Laporkan Masalah

Magersari dan Konflik Pengelolaan Asrama Polri Balapan (Studi Kasus Mengenai Upaya Warga Mencapai Kepastian Hak Atas Tanah Melalui Pengajuan Permohonan Magersri Atas Tanah Asrama Polri Balapan)

KHASANAH, RR. Tantri Jazziyatul, RR. Tantri Jazziyatul Khasanah

2006 | Skripsi | Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (dh. Ilmu Sosiatri)

Di era otonomi sekarang ini tanah merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam pengelolaan potensi daerah, sedangkan DIY sekarang ini mengalami permasalahan dalam penyediaan tanah untuk pembangunan. Hal ini dikarenakan keterbatasan wilayah serta terbentur pada keistimewaan DIY dimana Keraton Yogyakarta telah memiliki otonomi agraria sejak dahulu. Salah satu konsekuensi dari keistimewaan tersebut adalah adanya hak magersari (pinjam pakai) yakni hak untuk memanfaatkan/mengelola tanah Keraton yang diberikan kepada instansi, institusi maupun masyarakat. Tanah Keraton di Balapan pada awalnya dipergunakan sebagai salah satu fasilitas umum milik Kepolisian yakni untuk Asrama Polri, ternyata sekarang ini dipergunakan oleh para purnawirawan dan keluarga purnawirawan, serta tanah kosong disekitarnya dipergunakan untuk kegiatan usaha antara lain untuk warung makan, wartel, toko kelontong, salon, dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya ketika dari Kepolisian mencoba melakukan penertiban penghunian Asrama, warga menolak untuk pindah dan justru menanggapi hal tersebut dengan mengajukan permohonan magersari atas tanah yang sekarang mereka tempati. Dilihat dari sudut pandang Ilmu Sosiatri, upaya warga mengajukan permohonan magersari dipandang sebagai upaya untuk mendapatkan jaminan kepastian hak atas tanah dari Keraton. Untuk menjelaskan fenomena tersebut dipergunakan Teori Konflik yang dikemukakan oleh Collins tentang kepentingan rakyat banyak, antara lain bahwa rakyat senantiasa ingin memiliki hal-hal tertentu yakni kekayaan, kekuasaan dan prestise. Collins menekankan pada beberapa hal antara lain pada susunan material yang mempengaruhi interaksi, dengan variable utama adalah sumberdaya yang dimiliki oleh actor yang berlainan. Teori ini dipergunakan untuk menjelaskan pengajuan permohonan magersari oleh warga Balapan. Sebagai upaya penyelesaian, peneliti memilih menggunakan savety valve yang ditawarkan oleh Coser. Keraton sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk mengatur kepentingan-kepentingan berbagai pihak atas tanah Balapan untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih besar sehingga masing-masing pihak dapat mengungkapkan kepentingannya dan tidak dirugikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif Studi Kasus dengan pendekatan fenomenologi, dimana pengumpulan data selain melalui observasi atas situasi, kondisi lingkungan Balapan, dan perilaku warga Balapan, pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan interview guide dan wawancara tidak terstruktur. Peneliti menentukan kriteria untuk memilih responden sesuai tujuan, sebagai bentuk dari purposive sampling. Wawancara tidak hanya dilakukan sekali, tetapi untuk beberapa informan peneliti melakukan beberapa kali wawancara sampai informasi yang diperlukan diperoleh. Jumlah informan tidaklah terlalu penting, dalam penelitian ini peneliti berhasil mendapatkan informasi dari 14 orang yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan pengelolaan tanah Balapan itu sendiri tidak lepas dari berbagai pertentangan kepentingan yakni konflik horizontal antar warga dikarenakan perbedaan penguasaan lahan dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menguasai lahan lebih dibanding warga yang lain seperti dalam hal ukuran bangunan rumah dan penguasaan tanah kosong, hal inilah yang membedakan alasan kenapa warga mengajukan permohonan magersari, serta adanya konflik vertikal antara warga Balapan dengan pihak Kepolisian karena pihak Kepolisian ingin mengembalikan fungsi Balapan seperti semula yakni sebagai asrama Polri. Dalam perkembangan pengurusan permohonan magersari, ternyata juga melibatkan pemerintah daerah sebagai pemegang ijin sebelumnya, serta sebagai pemberi rekomendasi kepada Keraton mengenai kesesuaian fungsi tanah yang di mohonkan magersari dengan tata ruang wilayah. Upaya yang telah dilakukan warga dalam proses pengajuan permohonan magersari sendiri kurang berhasil dikarenakan lemahnya posisi warga yang memiliki kepentingan pribadi atas tanah Balapan jika dibandingkan dengan posisi Kepolisian yang berdasarkan peraturan yang ada serta kebijakan dari Keraton, kepentingan tersebut digolongkan sebagai kepentingan umum. Selama ini belum ada upaya penyelesaian yang riil, yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah bagaimana menyelesaikan konflik yang ada agar tidak memberatkan pihak-pihak terkait. Rekomendasi yang dapat dikemukakan diantaranya adalah secepatnya mempertemukan pihak terkait, agar dicapai kebijakan yang tegas dan melibatkan semua pihak.

Kata Kunci : Pertanahan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.