Sanggar dan Museum Seni Pahat Batu di Muntilan dengan Penekanan Arsitektur Ekologis
NABILA ISMI AMALINA, Dimas Wihardyanto, S.T., M.Sc.
2017 | Skripsi | S1 ARSITEKTURMuntilan merupakan daerah yang terletak di jalur persimpangan transportasi dan ekonomi Yogyakarta dan Magelang. Secara geografis daerah ini juga menghubungkan antara Gunung Merapi dan salah satu ikon wisata di Indonesia yakni Candi Borobudur. Adanya hal tersebut menjadikan daerah ini menjadi tempat persinggahan pekerja pembuatan Candi Borobudur berikut candi-candi yang tersebar disekitarnya hingga pada akhirnya mulai berkembangnya kerajinan seni pahat batu di Muntilan. Kecamatan Muntilan maupun Kabupaten Magelang pada umumnya dikenal dengan udara sejuknya, karena terletak di dataran tinggi. Hal ini juga didukung oleh kondisi lingkungan yang belum berkembang pesat, sehingga terhindar dari polutan berlebih dan bangunan bertingkat yang mulai menjamur. Kehidupan perkampungan pun masih terlihat jelas di daerah ini dengan kesederhanaan tempat tinggalnya yang ditandai dengan banyaknya lahan kosong dan lahan pertanian maupun perkebunan. Oleh karena itu, konsep perancangan sanggar dan museum seni pahat batu di Muntilan dengan pendekatan arsitektur ekologis ini dapat menyelesaikan permasalahn mengenai desain ekologis bangunan dalam penggunaan hemat energi, penggunaan bahan material ramah lingkungan, responsif terhadap iklim, dan sebagainya mampu diterapkan pada sebuah bangunan berwawasan lingkungan.
Muntilan sub-district of Magelang regency lies at the transportation and economy crossroads of Yogyakarta and Magelang. The sub-district also geographically connects Mount Merapi and one of Indonesia's tourism icon, Borobudur Temple. In the past, those condition caused the builders of Borobudur Temple and other nearby temples to reside in Muntilan, which eventually evolves to the existing stone carving art in Muntilan. Muntilan sub-district and Magelang regency in general is known for the cool weather as it is located on higher grounds. The surrounding environment depicts typical suburban area, with less pollutants and multi-storey buildings. Rural areas can also be seen in Muntilan and can be identified by the existence of simple dwellings, low population density, and open swath of land with vast farming area. Referring to those condition, the concept of ecological architecture in the design of stone carving art workshop and museum in Muntilan is chosen to address the issues of ecological design, such as low energy usage, eco-friendly materials, climate-responsive design, and so forth.
Kata Kunci : arsitektur ekologis, seni pahat batu, lingkungan