Kepemimpinan Negara Krisis :(Kajian Langkah dan Kebijakan Pemerintah BJ. Habibi dalam Konteks Masa Transisi 1998-1999)
Sayfa Auliya Achidsti, Erwan Agus Purwanto
2016 | Tesis | Manajemen dan Kebijakan PublikABSTRAKSI Abstrak: Momentum pergantian presiden pada 21 Mei 1998 membawa gegap-gempita dari seluruh masyarakat Indonesia. Demonstrasi yang telah berjalan sejak bulan-bulan sebelumnya, makin meningkat pada Mei 1998, mendapatkan hasilnya. Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Jatuhnya Soeharto secara otomatis digantikan oleh wakilnya, B.J. Habibie naik sebagai presiden. Jabatan kepresidenan Habibie pada nyatanya masih menimbulkan ketidakpuasan publik. Sedangkan, kondisi krisis Indonesia yang makin memburuk dampaknya pada multisektor perlu segera dibenahi. Kronologi chaos 1998 membuat kondisi penuh ketidakpastian: baik dari konstelasi politik, kondisi ekonomi, dan masalah-masalah sosial. Di sisi lain, ketidakpercayaan publik membuat pergantian presiden seakan-akan tidak berarti karena gelombang protes masih saja memunculkan demonstrasi. Melihat perihal Habibie, hal yang jarang terjadi adalah pandangan objektif yang menempatkan posisi kepresidenannya pada porsinya, dan bagaimana kondisi 1998-1999 mempengaruhi persepsi publik dalam melihat sosok Habibie dan pemerintahannya. Pada dasarnya, jabatan kepresidenan Habibie adalah sebagai pelaksana tugas. Dengan tuntutan publik yang berkembang saat itu, masa pemerintahan Presiden Habibie bukan berjalan untuk meneruskan periode Soeharto (5 tahun), melainkan hingga Pemilu yang rencananya akan diadakan secepatnya. Tugas kepresidenan Habibie meluas, dari hanya sebagai transisi administratif menjadi transisi politik dan krisis. Terdapat “beban politik” untuk mengantar Indonesia ke demokrasi dan pembenahan krisis. Dalam kebijakan publik (terutama tentang crisis handling), terdapat dua model besar kebijakan, yaitu berbasis waktu/momentum (timeframe) dan berbasis tahapan (phase). Pemerintahan transisi menerapkan keduanya secara bersamaan dalam politik kebijakan desentralisasi yang efektif dalam konteks 1998-1999. Dalam hal ini, masa pemerintahan Habibe terbagi dalam tiga periode (awal, tengah, dan akhir) dengan tiga prioritas tahapan (politik, ekonomi, dan sosial). Deliverabilitas kebijakan adalah inti persoalan bagaimana sebuah pemerintahan melakukan fungsi-fungsinya. Masalahnya, pemerintahan Habibie terbentur legitimasi yang rendah di tingkat publik. Masa awal pemerintahan Habibie dengan prioritas politiknya memiliki fungsi sebagai prakondisi deliverabilitas. Dengan telah terkondisikannya stabilitas di tingkat publik, masa tengah dengan prioritas pembenahan rupiah dapat relatif dilaksanakan dengan lancar. Masa akhir dengan prioritas kebijakan sosial (terutama Timor Timur) dalam kajian ini dilihat sebagai masa akuntabilitas politik Habibie. Kata Kunci: Habibie, krisis, kepemimpinan, legitimasi, politik kebijakan.
Kata Kunci : Kepemimpinan