PATRONASE SEBAGAI PILIHAN DILEMATIS: REKRUTMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL KABUPATEN SEMARANG

ADHITYA WICAKSONO, Prof. Drs. Purwo Santoso M.A. Ph.D

2017 | Skripsi | S1 ILMU PEMERINTAHAN (POLITIK DAN PEMERINTAHAN)

Di Indonesia ini pola hubungan patronage atau patronase sudah membudaya dari zaman kolonial belanda. Patronase ini terjalin sebagai hubungan timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat untuk mengatasi kepentingan tertentu, baik dalam domain formal maupun informal dengan melibatkan pertukaran sumberdaya tertentu. Dalam hubungan ini patron memiliki posisi relatif lebih kuat dalam menentukan keputusan, namun melalui relasi yang dijalin teratasi pula kepentingan client yang bersangkutan. Karena situasi seperti ini, patronase cenderung diwacanakan sebagai dalam pengelolaan kepentingan publik. Studi ini mengacu pada Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Semarang. Dimana terdapat animo masyarakat terhadap kegiatan patronase dalam penerimaan Aparatur sipil Negara. Ada tokoh-tokoh yang memiliki andil besar dalam menentukan sebuah keputusan pada rangkaian kegiatan rekrutmen kepegawaian. Berbagai opini masyarakat dalam melaksanakan rekrutmen terdapat kegiatan eksploitasi yang membentuk sebuah kesepakatan oleh masing-masing pihak. Mengingat sejauh ini memiliki karir sebagai Aparatur Sipil Negara merupakan pekerjaan yang masih menjadi primadona di kalangan masyarakat. oleh karenanya dalam penelitian ini penulis bertujuan untukmelihat fenomena patronase yang terjadi di Kabupaten Semarang. Dengan menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan Studi Kasus. Penulis bermaksud melihat fenomena patronase yang membentuk sebuah hubungan yang bersifat informal beroperasi dalam ranah formal. kemudian mencoba berempati mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung kegiatan tersebut tetap berlangsung. Penulis melihat pola patronase berkaitan dengan kegiatan pemenuh kepentingan atau scara teoritis disebut rent-seeking. Dengan menelaah dari kacamata formal dan informal sehingganya kita dapat lebih bijak untuk menilai kegiatan ini. Dalam rekrutmen yang terjadi di kabupaten semarang menunjukan bahwa proses yang berjalan ditengarai oleh kegiatan patronase yang berdampak adanya patologi dalam struktur birokrasi. Dalam konteks ini, perlu diingat bahwa, sebetulnya ada prosedur informal disamping prosdedur formal yang dimaksudkan. Relasi antar instansi terkait sebagai bagian pelaksanasrekrutmen tidak terharmonisasi dengan baik. Ada sekelompok birokrat yang mengadopsi budaya paternalistik dalam melaksanakan tugasnya, ada fungsi paternalistik ini juga menjadi harapan para client. Dengan cara memanfaatkan posisi strategis dan memiliki kuasa untuk menjadi patron dalam lingkup rekrutmen kepegawaian, dengan cara membentuk central commando kepada birokrat dengan jabatan yang lebih rendah. Hanya saja, komando ini tidak jarang didedikasikan untuk kepentingan komunal yang dirinya tidak bisa menghindar.

In Indonesia this pattern of patronage or patronage relationship has been entrenched from the Dutch colonial era. This patronage is established as a reciprocal relationship between government and society to overcome certain interests, both in the formal and informal domains by involving the exchange of certain resources. In this relationship the patron has a relatively stronger position in determining the decision, but through the relationship that is woven is also resolved the interests of the client concerned. Because of this situation, patronage tends to be discouraged as in the management of the public interest. This study refers to Civil Servant Recruitment in Semarang Regency. Where there is public interest on patronage activities in the acceptance of State civil apparatus. There are figures who have a big part in determining a decision on a series of personnel recruitment activities. Various public opinion in carrying out recruitment there are exploitation activities that form an agreement by each side. Given so far has a career as the State Civil Apparatus is a job that is still a prima donna in the community. Therefore in this study the authors aim to see the phenomenon of patronage that occurred in Semarang regency. Using qualitative methodology with Case Study approach. The author intends to see the phenomenon of patronage that forms an informal relationship operating in the formal sphere. Then trying to empathize with identifying the factors that support the activity continues. The author looks at patronage patterns relating to the interests or theoretical activities called rent-seeking. By studying from formal and informal sunglasses so we can be wiser to assess this activity. In the recruitment that occurred in the district of Semarang showed that the running process is suspected by the activities of patronage that impact the existence of pathology in the bureaucratic structure. In this context, it should be borne in mind that, in fact, there is an informal procedure in addition to the formal procedure intended. The relation between the related agencies as part of the implementation of the harmonized recruitment is not well harmonized. There is a group of bureaucrats who adopt paternalistic culture in carrying out their duties, there is a paternalistic function is also a hope of the client. By utilizing strategic positions and having the power to become a patron within the scope of personnel recruitment, by establishing central commando to bureaucrats with lower positions. Only, this command is not infrequently dedicated to communal interests that he can not escape.

Kata Kunci : Patronage, Patron, client, formal, informal, interests, exploitation.