Uang dan Politik: Studi Kasus Penggunaan Uang dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Sugih Waras, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
CHRISTIANTI, Yusnita Ike, Yusnita Ike Christanti
2006 | Skripsi | Politik dan Pemerintahan (dh. Ilmu Pemerintahan)Kedaulatan rakyat sebagai ruh dari demokrasi yang saat ini terus dihidupkan oleh kelompok pro-demokrasi menghadapi tantangan yang besar, yaitu adanya pembajakan uang oleh praktek politik uang. Partisipasi politik otonom dari rakyat belum mampu mewujud sebagai bentuk dari rasa sukarela dan kesadaran serta kedewasaan politik rakyat. Uang telah menggantikan kedaulatan rakyat untuk memilih siapa yang layak dan tidak layak penjalankan pemerintahan. Akibatnya partisipasi yang ada adalah partisipasi semu (pseudo participation). Gerakan pro-demokrasi yang saat ini terus berusaha untuk menegakkan kedaulatan rakyat harus menghadapi kompleksitas pembajakan oleh uang. Kasus Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Sugih Waras menunjukkan hal demikian. Kelompok pro-demokrasi yang melakukan counter part atas praktek politik uang tidak mampu membendungnya. Meskipun dengan cara-cara positif seperti membuat peraturan anti-politik uang. Keberadaan politik uang dalam Pilkades telah menjadi konstruk supply-demand antara politisi dan masyarakat pemilih (voters). Konstruk tersebut hadir sebagai bentuk pertemuan kepentingan ekonomi dan kepentingan politik yang dibalut dengan nilai dan makna-makna etika sosial. Hal tersebut terproyeksikan dalam tiga bentuk berdasarkan fungsi dan sifatnya; yaitu ‘pesangon’ sebagai instrumen yang meningkatkat voters turn out, ‘iciran’ sebagai open vote buying dan ‘bom-boman’ sebagai under-cover vote buying. ‘Pesangon’ adalah instrumen untuk menarik pemilih menggunakan hak pilihnya dalam Pilkades (voters turn out). Sukses dan tidak suksesnya Pilkades ditentukan oleh ‘pesangon’. Karena fungsi tersebut, ‘pesangon’ dilegalkan dan menjadi bagian dari manajemen Pilkades. ‘Iciran’ adalah instrumen pencitraan diri para calon kepala desa. Strategi untuk menarik simpati pemilih. Bersifat terbuka dan inklusif, artinya semua pemilih dan masyarakat mendapatkannya. Karena sifatnya yang inklusif, ‘iciran’ tidak mempunyai kekuatan lasngsung sebagai vote buying (indirect vote buying). Sedangkan ‘bom-boman’ adalah bentuk dari jual-beli suara antara para calon kepala desa dengan pemilih. Ia bersifat eksklusif, artinya tidak semua pemilih yang mendapatkkan. Hanya dilakukan dalam sekup transaksi yang menjanjikan, yaitu diberikan pada pemilih yang dipandang loyal pada calon. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan suara yang pasti. Sifat eksklusif tersebut membuatnya berfungsi sebagai vote buying. Dari ketiga bentuk tersebut, menunjukkan bahwa uang mempunyai kekuatan yang tidak dapat dengan mudah dilenyapkan. Keberadaannya sebagai instrumen yang mampu meningkatkan voters turn out sangat menentukan masa depan pemerintahan desa. Dalam kasus di Sugih Waras, uang telah menjadi bahan bakar untuk berjalannya demokrasi. Dan selama masih berlaku hukum supply-demand, praktek politik uang dalam kehidupan demokrasi tidak akan mudah untuk dilenyapkan.
Kata Kunci : Pemilihan Umum - Indonesia