Laporkan Masalah

MAKNA DIALEKTIKA BIDIMENSIONAL DALAM PEMIKIRAN ALI SYARI'ATI (Perspektif Filsafat Sejarah dan Kontribusinya bagi Memperkokoh Pancasila)

MOH. AHSANUDDIN JAUHARI, Prof. Dr. Joko Siswanto; Drs. M. Mukhtasar Syamsuddin, P.hD of Arts

2017 | Disertasi | S3 Ilmu Filsafat

Disertasi dengan judul: Makna Dialektika Bidimensional dalam Pemikiran Ali Syari'ati (Perspektif Filsafat Sejarah dan Kontribusinya bagi Memperkokoh Pancasila) ini bertujuan untuk mendeskripsi dan menganalisis secara kritis filsafati berkenaan; (1) Kerangka dasar filosafis, orientasi dan koherensi historisnya; (2) Konteks sosiologis, heuristik dan Pancasila, untuk menemukan peranan teori dialektika bidimensional dalam filsafat sejarah Ali Syari'ati, agar dapat dijadikan sebagai jalan untuk menemukan arah baru terhadap masalah-masalah yang timbul kemudian. Proses penelitian dalam disertasi ini mengikuti langkah-langkah sistemik sebagai berikut: (1) Menginventarisasi data sesuai dengan ruang lingkup penelitian secara apa adanya dengan menggunakan metode deskripsi; (2) Memilah-milah data agar menjadi jelas dan terpilah-pilah antara data primer dan data skunder; (3) Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode hermeneutika; (4) Menyusun draft hasil penelitian; (5) Merefleksikan hasil penelitian yang sudah dianggap final dalam bentuk laporan. Hasil penelitian dalam disertasi ini dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Koherensi historis pemikiran dialektika bidimensional dalam filsafat sejarah Ali Syari'ati, lebih disemangati oleh upaya mengembalikan masyarakat Iran, terutama generasi mudahnya, yang tergila-gila pada pola hidup Barat dan Marxisme kepada pangkuan Iman dan Islam kembali, sebagai ideologi pembebasan dari tirani dan penindasan; (2) Dialektika Subjektif, dalam batas-batas tertentu, mirip dengan dialektika Hegel, sebab dialektika ini terjadi dalam diri setiap individu manusia, dengan sifatnya yang batiniah dan berlangsung dalam esensinya sendiri, berbentuk pertarungan atau kontradiksi antara tesis/ roh Allah sebagai lambang kebenaran dan antitesis/ lempung busuk sebagai lambang kebathilan atau kejahatan, sehingga menjadilah manusia sebagai realitas kontradiksi dialektis; (3) Dialektika objektif juga, dalam batas-batas tertentu, mirip dengan dialektika Marx, sebab sifatnya yang meterial dan berlangsung dalam kehidupan yang lebih lahiriah, berbentuk pertarungan atau kontradiksi antara tesis/ Habil, sebagai simbol kebenaran atau masyarakat tanpa kelas dan antitesis/ Qobil, sebagai simbol kejahatan atau masyarakat kelas, sehingga menjadilah sejarah sebagai realitas kontradiksi dialektis sebagaimana manusia itu sendiri; (4) Dialektika objektif dalam sejarah sesungguhnya adalah transformasi dari dialektika subjektif dalam diri setiap individu manusia, yang merupakan komponen utama dan pertama sejarah atau sebagai jangkar sejarah. Sejarah menjadi bersifat spiritual dan material sekaligus atau bidimensional, dan inilah yang dimaksudkan dengan dialektika bidimensional dalam filsafat sejarah Ali Syari'ati; (5) Proses kontradiksi dialektis yang terjadi dalam diri setiap individu manusia dan sejarah itu, terus menerus bergerak maju secara progresif evolusioner ke arah puncak kesempurnaan tertinggi sebagai sintesis. Sintesis itu sendiri baru terjadi ketika manusia sudah sampai pada dan di sisi Allah atau roh Allah bagi setiap individu manusia, dan bagi sejarah apabila kaum mustadh'afiin telah berhasil menata sistem sosial dan masyarakat yang disebut sebagai ummat, dengan tata pemerintahan yang disebut sebagai kesucian kepemimpinan atau kesucian sistem yang humanistik, untuk mewujudkan keadilan, persamaan dan persaudaaan diantara sesama ummat manusia sebagai tujuan utamanya. Tata pemerintahan yang lebih menekankan pada sistem dan suasana yang kondusif, bukan pada personifikasi individu sang pemimpin, berpandangan hidup tauhid yang melihat segala sesuatu sebagai emperium tunggal, disinilah dalam batas-batas tertentu dapat dikatakan sama dengan obsesi politis, yuridis, ideologis, dan filosofis tentang sistem tata sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan oleh Pancasila

Dissertation with title: The Meaning of Bi-dimensional Dialectics in Ali Syari'ati Thought (Perspective on Philosophy of History and Its Contribution to Strangthen Pancasila) aims to critically describe and analyze the philosophical points of: (1) basic structure of philosophy, orientation, and its historical coherence; (2) context on sociology, heuristic and Pancasila, in order to find the roles of bi-dimensional dialectics theory in Ali Syari'ati philosophy of history, so that it can serve as a mean of discovering new direction towards future problems that might happen. Research process in this dissertation complies systemic steps as follows: (1) collecting and inventorying data as it is, in line with research scope using description method; (2) sorting data in distinct and clear manner into primary and secondary data; (3) analyzing the collected and sorted data using hermeneutics method; (4) constructing draft of research findings; and finally (5) reflecting on the final findings in the form of report. The results can be described as follows: (1) Historical coherence of bi-dimensional dialectics in Ali Syari'ati philosophy of history is highly encouraged by an attempt to restore Iran people, particularly their young generations, who have been greatly infatuated by Marxism and Western lifestyle, into Islamic teachings and beliefs, serving as a liberation ideology from tyranny and suppression; (2) Subjective dialectics in certain limits is similar to Hegelian dialectics, as this dialectics takes place in each individual with their inner characters, and its occurs in their own essence, taking form of confrontation or contradiction between divine spirit, as a thesis/rukh Allah symbolizing the truth, and putrid clay, as an antithesis/putrid clay symbolizing fault or evil, and so becoming human as dialectical contradictory reality; (3) Objective dialectics, also to some degree resembles Marxian dialectics, due to its material characteristics and it takes place in outer sphere of human life, taking form of confrontation or contradiction between Abel, as a thesis/Habil symbolizing the truth or classless society, and Cain, as an antithesis/Oobil symbolizing classed society, and so becoming history as dialectical contradictory reality, just like human being. (4) Objective dialectics in real history is transformation from subjective dialectics in each Individual human as a primary and first component of history, as well as anchor of history. History becomes spiritual and material at once, or bi-dimensional, and this is indeed what dialectics bi-dimensional means in Ali Syari'ati philosophy of history; (5) Dialectics contradiction process that occurs in every individual and history moves progressively revolutionarily towards its zenith of perfection in form of synthesis. The synthesis itself occurs when human reaches to and at Allah or divine spirit Allah for each individual, and in history, when the poor people are successful in establishing social order and society, known as ummat, with humanistic governance called sacred sanctity of leadership or system, in order to realize justice, equality and companionship among human beings as the main objective. The governance that emphasizes on its system and conducive atmosphere, rather than personification of its leader, and where tauhidic view of life serves as foundation in looking at things, here to some extent can be said similar to political, juridical, ideological, and philosophical obsession about social order of society and nation which is desired by Pancasila

Kata Kunci : idealistic dialectics, materialistic dialectics, subjective dialectics, objective dialectics, bi-dimensional dialectics, Pancasila