KAUKUS PEREMPUAN POLITIK INDONESIA (KPPI) DAN PEMBERDAYAAN POLITIK PEREMPUAN
UI Ardaninggar Luhtitianti, Krisdyatmiko
2010 | Tesis | SosiologiSubordinasi perempuan di bidang politik yang diakibatkan oleh budaya politik patriarki di masyarakat dan parpol serta berbagai hambatan yang muncul dari dalam diri perempuan sendiri mendorong aktivis perempuan dari berbagai macam parpol untuk membentuk Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI). Fokus kerja mereka adalah pemberdayaan politik perempuan yang dilakukan dengan melalui dua strategi yakni advokasi dan capacity building. Fokus advokasi mereka adalah mendorong 30% keterwakilan perempuan di lembaga politik dan partai politik. Sementara capacity building dilakukan untuk meningkatkan kapasitas politik dan legislasi anggotaanggotanya. Untuk mengetahu bagaimana KPPI melakukan program-program pemberdayaan politiknya, maka dilakukanlah penelitian untuk melihat sejauh mana kedua strategi tersebut mendatangkan hasil dan manfaat bagi anggota KPPI dan perempuan secara umum. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana stategi advokasi dan capacity building KPPI dalam melakukan pemberdayaan politik perempuan yang terfokus pada keterwakilan perempuan di parpol dan parlemen. Serta menganalisis sejauhmana hasil dan manfaat yang bisa didapatkan dari kedua strategi tersebut dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam, studi pustaka dan penelusuran dokumen. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa KPPI belum bisa dikatakan sebagai sebuah gerakan civil society yang ideal untuk melakukan pemberdayaan perempuan. Hal ini dikarenakan ketergantungan pendanaannya kepada funding agency bernama National Democratic Institute (NDI) untuk setiap program-program pemberdayaan yang mereka selenggarakan. Sehingga kondisi ini membuat kegiatan pemberdayaan KPPI menjadi project oriented. KPPI juga masih eksklusif dan elitis dalam geraknya sehingga tidak mampu membuka diri dan memperluas jaringan ke OMS (Organisasi Masyarakat Sipil) lain, padahal sinergisitas antar masyarakat sipil sangat diperlukan dalam sebuah pemberdayaan. Banyaknya program dan dana ternyata juga belum bisa memberikan manfaat bagi perempuan grassroot karena KPPI hanya fokus di tingkat elite perempuan parpol saja. Sehingga, peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen belum bisa diiringi dengan banyaknya dukungan perempuan grassroot terhadap wakil-wakil perempuan mereka yang berada di legislatif. Kata Kunci : pemberdayaan, capacity building, advokasi, keterwakilan
Kata Kunci : Politik Perempuan