PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA KAWASAN BARUS, SUMATERA UTARA: BERBASIS KARAKTERISTIK LANSKAP DAN KOMUNITAS MASYARAKAT
PIDIA AMELIA, Dr. Mahirta, M.A
2017 | Tesis | S2 Ilmu ArkeologiKawasan Barus yang terdiri dari empat kluster warisan budaya yakni Kluster Lobu Tua, Kluster Aek Dakka, Kluster Mahligai dan Papan Tinggi, dan Kluster Kedai Gedang menyimpan banyak warisan budaya (selanjutnya disebut WB) yang bernilai. WB yang masih ada hingga saat ini antara lain yaitu sebaran 25 kompleks makam kuno, struktur benteng tanah dan karang, serta berbagai fitur lanskap budaya berupa Aek Busuk, Aek Pintu Raya, mata air Putri Andam Dewi dan hutan kapur barus. Akan tetapi WB di kawasan ini belum dikelola sebagai suatu kesatuan kawasan lanskap budaya namun masih terbatas pada konservasi beberapa kompleks makam saja. Melihat potensi WB tersebut maka penting untuk dirancang suatu pengelolaan. Tujuan penelitian ini untuk merancang sebuah model pengelolaan WB dan lanskap budaya yang disusun berdasarkan hasil dari pembobotan nilai penting WB di Kawasan Barus, identifikasi permasalahan atau isu-isu yang ada di dalam masyarakat dan evaluasi pengelolaan WB yang telah dilakukan. Metode pengumpulan data yang dilakukan berupa studi pustaka, observasi dan wawancara kepada berbagai pihak yang terlibat dan memiliki kepentingan terhadap keberadaan WB. Penelitian ini menggunakan analisis nilai penting kegunaan yang mengacu pada Timothy Darvill yang menawarkan pengelolaan yang seimbang antara pelestarian dan pemanfaatan. Analisis data lainnya meliputi analisis hasil observasi berupa data lanskap dan analisis hasil wawancara berupa data persepsi dan apresiasi masyarakat lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan di Kawasan Barus masih terbatas pada lima kompleks makam, sedangkan WB lainnya beserta lanskap budayanya belum pernah sama sekali dikelola. Selain itu masyarakat lokal juga belum pernah dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu dari penelitian ini diusulkan sebuah model pengelolaan holistik antara WB dan lanskap budayanya dengan melibatkan masyarakat lokal. Untuk Kluster Aek Dakka dan Kluster Mahligai dan Papan Tinggi direkomendasikan untuk dikelola dalam bentuk pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan sebagai pariwisata, sedangkan untuk saat ini Kluster Lobu Tua dan Kluster Kedai Gedang direkomendasikan untuk dikelola dalam bentuk pelestarian saja.
Barus area consisting of four clusters namely Lobu Tua Cluster, Aek Dakka Cluster, Mahligai and Papan Tinggi Cluster, and Kedai Gedang Cluster have a lot of valuable cultural heritage (next called WB). The WB that still exist today are the distribution of 25 complex of ancient tombs, forts soil structure and shellfish, as well as various landscape features such as Aek Busuk, Aek Pintu Raya, Putri Andam Dewi springs, and camphor forest. However, WB in this area has not been managed holisticaly as a whole cultural landscape, but they are still limited to the conservation of the tomb complex just a few. Seeing the potential of the WB, it is important to formulate a management. The purpose of this research to design a management model WB and cultural landscapes were made based on the results of weighting the importance of WB in Barus area, identification of problems or issues that exist in society, and WB management evaluation had been done. The sourcing data were study literature, observation and interviews with stakeholders involved and have an interest in the existence of WB. This research used analysis use significant value refers to Timothy Darvill that offers a balanced management between conservation and utilization. Analysis of other data including analysis of the results of observations was landscape data and analysis of the result of interviews was perception and appreciation data of the local community. Result of the research shows that in four clusters in Barus area has been managed limitedly to five tomb complex, while the other WB and cultural landscape have never been entirely manageable. Additionaly, the local community has not been actively involved in the management of which has been done. Therefore, this research is suggested a holistic management model between WB and cultural landscape with the involvement of local communities. Aek Dakka Cluster and Mahligai and Papan Tinggi Cluster have been recommended to be managed in the form of preservation, development, and utilization as tourisms, whereas the Lobu Tua Cluster and Kedai Gedang Cluster have been recommended to be managed in the form of preservation only.
Kata Kunci : Kawasan Barus, warisan budaya, model, pengelolaan, lanskap, masyarakat lokal, Barus Area, cultural heritage, model, management, landscape, local communities