Partisipasi Masyarakat dalam Kajian Zonasi Kawasan Candi Kalasan Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
SEPTI INDRAWATI K, Dr. Niken Wirasanti, M.Si.
2017 | Tesis | S2 Ilmu ArkeologiPrasasti Kalasan menjelaskan bahwa pada tahun 700 Saka (778 Masehi) didirikan sebuah bangunan suci yang indah untuk Dewi Tara, seorang Dewi dalam agama Buddha Mahayana, oleh Maharaja Tejahpurana Panamkarana. Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan yang berada di Dusun Kalibening, Tirtomartani, Kalasan, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain membangun bangunan suci, Raja Panangkaran juga memerintahkan untuk membangun vihara, tempat tinggal bagi para pendeta (bhiksu). Candi Kalasan memiliki beberapa keunikan seperti adanya moonstone di depan tangga sisi Timur, memiliki pahatan ornamen yang dibuat dengan halus, lapisan bajralepa pada dinding luar candi, dan menjadi satu-satunya candi yang relatif masih dalam kondisi asli karena belum pernah dilakukan pemugaran secara total. Candi dan lingkungan sebagai konteksnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Candi Kalasan didirikan pada lingkungan geografis yang subur, dekat dengan sumber air, dan berpotensi menjadi permukiman masyarakat masa lalu. Keberadaan Candi Kalasan mencerminkan kondisi masyarakat di masa lalu yang telah memiliki tata sosial-ekonomi dan struktur pemerintahan yang kondusif. Namun, dilihat dari kondisi sekarang lingkungan sekitar Candi Kalasan mengalami perubahan lahan karena pembangunan permukiman, kompleks pertokoan, perkembangan jalur jalan, jalur kereta api, pertanian, dan perkebunan. Penggunaan lahan harus dikendalikan untuk melindungi bangunan candi dan konteksnya melalui penetapan zonasi kawasan Candi Kalasan. Kajian zonasi dibuat untuk menentukan batas-batas zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, dan zona penunjang serta fungsi zona. Masyarakat harus diikutsertakan dalam kajian zonasi sebagai bagian integral dari lingkungan sosial budaya di kawasan Candi Kalasan saat ini. Partisipasi masyarakat dilibatkan dengan cara mengumpulkan pendapatnya melalui teknik kuesioner dan wawancara, serta mengajak masyarakat berdiskusi dalam forum FGD. Hasil pengolahan data digunakan untuk membuat desain zonasi yang mencakup batas-batas zona dan bentuk pemanfaatan di masing-masing zona. Desain zonasi dengan mempertimbangkan nilai penting warisan budaya serta melibatkan partisipasi masyarakat menjadi dasar pertimbangan bagi Pemerintah untuk membuat kebijakan pelestarian kawasan Candi Kalasan yang lebih relevan untuk masa kini dan masa yang akan datang.
Kalasan inscription explains that in the year of 700 Saka (778 AD) there was a beautiful sacred building for Dewi Tara, a Mahayana Buddhism goddess, built Maharaja Tejahpurana Panamkarana. The sacred building mentioned is Kalasan Temple, which is located in Kalibening hamlet, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. In addition to the sacred buildings, King Panangkaran also ordered to build a monastery for the monks. Kalasan has some uniqueness such as a moonstone in front of Kalasan Temple east stair, smooth carved ornaments, bajralepa coating on the outer wall of the temple, and is the only temple that is relatively still own its original condition. The temple and the environment is a context of unity which can not be separated. Kalasan Temple was built on lush environment, close to water source, and was a potential settlement for ancient societies. The existence of Kalasan Temple reflects the conditions of ancient people in the past who have had a conducive socio-economic plannings and good structures of governance. However, today's environment around Kalasan has changed and the lands become residential, shopping complex, roads, railways, agriculture, and gardening areas. Land use must be controlled to protect the temple and its context through by making a zoning of Kalasan Temple area. Zoning studies were made to determine the limits of core zone, buffer zone, development zone, suppor zone, and zones functionality. Public must be involved in the study of zoning as an integral part of the social and cultural environment in Kalasan Temple area today. Community participation is involved by collecting opinions through questionnaires and interview techniques, and by inviting the community to discuss in a FGD forum. The results of data processing are utilized to create a design of zoning boundaries and utilization of each zone. Zoning design with consider significance values and community participation are the basis of consideration for the Government to create a regional conservation policies of Kalasan and to make these policies more relevant to the present and future.
Kata Kunci : kawasan Candi Kalasan, perubahan penggunaan lahan, zonasi, partisipasi masyarakat