Rekonstruksi Pekan Tiga Lingga, Sumatera Utara Abad ke-19
ARUNAGREN, Dr.Widya Nayati, M.A.
2016 | Skripsi | S1 ARKEOLOGITiga Lingga merupakan pasar kuna yang terletak di pedalaman Sumatera Utara. Pemakain kata tiga merujuk pada tempat perdagangan yang sudah ada dari dahulu. Sampai sekarang masih ditemukan banyak pasar atau dalam bahasa lokal Sumatera Utara disebut pekan misalnya Tiga Binanga, Tiga Baru, Tiga Panah, Tiga Raja, Tiga Juhar, Tiga Bolon, Tiga Balata, Tiga Pancur, Tiga Nerpet, Tiga Dolok, Tiga Jumpa, dan Tiga Runggu. Lokasi dengan awalan tiga tersebar di pedalaman Sumatera Utara yang dahulu merupakan wilayah penghasil komoditas penting. Lokasi Tiga Lingga menjadi sumber komoditas pedalaman yang pada abad ke-19 masuk dalam wilayah Kenegerian Lingga. Skripsi ini mengungkap aktivitas perdagangan Pekan Tiga Lingga pada abad ke-19. Untuk menjawab permasalahan tersebut akan digunakan pendekatan etnoarkeologi. Etnoarkeologi adalah suatu pendekatan dalam Ilmu Arkeologi yang digunakan untuk menjawab sistem budaya dibalik suatu gejala arkeologi dengan memakai data etnografi sebagai pembanding. Aspek-aspek Pekan Tiga Lingga dalam kegiatan ekonomi digunakan sebagai data pembanding. Aspek-aspek yang diteliti adalah lokasi pekan, produksi, komoditi, transaksi, transportasi, distribusi, produsen, dan konsumen. Data selanjutnya diambil dari peta, foto, toponim, jurnal, dan laporan penelitian. Data-data tersebut dianalisis dengan analisis kesinambungan budaya dalam metode etnoarkeologi untuk menjawab paradigma dari Ilmu Arkeologi yakni merekonstruksi aktivitas pada masa lalu, yaitu aktivitas perdagangan Pekan Tiga Lingga pada abad ke-19. Dengan melihat perbandingan antara aktivitas pekan yang terjadi saat ini dengan aktivitas pekan pada abad ke-19. Skripsi ini menghasilkan kesimpulan bahwa aktivitas perdagangan saat ini mempunyai kemiripan dengan aktivitas perdagangan Pekan Tiga Lingga pada abad ke-19. Hal itu dapat dibuktikan dari lokasi pekan, hari, dan waktu pekan yang tidak mengalami perubahan yakni Lokasi pekan masih berada di wilayah marga tanah Lingga, hari pekan beraktivitas satu hari dalam seminggu, dan kegiatan jual beli dilakukan siang hari. Selain itu, pola distribusi barang dengan model jalur langsung, perantara, pertukaran di pangkalan, dan pertukaran di perbatasan, beberapa komoditi, dan kebiasaan masyarakat dalam kegiatan perdagangan masih bertahan. Dengan demikian, Tiga Lingga merupakan pekan kuna setidaknya pada abad ke-19.
Tiga Lingga is refers to market place which is located in hinterland North Sumatra. Tiga word refers to the trading places of the ancients. Until now there were many markets or in the local language is called pekan for example Tiga Binanga, Tiga Baru, Tiga Panah, Tiga Raja, Tiga Juhar, Tiga Bolon, Tiga Balata, Tiga Pancur, Tiga Nerpet, Tiga Dolok, Tiga Jumpa, and Tiga Runggu. The location with the prefix tiga scattered in the hinterland of North Sumatra was important commodity producing regions. Location of Tiga Lingga become a source of commodities in the hinterland who in 19th century entered the territory Kenegerian Lingga. This research examines the trading activities of Tiga Lingga market in the 19th century. To answer these problems ethnoarchaeology approach would be used. Ethnoarchaeology is an approach in Archaeological Sciences used for answering system behind a symptom archaeological culture using ethnographic data for comparison. Tiga Lingga market and its aspects in economic activity is used as subjects. The aspects are market location, production, commodity, transaction, transportation, distribution, producer, and consumer. Next subjects in this research are maps, pictures, toponym, journals, and research report. Subjects were analyzed using analysis of cultural continuity in the ethnoarchaeology methods for used to answer the paradigm of Archaeological Science that reconstruct activity in the past, the Tiga Lingga market trading activity in 19th century. By looking at the ratio between the market activity that occurs at this time the same as the activity of the exiting market in 19th century. This research concludes that the trading activity of Tiga Lingga market have the similarities with Tiga Lingga market trading activity in the 19th century. It can be proved from the market place, day, and time market that does not change that is market location still be in the ground of Lingga clan, market activities one day a week, and the buying and selling activities performed during the day. Moreover, the pattern of distribution of goods with a direct acces, freelance, home base reciprocity, boundary reciprocity, some commodities and culture of peoples who make trading is still survive. For conclusions, Tiga Lingga was an old market at least in 19th.
Kata Kunci : Etnoarkeologi, Kesinambungan Budaya, Pekan, Perdagangan, Tiga Lingga-Sumatera Utara