Relasi Gender dalam Pengelolaan Hutan (Penelitian di Girinyono, Kulon Progo)
HANDAYANI, Meifita Dian, Meifita Dian Handayani
2008 | Skripsi | SosiologiKeberadaan Alas tutupan sangat penting bagi masyarakat girinyono, ijin pengelolaan HKm merupakan sesuatu yang ditunggu sebagai suatu bentuk pengakuan hak masyarakat desa hutan sebagai masyarakat yang terdekat dengan hutan dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan. Kelompok Tani Hutan merupakan suatu gerakan sosial yang memperjuangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat desa hutan. Akan tetapi, Kelompok Tani Hutan yang ada di Girinyono belum menyentuh kebutuhan mereka yang secara langsung berinteraksi dengan hutan dan menjaga basis ekonomi keluarga-keluarga disana, yaitu kaum perempuan. Penelitian ini berusaha melihat bagaimana relasi gender dalam pengelolaan hutan. Relasi yang dimaksud bukan terbatas pada hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan hutan, akan tetapi juga melihat relasi gender dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai instrumen yang legal dan penting dalam pengelolaan hutan di lapangan. Penelitian tentang Relasi Gender dalam Pengelolaan Hutan dilakukan secara kontinu sejak bulan Juli 2006 sampai dengan Agustus 2007 mengambil tempat di Dusun Girinyono, Kulon progo, sebuah dusun yang berbatasan langsung dengan hutan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal). Penelitian dilakukan dengan cara : (1) observasi; (2) indepth interview; (3) live in, (4) Focus Group Discussion ; (5) telaah pustaka terhadap data, dokumen dan literature yang mendukung penelitian ini. Tahapan penelitian ini adalah : (1) Pengkajian data sekunder; (2) Penyusunan desain PRA; (3) Pencarian Data di lapangan; (4)Pengolahan dan analisis data. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa : Perempuan berperan dalam kerja-kerja produktif di hutan, ia tidak hanya menjadi konsumen bagi apa yang dihasilkan oleh hutan, tetapi juga melakukan fungsi-fungsi edukasi, dan menjalankan peran dalam mengawasi kerusakan lingkungan. Dalam kelangkaan sumberdaya dan kerusakan hutan, perempuan juga menjadi pihak yang paling dirugikan, pekerjaan-pekerjaan mereka di hutan menjadi lebih berat, baik dalam mencari air, pakan ternak maupun bahan pangan. Sementara KTH sebagai bagian dari agen gerakan sosial yang mengusung kepentingan masyarakat desa hutan belum memberi tempat bagi perempuan, baik dalam keanggotaan, kepengurusan,pengambilan keputusan dan menyampaikan pendapat. Serta dalam mengakomodasi kebutuhan, kepentingan dan pengetahuan perempuan terkaitan relasi perempuan dengan hutan.
Kata Kunci : Gender; Pengelollan Hutan