OPTIMASI MUTU DALAM SISTEM LOGISTIK PANEN ANGKUT TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT DENGAN PENDEKATAN MODEL DINAMIS
ANDREAS WAHYU KRISDIARTO, Prof.Dr.Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng., Prof.Dr.Ir. Budi Rahardjo, MSAE ., Dr. Kuncoro Harto Widodo, STP. M.Eng.
2016 | Disertasi | S3 Ilmu Teknik PertanianIndonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit sedunia. Untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi diperlukan penanganan bahan minyak kelapa sawit, yaitu tandan buah segar (TBS) sehingga penurunan mutu dan jumlahnya setelah panen minimal. Prosen panen, muat, dana angkut TBS merupakan tahap-tahap kritis yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap TBS, karena semuanya berkaitan dengan perlakuan fisik. Luka atau memar pada buah akan mengakibatkan terbentuknya asam lemak bebas, yang dihindari adanya dalam minyak kelapa sawit. Pengelolaan sistem logistik TBS dari kebun sampai pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) ini menentukan kualitas TBS saat masuk di PMKS, karena waktu saat terjadinya memar buah menentukan kecepatan peningkatan kadar asam lemak bebas (ALB). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kerusakan fisik TBS selama tahapan panen, muat, dan angkut, dan kemudian melakukan optimasi kualitas TBS saat penanganannya. Tujuan penelitian adalah membangun model sistem penanganan TBS, yaitu panen, pengumpulan hasil, pemuatan, dan pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik sebagai alat optimasi kualitas TBS sebagai bahan baku crude palm oil (CPO) . Penelitian dilaksanakan dengan kajian kerusakan fisik TBS di masing-masing tahap, dengan berbagai faktor yang berpengaruh. Perlakuan dalam penelitian adalah: jenis lahan (gambut dan mineral), umur (tinggi) pohon, tingkat kemasakan (fraksi panen), jarak angkut, jenis bak truk dan tingkat kerusakan jalan. Kerusakan fisik dirumuskan dengan indeks memar, yang kemudian dihubungkan dengan kadar ALB menurut Hadi (2009). Formula matematik atau relasi yang didapatkan antara mutu TBS (yang dicirikan dengan ALB) di masing-masing tahap kemudian dimasukkan sebagai komponen dalam model dinamis yang dikembangkan. Kemudian model dinamis disimulasikan dengan skenario mengacu kepada kondisi lapangan, yaitu pemanenan dengan tingkat kematangan berbeda, pengangkutan dengan jenis bak truk berbeda, dan proporsi buah utuh dan rusak. Analisa yang digunakan adalah secara statistik dan sistem, dengan bantuan grafik dalam penyajian. Hasil pengamatan pemanenan memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan memar buah antara yang dipanen dan jatuh pada tanah keras, misalnya tanah mineral dan pada tanah lunak, misalnya gambut. Rerata kandungan ALB pada TBS yang dipanen di tanah mineral adalah 2,19%, sedang pada tanah gambut sebesar 1,27%. Sedangkan untuk faktor tinggi tanaman, kadar ALB meningkat dengan semakin tingginya pohon. Persamaan kadar ALB terhadap tinggi pohon untuk lahan mineral adalah ALB=0,2454 h + 0,9878, sedangkan untuk lahan gambut adalah ALB=0,1448 h + 0,5454. Ketika TBS diangkut dari lingkar pohon ke TPH pada jarak 50-200 m dengan angkong, tampak adanya kecenderungan semakin jauh jarak pengangkutan dengan angkong maka kadar ALB semakin besar. Memar pada buah terjadi paling besar saat pemuatan TBS dari TPH ke bak, yaitu karena pelemparan. Impak yang terjadi saat TBS jatuh di bak truk melukai permukaan buah, tetutama untuk TBS yang jatuh pada lapisan bak paling bawah. Sedangkan impak pada lapisan di atasnya lebih kecil karena TBS jatuh pada TBS di lapis pertama. Semakin panjang jalan pengumpulan yang rusak, buah yang tertinggal di blok tanaman semakin banyak, berpotensi lebih tingginya kadar ALB. Tidak tampak ada kaitan antara tingkat kerusakan jalan pengumpulan sampai sejauh satu km dengan kadar ALB. Tingkat pelepasan buah (pembrondolan) TBS tidak dipengaruhi oleh kualitas jalan, namun lebih dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah. Tingkat pelepasan buah di lapisan dasar bak truk lebih besar daripada lapisan di atasnya. Secara berurutan dari lapisan dasar, tengah dan atas sebesar rata-rata 11,8; 8,7; dan 8,1 bh/kg TBS. Tingkat kelukaan (indeks memar) buah pada saat pengangkutan tidak dipengaruhi oleh kondisi jalan, atau hampir sama antara di jalan buruk, sedang, dan baik. Namun tampak adanya pengaruh posisi TBS dalam bak truk terhadap indeks memar. Dari uji rheologi didapatkan titik runtuhan (rupture point) buah berbanding terbalik dengan tingkat kematangan buah. Buah kelapa sawit mentah memiliki kulit yang kuat sehingga diperlukan gaya untuk sampai pada rusak (runtuh) kurang lebih 240 N, sedang pada buah matang hanya diperlukan gaya kurang lebih 20 N. Namun baik titik runtuhan maupun batas luluh biologis tidak berbeda terhadap panjang waktu penundaan proses sampai 3 hari. Subsistem pascapanen yang tercakup dalam pengembangan model penelitian ini sebagai sebuah tahapan logistik adalah pemanenan, pengangkutan TBS dari pohon ke TPH, dan pengangkutan TBS dari TPH ke loading ramp (stasiun penerimaan) di PMKS. Skenario untuk kegiatan pemanenan adalah tingkat kematangan dan jenis lahan. Skenario untuk pemuatan dan pengangkutan adalah bak kayu dan bak besi (dump truck) dan posisi TBS di dalam bak. Simulasi juga dilakukan dengan mempertimbangkan hanya buah memar saja yang diproses dan buah memar dicampur dengan buah utuh. Hasil simulasi model memperlihatkan kadar ALB TBS yang dipanen pada fraksi 1 dan mengalami memar dalam rentang waktu proses angkutan 60 menit dapat mencapai 9,83%. kadar ALB buah yang dipanen pada fraksi 3 setelah sampai di pabrik akan lebih tinggi daripada yang dipanen pada fraksi 2. Bila proporsi TBS memar atau luka naik menjadi 20%, akan terjadi peningkatan kadar ALB secara keseluruhan kurang lebih 0,8%. Peningkatan kadar ALB ini akan terjadi lebih tinggi untuk buah dengan fraksi panen 3 dibanding fraksi 1 (0,92% dibanding 0,72%). Kadar ALB di akhir proses simulasi, yakni saat di loading ramp, adalah 2,69-3,77%,. Peningkatan proporsi buah memar dari 10% menjadi 20% pada lahan gambut menyebabkan kadar ALB naik rata-rata 0,80%, sedangkan pada lahan mineral 0,88%. Hal yang sama menyebabkan perbedaan kadar ALB buah antara yang dipanen pada fraksi 3 dan pada fraksi 1, yaitu 0,92% dibanding 0,72%. Model merekomendasikan titik optimum kualitas TBS saat panen dan angkut adalah pada fraksi 1 di lahan gambut dan diangkut dengan truk bak kayu. Dari sisi kualitas TBS, penundaan pengangkutan lebih menguntungkan daripada menunggu proses (mengantri) di PMKS. Model sistem dinamis yang dibangun dapat merepresentasikan peningkatan kerusakan pada sistem penanganan panen, pengumpulan hasil, dan pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik, dengan nilai MAPE 8,71-10,65, sehingga dapat digunakan untuk mengoptimumkan tahapan panen, muat, dan angkut TBS tersebut. Model sangat sensitif terhadap proporsi buah utuh dan buah rusak, dengan nilai 28,7-31,5%.
Indonesia is the best palm crude oil (CPO) producer in the world. In order to maintain and increase the productivity, the Fresh Fruit Bunch (FFB) quality and quantity decrease should be minimized. Harvesting, loading and transporting were critical steps that potentially cause bruise to FFB. Bruises or wounds on the fruit result in increasing of Free Fatty Acid (FFA) content, which is avoided in CPO. From field to Palm Oil Mill (POM) FFB logistics management determined the FFB quality entering POM, because the bruising events determined the FFA increasing speed. This research was aimed to identified FFB phisical bruise in harvesting, loading and transporting, then followed by optimizing the FFB quality in those steps. The research objective was to build FFB material handling system model, which can be used as a FFB quality optimization tools. The research studied FFB phisical bruise in each step, with some factors affected it. Experiment treatments were: soil hardness level (represented by mineral and peatland), trees height (age), FFB maturity level, transportation distance, truck bin type, and road quality. Phisical bruise was formulated by bruise index, which related with FFA content refered to Hadi (2009). Mathematics formula as a relationship representatif among factors were included as a component in a dynamic model. The dynamic model were simulated based on the real field condition, i.e.: harvesting in some harvesting maturity level, transporting in some truck bin type, and the proportion of whole and bruised FFB. Data analisys used were statistics and system, with the help of the chart in the presentation. Observation on harvesting showed that there was a FFB bruise difference between harvested on hard soil and soft soil. FFB FFA content that harvested on mineral soil was 2.19%, while on peatland was 1.27%. The equation of FFA in relation with trees height on mineral land was: FFA=0,2454 h + 0,9878, while on peat land was: FFA=0,1448 h + 0,5454. The farther the infield transportation distance using rickshaw, the bruise tend to be greater. The highest bruise was occured at FFB loading from Fruit Collecting Point (FCP) into truck bin, due to the throwing. The impact of fallen FFB bruised the fruits, especially for fruits that fall to the bin base. While the impact on the above layer was smaller because the FFB fall on first layer FFB. The farther the damaged roads, the more leftover fruits in field. This potentially incresed FFA content. The release rate of the fruit was more influenced by harvesting maturity level rather than road quality. Bruise index was not affected by road condition, almost equally among severe, moderate, and good roads. It seems that FFB position on truck bin layer affected FFB bruise index. Rheological test showed that oil palm fruit rupture point had negative correlation with maturity level. Immature fruit had a strong eksocarp so it needs 240 N force to damage it, while for mature fruit it needs only 20 N to damage. Rupture point and Biological Yield Point were not different among processed delay time up to 3 days. Postharvest logistics subsystems that covered in this research were harvesting, in filed transportation, and FCP to POM FFB transportation. The scenario applied in harvesting were maturity levels and land types, while in loading and transportation were truck bin type and FFB position in truck bin. Simulations were also performed by considering only bruised fruit processed and bruised fruit mixed with whole fruit. Output of 60 minutes transportation simulation showed that FFA content of FFB harvested at 1st maturity level and bruised may reach 9.83%. FFA content of 3rd maturity level FFB would be higher than of 2nd level when come into loading ramp. The FFA content at the end of simulation, i.e. when FFB came in loading ramp was 2.69-3.77%. The increase in bruised fruit proportion from 10% to 20% at peatland harvesting caused FFA content increase 0.80%, while at mineral land 0.88%. The FFA content of 3rd maturity level harvested fruit was 0.92%, while of 1st maturity level was 0.72%. The model recommended the optimum FFB quality can be reach if harvested at 1st maturity level, on soft land, and transported by wood bin truck type. Dynamic model built could represent damage (bruise) increase in FFB harvesting, collection, loading, and transportation from field to POM system, indicated by MAPE score 8.71- 10.65, so can be used in optimizing the system. Model was very sensitive to whole-bruised fruit proportion, indicated by the value 28.7 - 31.5%.
Kata Kunci : sistem logistik, asam lemak bebas, indeks memar, model dinamis