Analisis Poskolonial Terhadap Tokoh Minke Dalam Roman Tetralogi Buru Karya Pramudya Ananta Toer
Robi Maradona, Drs. Purwanto, M.Phil.
2010 | Tesis | SosiologiPada penelitian ini penulis melakukan analisis poskolonial terhadap tokoh Minke didalam tetralogi Buru. Rumusan masalahnya adalah bagaimana memaknai peran Minke didalam Tetralogi Burn terhadap narasi historis kebangkitan nasional Hindia-Belanda pada fase awal abad ke-20 dan bagaimana pertarungan kekuasaan antara Minke dan Pangemanan. Tujuannya an tara lain: 1 ). Mengetahui bagaimana peranan tokoh Minke dalam konteks emansipasi bangsa Hindia didalam tetralogi Burn bisa dimaknai. 2). Mengetahui tentang bagaimana pertarungan kekuasaan yang terjadi antara tokoh Minke dengan pemerintah kolonial Hindia-Belanda yang diwakili oleh Pangemanann. Data penelitian diadapatkan dengan cara melakukan pemilahan-pemilahan terhadap teks-teks didalam tetralogi Buru, dan kemudian melakukan kategorisasi terhadapnya. Hal tersebut penulis maksudkan agar potongan-potongan teks tersebut bisa menjadi data terhadap bagian-bagian permasalahan yang sedang penulis analisis. Penelitian ini menggunakan metode poskolonial dengan menitik-beratkan pada pendekatan kritik orientalisme dan mimikri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientalisme menjadi benteng yang kokoh bagi struktur kekuasaan kolonial. Dalam upayanya untuk membawa bangsa HindiaBelanda kepada proses emansipasi dan kepada upaya untuk keluar dari struktur kekuasaan kolonialisme dan feodalisme, Minke malah menjadi tersingkir dari organisasi SDI. Proses penyingkiran Minke ini berawal dari hasil analisa politik yang dilakukan oleh Pangemanann. Penulis juga menemukan bahwa didalam rezim kolonialisme, Sindikat Pengusaha Gula Eropa (ALS) memiliki pengaruh dan kekuasaan yang sangat besar, bahkan melebihi kekuasaan dari seorang Gubemur Jenderal itu sendiri. Para orientalis bersama dengan birokrasi kolonial adalah para pelindung kekuasaan dari Sindikat Pengusaha Gula tersebut. Sementara itu, setelab mengalami proses kolonisasi yang sangat panjang, nasionalisme di Hindia-Belanda menjadi bersifat unik karena bukan merupakan bentuk dari nasionalisme kebahasaan, sebagaimana yang terjadi pada negara-negara Eropa. Nasionalisme di Hindia-Belanda adalah nasionalisme yang terbangun berdasarkan garis-garis geo-politik wilayah kekuasaan pemerintah kolonial. Prosesnya tidak terjadi secara alamiah, dalam arti terlalu banyak campur tangan pemerintah kolonial disana, misalnya dalam hal ekonomi, sosial, politik, dan bahasa Minke dan Pramudya memiliki kesamaan, terutama dalam hal ideologi, antikolonialisme, neo-kolonialisme dan anti-feodalisme. Minke misalnya pemah membuat takut tiga negara adidaya imperial seperti, Inggris, Prancis, dan Belanda. Minke adalah orang pertama yang membawa konsep nasionalisme kepada bangsa Hindia dan sekaligus memperjuangkannya. Ia sangat berarti bagi bangsanya.
In this thesis the writer analyzes the role of Minke on the emancipation of Hindian-Netherland people in Buru tetralogy using postcolonial approach. The research questions are what the meaning of Minke's role on emancipation of Hindian-Netherland people in the beginning of 20th century is and how the clash of power between Minke and Pangemanann is. The purposes are: 1). To know the role of Minke on the HindianNetherland emancipation in tetralogi Buru. 2). To know the clash of power between Minke and Hindia-Netherland government represented by Pangemanann. The research data are collected by sorting the texts of tetralogy Buru and then categorizing them. It is intended to change the separated texts to be some useful data of writer's research. This research uses postcolonial methodology and orientalism-criticism and mimicry approaches. By using this research method, the writer analyzes the data. The result of this research is the oriental ism becomes the great wall of structure of colonial power. In his effort to bring Hindian nation to the process of emancipation and also to move out from domination of colonialism and feudalism, Minke was separated from SDI. Apparently, the Hindian-Netherland government had the big role for that situation. The process to separate Minke from SDI was supported by the political analyze doing by Pangemanann. In doing his analysis, the writer also found that in colonialism regime, the capitalist-syndicate of sugar plantation (ALS) had big power to influence the political and economical policies of Hindian-Netherland government. The orientalist together with the Hindian-Netherland government became the protector of that capitalistsyndicate of sugar plantation (ALS). Meanwhile, after experiencing long era of colonization, the form of nationalism in Indonesia turns very strange. It is different from the nationalism happened in west-Europe. The nationalism in Indonesia is based on the geo-political line of its arranged by its ex-colonizer. It can be seen from some aspects, for example language, economical, political, and culture. There are some similarities between Minke and Pramudya. Those are about their ideology and their anti-feudalism and anti-imperialism strategies. Especially Minke, he brought fearfulness to the three super-power nation like English, France, and Netherland. In Buru tetralogy, Minke became the first-person who brought the concept of nationalism and struggled for it. His role to Hindia nation was so great.
Kata Kunci : Minke, Kekuasaan, Imperialisme, Emansipasi, dan Orientalisme