Re-imajinasi Bangsa Indonesia: Sebuah Tafsir dari Lensa Kamera (Analisa semiotika: Film Puisi yang Tak Terkuburkan dan Aku Ingin Menciummu Sekali Saja dan tafsir pembanding dominan – Film Janur Kuni
PUTRI, Puri Kencana, Puri Kencana Putri
2008 | Skripsi | SosiologiTulisan ini merupakan ekspresi penulis untuk mengajak pembaca melakukan peziarahan sejarah melalui analisa semiotika tentang isu nasionalisme dalam film-film Indonesia. Dalam penelitian skripsi ini, penulis melakukan penelusuran atas identitas keindonesiaan yang direpresentasikan melalui medium sinema Indonesia pasca-jatuhnya otoritarianisme Orde Baru, 1998. Film Puisi yang Tak Terkuburkan dan film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja dan sekaligus pula menyisipkan tafsir dominan yang hadir dalam sinema Indonesia Orde Baru yang direpresentasikan melalui film Janur Kuning dan film Pengkhianatan G 30S/PKI, yang lebih dahulu memberikan corak diskursus ideologi kebangsaan Indonesia pada masa kekuasaan Orde Baru. Negara Orde Baru menguasai segenap penjuru panggung teater film pada waktu itu, dengan segenap jalin kelindan ISA dan RSA dalam diskursus ideologi Louis Althusser. Negara Orde Baru tengah menegaskan apa ‘bahasa’ yang digunakan di dalamnya, bagaimana ‘pengetahuan’ yang melandasinya dan relasi-relasi kuasa yang beroperasi di balik ‘bahasa’ dan ‘pengetahuan’ tersebut. Kacamata nasionalisme yang telah dibakukan dalam film-film propaganda produksi Negara Orde Baru telah tersebar luas, ingatan-ingatan atas peristiwa masa lalu berhasil dikuasai oleh militer sebagai representasi dari Negara Orde Baru (baca: militer Angkatan Darat yang unggul dan legitimate di mata publik nasional dan dunia internasional) dan hadir dalam ritus kesadaran praktis seharisehari orang Indonesia. Sistem penanda dalam proses analisa semiotika yang dipakai di sini, digunakan untuk membaca dan sekaligus menganalisa teks film yang dilakukan baik dalam dua objek film utama dan dua objek film tafsir dominan yang dihadirkan, untuk melihat bagaimana pola relasi kontestasi kekuasaan yang dilakukan oleh penguasa Orde Baru dan bagaimana terjadi bentuk pensiasatan pembayangan atas keindonesiaan yang dilakukan oleh dua objek film penelitian skripsi ini. Paradigma tunggal yang tengah dipromosikan oleh Orde Baru akan berhenti menjadi sesuatu yang dinamakan paradigmatik ketika ‘orang sadar’ bahwa objek yang disosialisasikan selama ini adalah sebuah paradigma, maka tatanan paradigma yang telah dibangun tersebut hanya akan bermakna menjadi nilai (value) semata, sehingga paradigma kaku tersebut layak untuk disandingkan, ditafsirkan bahkan digugat dengan nilai-nilai (values) lain yang hadir di tengah masyarakat Indonesia yang direpresentasikan melalui film Puisi yang Tak Terkuburkan dan film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja. Maka pada level itulah nasionalisme Indonesia tengah ditafsirkan dalam objek penelitian skripsi ini. Keempat film ini kiranya mampu merepresentasikan dan menghadirkan tafsir mengenai kondisi masa lalu, masa kini dan tingkat aktualitas tema nasionalisme, kebangsaan dan keindonesiaan yang saat ini mulai marak diperbincangkan melalui medium film, terutama jika kita menilik lebih dalam perkembangan sinema Indonesia kontemporer saat ini, yang mulai kembali memainkan perannya sebagai ujung tombak dari siasat kebudayaan Indonesia kontemporer, untuk melenturkan (kembali) peradaban Indonesia yang selama ini dibentuk kaku dan rigid oleh penguasa Orde Baru, siasat kebudayaan menjadi hal penting terutama untuk mencegah terjadinya letupan-letupan distorsi dari perubahan sosial yang tengah berlangsung di Indonesia saat ini, khususnya dalam aras formalisasi politik prosedural. Diharapkan sinema Indonesia dengan segala hiruk pikuknya mampu menghadirkan corak yang kental khas dengan dinamisasi keindonesiaan yang kita miliki tidak hanya ditujukan bagi masyarakat internasional, namun juga untuk melepaskan ‘kacamata kuda’ yang terkadang masih menutupi pandangan tiaptiap orang Indonesia untuk memandang dirinya sendiri.
Kata Kunci : Film; Semiotik