VALUE RELEVANCE ATAS PENERAPAN KONSEP NILAI WAJAR DIBANDING BIAYA HISTORIS DI INDONESIA (Event Study: Masa Sebelum dan Sesudah Penerapan Standar Tentang Pengukuran Nilai Wajar Untuk Menyusun Laporan Keuangan)

NUGROHO WISNU MURTI, Suyanto, M.B.A.,Ph.D

2017 | Tesis | S2 Ekonomika Pembangunan

Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu: 1) menguji kebermanfaatan konsep nilai wajar dibanding dengan biaya historis terhadap kinerja entitas terbuka di Indonesia; 2) mengetahui bagaimana konsep nilai wajar berjalan setelah penerapan standar tentang pengukuran nilai wajar yang baru; dan 3) mengetahui peran penilai yang diduga memoderasi relevansi konsep nilai wajar. Populasi penelitian adalah laporan keuangan seluruh emiten di Indonesia yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 atau sebelumnya. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah non probability dengan teknik purposive sampling. Alat analisis yang digunakan terdiri dari regresi berganda data panel, paired t-test, dan uji variabel moderasi dengan model absolut residual. Hasil penelitian ini menunjukkan relevansi nilai wajar lebih tinggi dibanding biaya historis terhadap economic value added. Relevansi nilai wajar ini juga terbukti terhadap return saham, sedangkan biaya historis memiliki hubungan negatif terhadap return saham. Temuan kedua penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan signifikan tentang akurasi penyajian nilai wajar oleh emiten pada masa satu tahun sebelum dan sesudah penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 68 yang efektif mulai 1 Januari 2015. Indikasi penyebab hal tersebut adalah peran strategis penilai yang belum menjadi prioritas untuk pengungkapan nilai wajar. Indikasi ini mendasarkan pada temuan bahwa ukuran kantor akuntan publik sebagai proxy variabel penilai, ditemukan tidak signifikan negatif terhadap tingkat akurasi penyajian nilai wajar. Hubungan negatif ini memberikan sinyal bahwa volatilitas harga pasar di Indonesia perlu diperhatikan untuk merumuskan standar pengukuran nilai wajar pada laporan keuangan tentang prioritas penyajian nilai wajar pada level tertentu saja. Saran yang dapat disampaikan adalah peninjauan kembali atas standar pengungkapan nilai wajar pada level 1, yang menjadi prioritas penyajian nilai wajar pada laporan keuangan di Indonesia. Saran kedua adalah pengungkapan pihak penilai independen dalam rangka melakukan verifikasi penyajian nilai wajar pada semua level, sebagaimana saat ini emiten memiliki kewajiban untuk mengungkap pihak independen seperti Kantor Akuntan Publik untuk melakukan audit laporan keuangan. Saran kedua tersebut mendasarkan pada temuan bahwa profesi independen sebagai variabel yang memoderasi positif atas relevansi nilai wajar terhadap sentimen pasar.

The aims of this study are: 1) to examine the usefulness of fair value concept compared to historical cost; 2) to know how the effect of fair value concept after a new standard has been established in Indonesia; 3) to know the role of appraiser in fair value implementation. Population of this study is the financial statements of all companies which listed on the Indonesia Stock Exchange in 2014 or earlier. The method of sample selection is non probability sampling with purposive sampling technique. The analytical tools consisted of multiple regression in panel data, paired t-test, and moderation variable test with absolute residual model. The first result of this study indicate the relevance of fair value is higher than the historical cost of economic value added. The relevance of fair value is also proven to stock return, while historical cost has a negative relation to stock return. This study proves that there is no significant difference in the accuracy of fair value disclosure during a year before and after the application of Statement of Financial Accounting Standard (PSAK) 68 beginning in January 1, 2015. The indication of the cause is the strategic role of the appraiser who has not yet become a priority for fair value disclosure. This indication is based on the finding that the size of the public accounting firm as a proxy of the appraiser variable is found to be insignificantly negative to the accuracy of the fair value presentation. This negative relationship gives a signal that market price volatility in Indonesia needs to be considered to formulate fair value measurement standards on financial statements about priority of fair value presentation at a certain level only. The suggestion can be submitted to review of the fair value disclosure standard at level 1, which is a priority of fair value presentation in the financial statements in Indonesia. The second suggestion is the disclosure of the independent appraiser in order to verify the presentation of fair value at all levels, as currently all companies which listed on the Indonesia Stock Exchange have an obligation to disclose independent profession such as the Public Accounting Firm to audit the financial statements. The second suggestion is based on the finding that the independent profession as a positive moderating variable over the relevance of fair value to market sentiment.

Kata Kunci : Kata kunci: Nilai Wajar, Biaya Historis, Akurasi Penyajian Nilai Wajar, PSAK 68, Penilai