TINJAUAN YURIDIS KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEUANGAN NEGARA
ARIS PRANATA, Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.
2017 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTAPenelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dasar pijakan hukum apabila dalam menghadapi suatu kasus kredit macet di Bank BUMN (Persero). Berdasarkan latar belakang masalah, menurut pendapat penulis untuk dapat memberikan jawaban berbagai pokok permasalahan dalam penulisan ini, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut (a) Apakah kredit macet menyebabkan kerugian keuangan Negara, sedangkan Neraca dan Rugi/Laba pada tahun yang sama pada saat pemberian kredit tersebut Bank BUMN memperoleh keuntungan?, dan (b) Apakah karena ketidaktelitian dan/atau ketidakhati-hatian direksi dan/atau dewan komisaris Bank BUMN dalam memberikan kredit dapat dikenakan Tindak Pidana Korupsi? Berdasarkan hasil analisis, penelitian dan kajian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kredit macet Bank BUMN (Persero) tidak mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31/1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan juga bukan merupakan subjek UU tersebut, karena tidak menyangkut keuangan negara/keuangan daerah. Pada transaksi tersebut terjadi kerugian keuangan perseroan atau corporate loss, yang dengan logika dan pengujian yang wajar dan patut, digolongkan sebagai kerugian bisnis. Kerugian yang diderita dalam satu transaksi tidak berarti kerugian perseroan terbatas tersebut, karena ada transaksi-transaksi lain yang menguntungkan. Andaikan ada kerugian juga, belum tentu secara otomatis menjadi kerugian perseroan terbatas. Pasalnya, mungkin laba yang belum dibagi pada tahun yang lampau atau ditutup dari dana cadangan perusahaan. 2. Keuangan Bank BUMN (Persero) bukan merupakan Keuangan Negara, sehingga dewan komisaris atau direksi Bank BUMN tersebut apabila melakukan kesalahan dari risiko bisnis, ketidak hati-hatian dan/atau ketidaktelitian dalam memberikan kredit kepada debitur tidak dapat didakwakan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tetapi apabila ada unsur pidananya dapat didakwakan Undang-Undang Perbankan/Pidana lainnya/KUHPidana, khususnya. Undang-Undang Perbankan Pasal 49 ayat (2) huruf b.
This study aims to gain a basis of law foundation in case of dealing with bad loans by State-owned Bank (Persero). In the authors opinion based on the background of the problem, to be able to provide answers to a wide range of subject matter in this paper, the formulation of the problems are as follows: (a) is bad debt caused State financial losses, while the State-owned Bank's Balance Sheet and Profit/Loss gain profit in the same year when the credit was given?, and (b) is it because of inaccuracy and/or carelessness of directors and/or commissioners of State-owned Bank to provide credit may be subject Corruption? Based on the analysis, research and studies obtained the following conclusions: 1. Bad credit happens to the State-owned Bank (Persero) does not result in State financial loss, as referred to in Article 2 (1) of Law No. 31 of 1999 jo. Law No. 20 of 2001 on Eradication of Corruption, and is also not subject to that law, because it does not involve state/district finances. In these transactions, there's a company's financial loss or corporate loss, which with reasonable and appropriate logic and testing, classified as a business loss. Losses suffered in one transaction does not mean a loss of limited liability companies, because there are other transactions on favorable terms. Suppose there is a loss as well, not necessarily automatically become limited liability company losses. The reason, perhaps undistributed profit in the past year or covered from the reserve fund of the company. 2. Finance of State-owned Bank (Persero) is not a State finance, so if the board or directors of the State-owned Bank made a mistake, it is a business risk, lack of caution and/or inaccuracy in giving credit to the debtor. Such actions cannot be charged by Act of Corruption, but if there is a criminal element may be charged through the Banking or other Criminal Law or Criminal Code, specially Banking Act Article 49 section (2) subsection b.
Kata Kunci : Keuangan Negara, Komisaris, Direksi, Prinsip Kehati-hatian dan Korupsi, State Finance, Commissioners, Directors, Precautionary Principle and Corruption.