KEGAGALAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) DI KABUPATEN ACEH TENGAH

SABIRIN, Abdul Gaffar Karim,MA

2015 | Tesis | S2 ILMU POLITIK MINAT POLITIK LOKAL DAN OTONOMI DAERAH

Dinamika politik-pemerintahan di Indonesia pasca reformasi menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Salah satunya terkait dengan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam perkembangannya kedua konsep ini ternyata belum sepenuhnya dapat berjalan dengan sukses, sebagai contoh adalah kegagalan peran Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) di Kabupaten Aceh Tengah. Keberadaan MPU di Kabupaten Aceh Tengah sebenarnya telah melalui serangkaian sejarah yang panjang, dimana insitusi ini sebenarnya telah dirintis pada era 1960-an yang pada masa ini dinamakan dengan persatuan ulama. Seiring dengan berkembangnya waktu, MPU mengalami revitalisasi pada tahun 2009 sehingga keberadaannya menjadi bagian penting dalam struktur pemerintah daerah Kabupaten Aceh Tengah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan deskriptif eksplanatif, data-data dikumpulkan dari buku, media cetak dan internet, selain itu penulis juga melakukan observasi langsung dilapangan ditambah dengan wawancara kepada para pembuatan kebijakan daerah di Kabupaten Aceh Tengah. Pada kenyataannya keberadaan MPU sebagai penasehat pembuatan kebijakan pada kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dalam membangun sistem religius (Syariah Islam) yang kondusif ternyata kurang dapat berjalan secara efektif. Kasus ini ternyata dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya dis-orientasi organisasi hingga adanya ketidaksesuaian dengan kondisi nilai, norma dan adat istiadat (Sarak Opat) sebagai salah satu sistem pemerintahan adat yang berkembang di Kabupaten Aceh Tengah. Dalam penelitian ini akan diuraikan lebih lanjut tentang kegagalan MPU di Kabupaten Aceh Tengah ditinjau dari analisis aspek performance, sumber daya teknis dan keuangan, kronisitas masalah serta dukungan dan partisipasi publik.

The dynamics of political Governmental in Indonesia after the reform shows the rapid growth. One of them related at the decentralization and local autonomy. In the development of these are two concepts is not able fully to run successfully yet, as an example is the failure role Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) in Kabupaten Aceh Tengah or the religious leaders Consultative of Assembly in Central Aceh. The existence of MPU in central Aceh has a long history absolutely, this institution has actually pioneered in the early of 1960-s then during this period is called the unity of the religious leaders Consultative of Assembly. The MPU has been revitalized in 2009 that its presence is important in the structure of the local government district of Central Aceh. The author uses the research methodology are; descriptive qualitative and an explanatory descriptive data is collected from books, media and the Internet, in addition, researcher is conducted direct observations in the field coupled and interviewing with the policy makers in the area of Central Aceh district. In the reality, the existence of MPU as policy advisor on government policy-making Central Aceh District to build the religious system (Syariah Islam) which s turned out to be less conducive in working effectively. This case was affected by various things, they are; disorientation of organization for discrepancies with the condition value, the norms and customs (Saraq Opat) it is one of the traditional governance system was developed in Central Aceh. In this research to describe on the MPU failure in Central Aceh district in terms of the analysis of aspects of performance, technical and financial resources, the chronicity of the problem as well as support and public participation.

Kata Kunci : Desentralisasi, MPU dan Kearifan Lokal (Sarak Opat)