Laporkan Masalah

Profil Audiens Teen Movie Holywood; Studi Lifestyle Penggemar Teen Movie Holywood

PRIMANDITO, Haryo, Haryo Primandito

2005 | Skripsi | Ilmu Komunikasi

”Kegelisahan intelektual” muncul ketika erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 menelan korban jiwa yang sangat banyak di Kinahrejo/Pelemsari, Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Bukankah kebijakan penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi telah dilakukan melalui pemantauan terhadap Gunung Merapi secara intensif dengan peralatan yang sangat canggih dan lengkap, program-program prabencana yang telah berjalan, serta sarana dan prasarana penanggulangan bencana yang memadai? Bukankah hubungan baik antara penguasa Gunung Merapi dengan penduduk di sekitarnya telah terjalin selama ini? Konflik terjadi sebagai akibat kebijakan pemerintah yang tidak mengakomodasi aspek kultural masyarakat. Masyarakat bingung dalam menentukan pilihan yang terbaik di saat krisis terjadi, mengikuti kebijakan pemerintah atau pengetahuan lokal yang telah menjadi panutan masyarakat selama ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik kebijakan dan pengetahuan lokal dalam pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang terjadi di Kinahrejo/Pelemsari, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DIY. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk memahami makna dari peristiwa erupsi Gunung Merapi dan yang mempengaruhi sikap dan tindakan orang-orang dalam menghadapi erupsi tersebut. Ada empat tahapan yang dilakukan dalam pendekatan fenomenologi ini yaitu proses epoche, phenomenological reduction, imaginative variation, dan syntesis of meaning. Informan yang dipilih berasal dari unsur pemerintah, masyarakat, dan komunitas penanggulangan bencana. Konflik didefinisikan sebagai pertentangan pendapat antara dua pihak. Terjadinya konflik antara pemerintah dengan masyarakat dalam studi bencana sebagai akibat perbedaan dalam mendefinisikan bencana, yang selanjutnya berimplikasi pada perbedaan pendapat dalam mengelola risiko bencana dan konflik dalam mengantisipasi terjadinya bencana. Risiko bencana ditentukan oleh ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity) yang dimulai dari tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Konflik yang terjadi harus diselesaikan dalam suatu kerangka mitigasi bencana berbasis pengurangan risiko. Konflik yang terjadi antara kebijakan pemerintah dan pengetahuan lokal sesungguhnya berakar pada perbedaan pendekatan yang digunakan. Konflik terjadi pada tahap saat tanggap darurat ketika status aktivitas vulkanik Gunung Merapi meningkat menjadi Waspada, Siaga, dan Awas. Dalam pengurangan risiko bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010, kebijakan yang digunakan pemerintah berbasis sains, sedangkan pengetahuan lokal menggunakan pendekatan kultural. Pendekatan sains yang diterapkan pemerintah dengan cara mengakomodasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus berkembang secara dinamis. Sebaliknya, pendekatan kultural yang dilakukan oleh masyarakat Kinahrejo/Pelemsari bersumber pada kehidupannya yang selama ratusan tahun berdampingan dengan Gunung Merapi. Rekomendasi yang diberikan sebaiknya pemerintah menyusun kembali Peta Risiko Gunung Merapi dengan mengakomodasi aspek kultural masyarakat, melakukan sosialisasi pemahaman risiko bencana yang bisa dipahami masyarakat lokal, mengungsikan hewan ternak terlebih dahulu sehingga masyarakat akan lebih mudah diungsikan, serta memfasilitasi pembentukan tim penanggulangan bencana tingkat dusun. Kata kunci: konflik, kebijakan pemerintah, pengetahuan lokal masyarakat, Gunung Merapi, erupsi, sains, dan kultural.

Kata Kunci : Film


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.