Pengakuan Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri oleh Majelis Ulama Indonesia Ditinjau dari Prinsip Most Favored Nation
HANINDITO DANUSATYA, Prof. M. Hawin., S.H., LL.M., Ph.D
2017 | Skripsi | S1 ILMU HUKUMPengakuan Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri (LSHLN) adalah salah satu mekanisme yang disediakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam rangka memfasilitasi dan memberikan kemudahan perdagangan bagi para pelaku usaha pangan halal lintas negara. Sebagai bagian dari sarana dalam perdagangan internasional khususnya terkait dengan hambatan non-tarif, sudah seharusnya mekanisme ini tunduk pula pada hukum WTO dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. Agreements of Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) sudah seharusnya menjadi landasan pijak mekanisme ini. Prinsip yang juga perlu diacu ialah prinsip Most Favoured Nation (MFN) yang merupakan turunan dari prinsip non-diskriminasi yang merupakan pondasi dari hukum WTO. Dengan latar belakang tersebut, penulis melakukan penulisan hukum berjudul PENGAKUAN LEMBAGA SERTIFIKASI HALAL LUAR NEGERI OLEH MAJELIS ULAMA INDONESIA DITINJAU DARI PRINSIP MOST FAVOURED NATION. Hal yang menjadi rumusan masalah penulisan ini ialah kedudukan pengakuan LSHLN oleh MUI ini dalam TBT Agreement dan kesesuaian mekanisme ini dengan prinsip MFN. Tujuan penulisan hukum ini ialah untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan pengakuan LSHLN oleh MUI dalam TBT Agreement serta untuk mengkaji dan menganalisis kesesuaian mekanisme pengakuan LSHLN oleh MUI ini dengan prinsip MFN. Penulisan ini berjenis normatif empiris yang menggunakan data primer dan sekunder untuk merangkai kajian dan analisis yang ada serta menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam proses analisis data. Hasil dari penelitian pada penulisan hukum ini ialah bahwa pengakuan LSHLN oleh MUI ini pada dasarnya termasuk pada kegiatan pengakuan atas ekuivalensi yang diatur dalam Article 2.7 TBT Agreement dan Article 8.1 TBT Agreement. Mekanisme pengakuan ini berpotensi bertentangan dengan prinsip MFN dengan adanya klausula wajib anggota World Halal Food Council (WHFC) dalam kriteria pengakuan. WHFC sendiri bukan merupakan entitas yang dapat menerima pengecualian atas prinsip MFN.
Recognition of Foreign Halal Certification Body (FHCB) is a mechanism provided by Majelis Ulama Indonesia (MUI) in facilitate and ease the international trade of halal product. As the part of international trade facilitation mechanism, especially related with the non-tarriff barriers, this mechanism should comply the WTO law, where Indonesia is the member of it. Agreement of Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) should become the legal basis of this mechanism. The derivate of the non-discrimination principle, the Most Favored Nation (MFN) principle, which it is the cornerstone of the WTO law, also must be complied in its practice. With those backgorund, authors then construct a legal writing about RECOGNITION OF FOREIGN HALAL CERTIFICATION BODY PROVIDED BY MAJELIS ULAMA INDONESIA IN THE PERSPECTIVE OF MOST FAVOURED NATION PRINCIPLE. The problems discussed inside are, the position of this recogntion in the TBT Agreement and the conformity of this practice with the MFN principle. The purpose of this writing is to know and analyze the position of this mechanism in the TBT agreement and to review and analyze the conformity of this mechanism with MFN principle. This research conducted in normative empirical research, using primary and secondary data and analyzed with descriptive qualitative method. The result of the research in this legal writings is, that the recognition of the FHCB by MUI is part of the equivalence recognition as it ruled in Article 2.7 and 8.1 TBT Agreement. This recognition mechanism is contradict with the MFN principle. It caused by the exclusive clause of the WHFC's membership obligation. WHFC itself cannot be categorized as an entity who receive the MFN principle exception. Keyword : Equivalence's recognition, Halal Certification, TBT Agreement, WTO
Kata Kunci : Equivalence's recognition, Halal Certification, TBT Agreement, WTO