Pengaturan Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Presiden Dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Di Tinjau Dari Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006
HANINDHITO HIMAWAN PRAMANA, Prof. Dr. Eddy O.S Hiariej ,S.H.,M.Hum
2016 | Skripsi | S1 ILMU HUKUMABSTRAK Sebagai salah satu pasal yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya Nomor 013-022/PUU-IV/2006, sampai saat ini delik Penghinaan terhadap Presiden masih menimbulkan perdebadatan di kalangan para ahli. Maka telah terjadi kekosongan hukum (rechtsvacuum) yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) terkait pengaturan penghinaan terhadap Presiden. Namun, delik penghinaan terhadap Presiden yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pun dirasa masih belum memenuhi nafas pembaharuan hukum, karena rumusan delik yang diatur dalam RUU KUHP ini hampir tidak ada bedanya dengan rumusan delik yang ada dalam pasal 134, 136Bis, dan 137 KUHP. Dalam pembahasan Penulisan Hukum ini, permasalahan yang ada dalam latar belakang akan dibahas dalam Penelitian Normatif, Dimana, penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier untuk melakukan penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisi secara Normatif-Kualitatif dengan jalan menafsirkan dan mengkonstruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen perundang-undangan. Untuk menjawab permasalan ini, maka ditawarkan formulasi rumusan delik Penghinaan terhadap Presiden yang seyogyanya diadopsi dalam RUU KUHP dan sekiranya tidak bertentangan dengan konstitusi. Tidak sewajarnya pula, untuk membenturkan asas ‘equality before the law’ dengan delik penghinaan terhadap Presiden, karena bagaimanapun juga tindak pidana penghinaan dalam KUHP kita masih menganut adanya gradasi nilai dari setiap subjek hukum (korban) yang ingin dilindungi.
Sebagai salah satu pasal yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya Nomor 013-022/PUU-IV/2006, sampai saat ini delik Penghinaan terhadap Presiden masih menimbulkan perdebadatan di kalangan para ahli. Maka telah terjadi kekosongan hukum (rechtsvacuum) yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) terkait pengaturan penghinaan terhadap Presiden. Namun, delik penghinaan terhadap Presiden yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pun dirasa masih belum memenuhi nafas pembaharuan hukum, karena rumusan delik yang diatur dalam RUU KUHP ini hampir tidak ada bedanya dengan rumusan delik yang ada dalam pasal 134, 136Bis, dan 137 KUHP. Dalam pembahasan Penulisan Hukum ini, permasalahan yang ada dalam latar belakang akan dibahas dalam Penelitian Normatif, Dimana, penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier untuk melakukan penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisi secara Normatif-Kualitatif dengan jalan menafsirkan dan mengkonstruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen perundang-undangan. Untuk menjawab permasalan ini, maka ditawarkan formulasi rumusan delik Penghinaan terhadap Presiden yang seyogyanya diadopsi dalam RUU KUHP dan sekiranya tidak bertentangan dengan konstitusi. Tidak sewajarnya pula, untuk membenturkan asas ‘equality before the law’ dengan delik penghinaan terhadap Presiden, karena bagaimanapun juga tindak pidana penghinaan dalam KUHP kita masih menganut adanya gradasi nilai dari setiap subjek hukum (korban) yang ingin dilindungi.
Kata Kunci : Tindak Pidana Penghinaan terhadap Presiden, RUU KUHP, Putusan MK