Penggunaan Alat Bukti Petunjuk Dalam Tahap Penyidikan Di Kepolisian
YOHANNES REDHOI S, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum
2017 | Tesis | S2 HUKUM LITIGASIPenggunaan alat bukti petunjuk dalam tahap penyidikan oleh penyidik kepolisian masih menjadi perdebatan. Pasal 188 ayat (3) KUHAP membentuk pendapat bahwa kewenangan untuk menggunakan alat bukti petunjuk hanya dimiliki oleh hakim. Bila dikaji dari sejarah, alat bukti petunjuk yang berasal dari KUHAP Belanda tahun 1838 sudah lama diganti dengan eigen waarneming va de rechter (pengamatan hakim sendiri) berupa kesimpulan yang ditarik dari alat bukti lain berdasarkan hasil pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam prakteknya, penyidik masih menggunakan alat bukti petunjuk dalam tahap penyidikan. Penelitian ini dilaksanakan di Polresta Jogjakarta dan bertujuan untuk mengkaji dasar pemikiran penyidik masih menggunakan alat bukti petunjuk, mengkaji penggunaan alat bukti petunjuk ditinjau dari teori pembuktian di Indonesia dan mengkaji pengaturan penggunaan alat bukti petunjuk baik yang berlaku saat ini (ius constitutum) dan pengaturan alat bukti petunjuk ke depannya (ius constituendum). Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris yang menggabungkan antara data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan dasar pemikiran penyidik menggunakan alat bukti petunjuk adalah tidak semua tindak pidana yang ditangani oleh penyidik terdapat bukti langsung (direct evidence) sehingga membuat penyidik harus mencari bukti tidak langsung (circumtantial evidence) dengan cara mengaitkan satu alat bukti dengan alat bukti lainnya yang mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lainnya tanpa mengesampingkan ketentuan mengenai sumber alat bukti petunjuk yaitu keterangan saksi, surat dan keterangan tersangka. Alat bukti petunjuk tidak dapat timbul sebelum adanya 3 (tiga) alat bukti yang menjadi sumbernya tersebut, sehingga alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat dijadikan sebagai salah satu dari minimum pembuktian dalam teori pembuktian negatif yang dianut di Indonesia yaitu 2 (dua) alat bukti ditambah dengan keyakinan hakim. Pengaturan alat bukti petunjuk dalam hukum positif di Indonesia (Ius Constitutum) terdapat dalam 184 KUHAP dan perluasan terhadap alat bukti petunjuk terdapat dalam beberapa undang-undang khusus dan penulis juga membahas pengaturan alat bukti petunjuk ke depannya (Ius Constituendum).
The use of Indication evidence in the investigation by the police still being debated. In Article 188 paragraph (3) KUHP, there is an opinion that the indication evidence can only be used by the judges. if we look into history, the indication evidence from the Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie in Netherlands 1838 it have been replaced with Individual judges observations (eigen waarneming va de rechter) that is the conclusion drawn from other evidence based on the results of the court hearing. In practice, Investigator are still using indication evidence in the investigation phase. This study was conducted at the Polresta Yogyakarta and aimed to researching why investigator are still using indication evidence, researching about the use of indication evidence with the review from the proof theory in Indonesia, researching about indication evidence regulation now (ius constitutum) and later (ius constituendum). This Research is using Normative and Empirical Research Methods that combine primary data and secondary data. The results stated the investigator still using the indication evidence because not all of investigator had direct evidence, that makes the investigator have too see circumtantial evidence by associating with another appropriate evidence without ignore provision about a sources of indication evidence that's a witness testimony, letter and suspect testimony. The indication evidence cannot be occur without 3 evidence and cannot be used as one of the minimum negative proof in a proof theory in Indonesia, that's two evidence and judge's conviction. Indication evidence regulation in Indonesia positive law (Ius Constitutum) found in 184 KUHAP, and the expansion of the indication evidence contained in several specific laws, this research also discuss about the regulation of the future (Ius constituendum).
Kata Kunci : Penggunaan alat bukti petunjuk, penyidikan, Polresta Jogjakarta