Kebijakan yang Tidak Partisipatif: Studi Kasus Kebijakan Relokasi Pasar Wage Purwokerto, Kab. Banyumas
SUNDARI, Yudhiani Titi, Yudhiani Titi Sundari; Pembimbing: Erwan Agus Purwanto; Penguji: Subando Agus Margono, Ambar Widaningrum
2005 | Skripsi | Manajemen dan Kebijakan Publik (dh. Ilmu Administrasi Negara)ebijakan relokasi pasar yang dilakukan pada tahun 2002 didasarkan pada Perda No.2 tahun 1992 tentang Pasar. Permasalahan yang diangkat sebagai dasar kebaijakan adalah jumlah pedagang yang membludak serta kondisi pasar lama yang sudah rapuh. Di kemudian hari, terdapat ketidakpuasan pedagang atas kebijakan ini karena akses pasar baru yang sulit sehingga mereka kehilangan pembeli. Selain itu penempatan posisi pedagang basah di lantai II yang membuat mereka terpaksa pindah ke lantai I juga menjadi pemicu perpecahan anatara pedagang lantai I dan II. Dari fenomena tersebut, penulis mengindikasikan bahwa partisipasi pedagang tidak dilibatkan secara sepenuhnya dalam perumusan kebijakan sehingga kebijakan yang lahir justru merugikan pedagang sebagai stakeholders yang mendapat dampak langsung dari kebijakan.. Penelitian dilakukan untuk mengatahui sejauhmana partipasi pedagang dalam perumusan kebijakan relokasi pasar. Metode penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Untuk mengidentifikasi sejauh mana partisipasi dalam perumusan kebijakan menggunakan indikator (Binkerhoff,dalam Wibowo dkk,2004): Pemberian Infromasi sebagai indikator partisipasi pada Tahap Perumusan Masalah, Konsultasi sebagai indikator Tahap Penyusunan Agenda, dan Kolaborasi sebagai indikator pada Tahap Usulan Kebijakan. Hasil penelitian menujukkan pada tahapan perumusan masalah partisipasi sama sekali tidak terjadi, sedangkan pada tahap penyusunan agenda dan usulan kebijakan partisipasi yang terjadi adalah partisipasi semu. Pelibatan partispasi pedagang dalam jajak pendapat dan dengar pendapat hanya merupakan formalitas alat legitimasi pemerintah tanpa merubah kebijakan. Sementara itu inisitiatif dari pedagang untuk menolak relokasi dengan upaya dialog, demonstrasi, membuat legal opini, serta akhirnya class section tidak mendapat tanggapan pemerintah. Pemerintah lebih banyak menggunakan menggunakan powernya untuk meng goal kan rencana relokasi pasar, dengan melakukan tindakan yang arogan dan represif dari pada melakukan upaya jalan tengah mengatasi reaksi pedagang. Hal ini diperparah dengan posisi DPRD yang lemah. Bahkan oknum pemerintah merekayasa usulan kebijakan dalam dengar pendapat agar kebijakan relokasi mendapat legitimasi sebagai kebijakan yang aspiratif. Pengaruh lain yang cukup kuat mewarnai kebijakan datang dari investor yang “mendikte” kebijakan dengan modal dana yang besar. Sebaiknya pemerintah memilliki political will menentukan arah keberpihakan kebijakan kembali pada rakyat dengan jujur mengusut siapakah oknum yang bertanggung jawab atas permasalahan pasar wage, pemerintah juga seharusnya berkonsultasi dengan pedagang untuk menyelesaikan persoalan akses pasar yang sulit, serta sebuah saran bagi pedagang: perlunya kesatuan suara dari pedagang agar suara mereka lebih kuat di dewan.
Kata Kunci : Kebijakan Publik