Delimitasi Opsi Batas Maritim Indonesia-Malaysia-Vietnam di Laut Tiongkok Selatan Pasca Putusan Tribunal 2016 Menggunakan Metode Three-Stage Approach
RAHMAH DEVI HAPSARI, I Made Andi Arsana, ST, ME, Ph. D
2017 | Skripsi | S1 TEKNIK GEODESIBerdasarkan Hukum Laut atau UNCLOS, suatu negara berhak untuk melakukan klaim atas kawasan maritim berupa Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen. Indonesia melakukan klaim sejauh 200 mil dari garis pangkal kepulauan sebagai ZEE yang mengakibatkan adanya tumpang tindih dengan zona maritim negara lain. Dengan luas wilayah Indonesia yang membentang dari barat ke timur dan jaraknya yang relatif dekat dengan tetangga, Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yaitu Thailand, India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia. Klaim tumpang tindih antar negara berbatasan tersebut adalah konsekuensi dari jarak dan ketentuan UNCLOS. Jika tidak dikelola dengan baik, semua itu berpotensi dapat menimbulkan konflik atau sengketa. Salah satu klaim tumpang tindih antar negara terjadi karena adanya klaim Tiongkok dengan sembilan segmen garis putus-putus atau nine-dash line di kawasan Laut Tiongkok Selatan. Klaim tersebut sebenarnya tidak berdasarkan UNCLOS tetapi karena alasan historis. Konsekuensi dari adanya klaim tersebut adalah adanya tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan ZEE Tiongkok meskipun Indonesia tidak mengakui secara formal. Pada tanggal 12 Juli 2016 keluar putusan atas aduan Filipina terhadap klaim Tiongkok tersebut. Putusan yang dikeluarkan oleh Permanent Court of Arbitration yang disebut dengan PCA Award atau putusan Tribunal tersebut menjadi monumentasi bahwa klaim Tiongkok terhadap Laut Tiongkok Selatan dengan nine-dash line tersebut tidak diakui. Akibatnya setelah putusan itu keluar, ada penegasan resmi bahwa Indonesia secara sah tidak memiliki klaim tumpang tindih dengan Tiongkok. Oleh karena itu, klaim yang terjadi di wilayah Laut Tiongkok Selatan hanya terjadi terhadap klaim ZEE Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Penyelesaian delimitasi batas maritim dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti negosiasi, mediasi, perundingan arbitrase dan bantuan lembaga peradilan internasional seperti Mahkamah Internasional atau ITLOS. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk menyelesaikan delimitasi batas maritim antara Indonesia, Malaysia dan Vietnam menggunakan metode Pendekatan Tiga Tahap (Three-Stage Approach). Hasil dari penelitian ini adalah visualisasi tumpang susun antara tiga negara di wilayah klaim, garis batas Zona Ekonomi Eksklusif antara tiga negara dan analisis opsi delimitasi untuk melakukan delimitasi. Sehingga, hasil dari metode ini dapat digunakan sebagai pertimbangan obyektif penyelesaian atau pemecahan sengketa/konflik batas yang mungkin terjadi di wilayah Laut Tiongkok Selatan antara Indonesia, Malaysia dan Vietnam.
Based on the Law of the Sea Convention or UNCLOS, a country is allowed to claim maritime areas consisting of Territorial Sea, Contiguous Zone, Ecxclusive Economic Zone (EEZ) and Continental Shelf. Indonesia has claimed as far as 200 nautical miles from its archipelagic baseline as EEZ which causes overlapping area with other maritime entitlement of neighbouring countries. With the length of Indonesia coastlines spreading from west to east as well as due to the distances between Indonesia and other countries, Indonesia share borders with ten countries such as Thailand, India, Malaysia, Singapore, Vietnam, Phillipines, Palau, Papua New Guinea, East Timor and Australia. The overlapping claims between those countries are the consequences of the relatively short distances among them and UNCLOS provisions. If those overlapping areas were not well managed, there could be a potential of conflicts or disputes. One of the overlapping claim between neighbouring countries apparently happen as the impact of China's claim with its nine-dash line in South China Sea area. The claim were in fact not based on UNCLOS but on history that China claims. The consequence of China's claim was an infered overlapping EEZ between Indonesia and China even though Indonesia does not officially acknowledge China's claim. On 12 July 2016, the Permanent Court of Arbitration (the Tribunal) released a decision of the case filed by the Phillipines against China. The Tribunal Award has become a monumentation that China's claim in South China Sea through the nine-dashed line is legally invalid. Therefore, after the decision, there is a legal affirmation that Indonesia does not have any overlapping claims with China. Moreover, the overlapping claims of Indonesia around South China Sea is only with Malaysia and Vietnam. The settlement of maritime boundary delimitation can be done by several ways such as negotiation, mediation, arbitration and through submission to international court such as International Court of Justice and ITLOS. In this research, the method used to settle maritime boundaries between Indonesia, Malaysia and Vietnam is three-stage approach. The result of this research are overlapping visualization between three claiming countries, the boundary line of EEZ between those three and the analysis of the delimitation options. Therefore, the result of this method could be used as objective alternatives to settle maritime boundaries and to prevent potential conflicts or possible disputes which might happened in the South China Sea between Indonesia, Malaysia and Vietnam.
Kata Kunci : three-stage approach, putusan Tribunal 2016, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)