Pencairan Identitas Remaja (Studi Terhadap Proses Pencarian Identitas Keagamaan Remaja Hasil Pernikahan Beda Agama di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta
WIDYASMARA, Aulia Frida, Aulia Frida Widyasmara
2008 | Skripsi | SosiologiTidak sedikit orang mengkhawatirkan nasib anak dari pasangan pernikahan beda agama. Kekhawatiran itu terkait dengan pencarian identitas anak, terutama pilihan-pilihannya dalam beragama. Terispirasi untuk menguak lebih dalam proses pencarian identitas keagamaan pada anak remaja yang dibesarkan dan didik dalam keluarga hasil pernikahan beda agama, penelitian ini kemudian mencoba menjawab pertanyaan ”Bagaimana proses pencarian identitas keagamaan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga hasil pernikahan beda agama?” dan apa saja aspek dominan yang berpengaruh dalam proses pembentukan identitas tersebut?”. Pencarian identitas agama pada anak remaja tersebut didasarkan atas gagasan bahwa agama adalah sesuatu yang harus dipahami oleh akal yang dewasa, bukan diwariskan oleh orang tua, walaupun ada agama yang mewajibkan orang tua untuk mendid ik anaknya dengan cara agamanya. Apalagi pada masa remaja, di mana mereka sering meragukan konsep dan keyakinan religiusnya, yang mana pada akhirnya menimbulkan semacam proses kenyataan tentang tanya jawab religius.Menurut Hurlock terdapat periode perubahan dalam minat religius dan akibatnya pada perilaku remaja yakni: periode kesadaran religius, periode keraguan religius, dan periode rekonstruksi agama. Proses pencarian identitas keagamaan di sini diuraikan melalui serangkaian pengalaman empiris subjek dari masa kecil hingga masa remaja mereka, terkait dengan kondisinya dibesarkan dalam keluarga dengan orangtua berbeda agama,ditambah dengan aspek dominan yang mempengaruhi pola pencarian identitas tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Peneliti berusaha untuk bisa masuk ke dalam dunia konseptual subjek agar dapat memahami aspek subjektif dari tindakan individu. Dasar dari pendekatan fenomenologi ini lebih menekankan pada satu bentuk dari subjektivitas individu yang disebutnya sebagai intersubjektivitas dan juga berfokus pada minat yang besar untuk memahami. Sementara itu, data diperoleh dengan wawancara dan observasi dengan subjek penelitian. Di lapangan, penulis menjumpai bahwa proses pencarian identitas ini dimulai ketika anak menginjak fase remaja. Di mana pada fase ini, mereka mulai meninjau kembali pandangan hidupnya, identitasnya, termasuk apa yang diyakininya dalam agama. Konsep agama pada masa kanak-kanak (masa kecil) dianggap tidak realistis.Perkembangan spiritualitas bahkan konversi religius banyak terjadi pada fase ini.Lingkungan pergaulan dan pendidikan yang mereka jalani kemudian menjadi aspek dominan yang berpengaruh besar terhadap perubahan pandangannya tentang agama, dibanding peran orangtua yang mulai melemah. Ikatan peer group mulai menggantikan ikatan keluarga. Perasaan berbeda dan merasa diri berbeda menjadikan remaja ingin merasa sama di lingkungannya. Mereka sempat ingin memeluk agama yang mayoritas dipeluk oleh teman-teman dan lingkungannya. Sehingga ketika mereka memiliki kesempatan untuk membuat keputusan tentang identitas agamanya sendiri, kebanyakan menentukan identitas agamanya sama dengan mayoritas yang dianut oleh lingkungannya. Meskipun demikian, proses ini telah menandakan adanya suatu potret pencarian identitas anak/remaja hasil pernikahan beda agama. Sebuah pencarian secara terbuka agama dalam diri anak, walaupun tidak semua anak berani untuk melakukan pencarian identitas agama sendiri terlepas dari adanya doktin keluarga. Kapasitas anak untuk menentukan identitas agamanya sendiri kemudian menemukan apa yang disebut sebagai free education process. Dengan demikian keluarga telah berarti juga sebagai institusi sosial-edukasi terbatas yang mampu memberikan ruang kebebasan beragama bagi anak didiknya.
Kata Kunci : Pernikahan Beda Agama