Laporkan Masalah

Eksistensi Dialek Banyumasan di Tengah Arus Trans Culture (Studi Perilaku Sosial Mahasiswa yang Berdialek Banyumasan di Sleman)

FENTIKA, Eki Nia, Eki Nia Fentika

2008 | Skripsi | Sosiologi

“Eksistensi dialek Banyumasan di Tengah Arus Trans Culture” merupakan sebuah paparan deskriptif yang memperlihatkan sisi lain keberadaan dialek Banyumasan yang akhir-akhir ini dikhawatirkan mengalami tendensi kepunahan oleh para pakar bahasa. Fakta menarik yang ada di Yogyakarta sebagai kota budaya dan pusat perkembangan bahasa Jawa Standar, bahwa terlihat fenomena eksistensi dialek Banyumasan di kalangan mahasiswa yang ditunjukkan dalam perilaku sosial mereka. Konteks sosial Yogyakarta yang heterogen dan multikultural justru memperlihatkan dialek Banyumasan sebagai budaya yang memiliki identitas dan kekhasan yang tidak dimiliki oleh budaya lain. Adanya arus trans culture (silang budaya) menjadikan perilaku sosial yang cukup unik dari penutur dialek Banyumasan untuk mempertahankan eksistensi dan identitasnya. Gempuran hegemoni dan dominasi dialek Yogyakarta, stereotip negatif yang kerap memunculkan sikap inferior, menjadi sebuah tantangan bagi penutur dialek Banyumasan yang bertahan menggunakan dialek tersebut dalam komunikasi sehari-hari di Yogyakarta. Bagaimana cara yang dilakukan oleh penutur dialek Banyumasan dalam upaya mempertahankan eksistensi dialeknya, inilah perilaku sosial yang dikaji melalui penelitian ini Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus, dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Metode partisipant observation dan indepth interview yang dilakukan mampu menggali makna dibalik realitas keberadaan dialek Banyumasan di Yogyakarta ini. Pemilihan informan dilakukan dengan purposive sample, dimana telah diwawancarai sejumlah orang baik dari kalangan penutur dialek Banyumasan yang ditambah pula dengan bukan penutur dialek Banyumasan sebagai pembanding. Proses analisa data dilakukan dalam bingkai perspektif interaksionisme simbolik untuk mengidentifikasi dan menyingkap makna dibalik perilaku sosial mahasiswa penutur dialek Banyumasan. Pada akhirnya terbukti bahwa mahasiswa penutur dialek Banyumasan yang memiliki loyalitas dan kebanggaan (linguistic pride) ternyata masih ada dan cukup eksis, dimana mereka melakukan proses adaptasi dengan metode alih bahasa yang dilakukan dalam alih kode (code exchange) ataupun campur kode (code mixing). Hal ini tentu saja tidak lepas dari adanya support dari komunitas daerah dan media berupa tayangan program “Inyong Siaran” dari Jogja TV yang berusaha mengembalikan posisi dialek Banyumasan sejajar dengan budaya lain, khususnya dialek Yogyakarta. Dunia maya pun mampu menjadi alternatif tempat untuk menyalurkan ekspresi berdialek Banyumasan, yakni melalui fasilitas internet berupa chatroom dan milis. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan pola survivalitas yang diperlihatkan dalam perilaku sosial penutur dialek Banyumasan melalui proses adaptasi yang cukup unik. Mengikuti arus dalam dinamika trans culture tanpa menghilangkan jati diri dan melewati setiap konstruksi sosial negatif dengan senantiasa berfikir positif dan bertindak strategis. Walaupun dalam ketidakberdayaan dan dengan segala keterbatasannya. Maka upaya pengembangan dialek Banyumasan pada khususnya dan dialek daerah lain pada umumnya, perlu ditingkatkan agar khasanah budaya nusantara ini tetap terjaga kelestariannya dan mampu survive di tengah era globalisasi ini.

Kata Kunci : Budaya; Dialek Bahasa


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.