dengan berbagai program kerjasama untuk memperkuat rule of law dan jaminan HAM di Kamboja seperti pembentukan badan yudikatif, penguatan hukum dan peradilan, reformasi birokrasi, dan penguatan masyarakat sipil. Upaya ini terus berlangsung hingga saat ini. Upaya – upaya di atas menunjukkan bahwa demokrasi memang sudah dicoba diterapkan di Kamboja oleh aktor – aktor internasional yaitu baik PBB maupun negara – negara donor. Penerapan demokrasi di Kamboja sudah sesuai dengan prinsip – prinsip institusi yang demokratis mulai dari konsitusi yang menjamin rule of law dan HAM, pembagian kekuasaan menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif, pemilu bahkan saat ini dilaksakanakan hingga di level pemerintahan lokal ( commune council dan village chief ), serta penguatan masyarakat sipil. Namun ternyata pada pelaksanaannya demokrasi masih sulit atau cenderung lemah di Kamboja. Lemahnya pelaksanaan demokrasi di Kamboja berarti bahwa demokrasi yang telah dibangun secara institusional oleh aktor – aktor eksternal hingga saat ini belum dapat menciptakan negara Kamboja yang demokratis dan ini dikarenakan institusi – institusi politik yang dibangun belum dapat menyentuh tantangan – tantangan terhadap demokrasi dari Kamboja. Pertama, demokrasi yang dibangun belum berhasil membangun budaya demokrasi baik di tingkat elit. Di tingkat elit, elit politik Kamboja masih cenderung otoriter. Sejak awal proses demokratisasi hingga saat ini, elit masih cenderung belum dapat menerima adannya oposisi dan cenderung menghalangi adanya kekuatan lain yang dapat mengancam kekuasaanya. Padahal aktor elit menentukan aktor utama penenrtu keberhasilan demokrasi. Yang terjadi di Kamboja, aktor elit sendiri justru menolak demokrasi puncaknya diperlihatkan dengan kudeta 1997. Yang terjadi saat ini ditunjukkan dengan perilaku elit yang masih cenderung otoriter terhadap oposisi. Maka kemudian, baik Konstitusi dan lembaga – lembaga pemerintah demokrasi yang dibangun tidak dapat membatasi perilaku elit yang masih cenderung otoriter. Kedua , pelembagaan demokrasi yang dilakukan di Kamboja juga menghadapi tantangan di level masyarakat Kamboja. Masyarakat Kamboja punya karakter masyarakat yang masih cenderung patrimonial. Dari latar belakang sejarah dan budaya masyarakat Kamboja punya struktur sosial yang mencirikan hubungan patron-client. Dari sisi sosial – ekonomi, masyarakat Kamboja masih didominasi masyarakat rural dan petani dan pasca perang kecenderungan hubungan patron – client masih ada dalam masyarakat Kamboja hingga saat ini. Maka kemudian, upaya – upaya pembangunan demokrasi di level masyarakat lokal akan sulit berkembang karena masyarakat masih didominasi struktur patron – client. Pembiasaan demokrasi di level masyarakat melalui pemilu dan desentralisasi serta upaya – upaya masyarakat sipil untuk memberikan edukasi tentang demokrasi kepada masyarakat cenderung berkembang lambat. Dan yang terjadi di Kamboja, adanya hubungan patron – client dalam masyarakat justru dimanfaatkan dari sisi politik untuk memperoleh dukungan terhadap partai politik. Jelas ini menodai dan menghambat praktek demokrasi di level lokal. Ketiga, dalam sistem demokrasi yang diupayakan oleh aktor – aktor tersebut di atas memang bertujuan menciptakan lingkungan yang bebas dan adil untuk perkembangan lembaga – lembaga politik dalam masyarakat yaitu partai politik dan masyarakat sipil. Namun pada kenyataaannya, peran partai politik terutama partai oposisi dan masyarakat sipil cenderung lemah di Kamboja. Partai politik yang berkuasa di pemerintah yaitu CPP cenderung kuat dan mendominasi pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilu lokal sejak 1998. Partai – partai politik lain cenderung lemah dan tidak bertahan lama dan kekuatannya tidak dapat menjadi kekuatan tandingan bagi CPP dalam lembaga legislatif Kamboja. Padahal sistem pemerintahan Kamboja dibentuk berdasarakan sistem parlementer yang seharusnya peran oposisi kuat dalam legislatif untuk mengawasi pemerintah. Hal yang sama terjadi pada masyarakat sipil. Terbentuknya masyarakat sipil dipengaruhi oleh keberadaan kelas menengah sedangkan kelas menengah di Kamboja cenderung lemah karena masyarakat Kamboja didominasi oleh masyarakat petani. Selain itu, pergerakan keduanya cenderung terbatas dan dapat dikontrol oleh elit. Maka, yang terjadi di Kamboja, mekanisme oposisi dan masyarakat sipil sebagai lembaga pengawas pemerintah cenderung lemah. Kedua, terhadap masyarakat , fungsi masyarakat sipil dan partai politik sebagai wadah kepentringan masyarakat juga cenderung lemah. Artinya bahwa memang demokrasi yang dibangun hingga saat ini belum dapat bekerja dengan baik. Tantangan – tantangan terhadap demokrasi di Kamboja memperlihatkan bahwa pembangunan demokrasi di Kamboja tidak cukup hanya dengan membangun institusi – institusi seperti Konstitusi maupun lembaga – lembaga politik yang demokratis. Demokrasi membutuhkan dukungan – dukungan terhadap demokrasi sendiri dari aktor – aktor politik di Kamboja baik dari elit maupun massa. Tanpa adanya kondisi – kondisi yang mendukung demokrasi yang terjadi seperti di Kamboja adalah pelaksanaan demokrasi akan cenderung lemah. Apabila dilihat dari kecenderungan – kecenderungan yang ada, peluang terhadap demokrasi di Kamboja di masa mendatang lebih cenderung akan berasal dari aktor massa atau masyarakat sipil. Dari data yang diperoleh di bagian sebelumnya dapat dilihat bahwa sebenarnya dari sisi masyarakat sipil walaupun masih lemah dalam menjalankan fungsi – fungsinya dalam menggalakkan demokrasi namun sudah menunjukkan adanya pertumbuhan yang cenderung baik. Selain itu dilihat dari kondisi ekonomi Kamboja yang masih bergantung pada bantuan asing, maka posisi masyarakat sipil ini akan semakin dikuatkan dengan adanya bantuan – bantuan terutama dana dari bantuan asing. Pergerakan masyarakat sipil untuk menjadi kontrol pemerintah mulai cenderung kelihatan walaupun belum begitu berpengaruh di Kamboja. Selain itu upaya masyarakat sipil Kamboja dibantu oleh bantuan asing bukan hanya menguatkan fungsinya sebagai kontrol pemerintah namun juga ada upaya – upaya untuk memandirikan masyarakat rural Kamboja dengan program – program pengembangan usaha kecil. Dengan memandirikan ekonomi masyarakat artinya melepaskan masyarakat rural Kamboja dari jaringan patron-client perlahan – lahan. Lepasnya masyarakat dari jaringan patron – client merupakan situasi yang kondusif bagi demokrasi terutama bagi pertumbuhan partai – partai politik selain partai yang berkuasa dan masyarakat sipil sendiri. Partai politik lain semakin memiliki peluang untuk mencapai pasar suara yang lebih, dan masyarakat sipil bisa memperkuat basisnya melalui pertumbuhan organisasi – organisasi baru di masyarakat dengan ragam profesi yang lebih majemuk.
Kata Kunci : Demokrasi-Kamboja