KETERKAITAN FENOMENA EROSI PANTAI, PERAN EKOSISTEM HUTAN BAKAU DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR DI KALIMANTAN BARAT
AJI ALI AKBAR, Prof.Dr.rer.nat. Junun Sartohadi, M.Sc; Prof. Dr. Tjut Sugandawaty Djohan, M.Sc; Prof. Dr. Su Ritohardoyo, M.A
2016 | Disertasi | S3 Ilmu LingkunganKerusakan lingkungan pantai: erosi pantai dan ekosistem hutan bakau telah menjadi permasalahan yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat pesisir Kalimantan Barat. Kajian yang bersifat holistik dan kompleks guna mengungkap keterkaitan pengaruh konstruksi bangunan pemecah gelombang, rehabilitasi ekosistem hutan bakau, dan partisipasi masyarakat yang saling bersinergis melindungi pantai di Indonesia belum banyak telaah. Metode survey dengan pendekatan bentang lahan dilakukan untuk menganalisis erosi pantai pada tiga teluk di Laut Cina Selatan Kalimantan Barat: Karimunting, Sungai Duri, dan Penibung, menggunakan teknik stratified purposive sampling. Analisis vegetasi bakau pasca breakwaters menggunakan metode kuadrat plot menggunakan teknik stratified random sampling. Metode survei pada parameter partisipasi masyarakat dengan teknik quota sampling pada 90 responden rumah tangga di 15 desa terabrasi. Kajian erosi pantai mengungkap bahwa masih terjadi proses abrasi pantai pada lokasi yang telah dibangun bangunan pemecah gelombang. Abrasi pantai tersebut terjadi karena bangunan pemecah gelombang dibangun secara spasial dan temporal. Selain itu, terjadinya abrasi pantai juga diperparah oleh penambangan pasir. Pengaruh bangunan pemecah gelombang terhadap reboisasi hutan bakau hanya membantu kesuksesan kolonisasi alami Avicennia marina di Teluk Karimunting pada zona hilir bawah (lower-lower zone) dan zona hilir (lower zone), sedangkan di lokasi lainnya tidak terjadi kolonisasi alami. Sebaliknya, kegagalan penanaman Rhizophora spp., terjadi hampir di seluruh zona hilir bawah dan zona hilir lokasi kajian, kecuali di zona hilir bagian tengah Teluk Sungai Duri dan Teluk Karimunting. Pada kedua lokasi tersebut berurutan dijumpai 630 Sapling; 15 pohon; dan 4620 Sapling; 20 pohon setiap hektar. Peran bangunan pemecah gelombang sebagai pelindung pantai mampu mengurangi luasan pantai tererosi lebih dari 100% dalam kurun 22 tahun di Teluk Karimunting dan Teluk Penibung. Sebaliknya, keberadaan bangunan pemecah gelombang justru meningkatkan erosi pantai lebih dari 120% di Teluk Sungai Duri. Upaya rehabilitasi pantai menggunakan pendekatan konstruksi bangunan pemecah gelombang dan reboisasi hutan bakau masih belum bersinergis dan terintegrasi dengan optimal di Kalimantan Barat. Kajian kondisi ekosistem hutan bakau mengungkap bahwa bangunan pemecah gelombang membantu sedimentasi yang membentuk terjadinya zona baru di ekosistem hutan bakau: zona hilir (lower zone) di semua lokasi dan zona hilir bawah (lower ���¢�¯�¿�½�¯�¿�½ lower zone) di Teluk Karimunting bagian utara dan tengah. Adanya zona baru menyediakan lahan untuk terjadinya kolonisasi alami spesies Avicennia marina. Kolonisasi A. marina terbanyak dijumpai di zona hilir bawah dan hilir teluk Karimunting. Sebaliknya, rehabilitasi pantai dengan penanaman Rhizophora spp. yang dilakukan hampir di semua lokasi kajian, dijumpai dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Keberhasilan penanaman Rhizophora spp. dengan hasil berupa sapling Rhizophora spp. hanya ditemukan di teluk Karimunting, karena penanaman dilakukan dalam lahan koloni A. marina. Kegagalan penanaman Rhizophora spp. karena 1) pada fringe mangrove, pantai yang berhadapan dengan laut bukan merupakan habitat bagi Rhizophora spp., 2) jadwal penanaman yang tidak tepat, 3) jarak tanam teratur yang mengakibatkan erosi alur, 4) lokasi tanam di pintu air antar segmen bangunan pemecah gelombang, dan 5) tidak ada monitoring dan evaluasi upaya penanaman tersebut. Kajian partisipasi masyarakat menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi masyarakat tergolong menengah kebawah (88,7%). Rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat disebabkan 1) hilangnya permukiman dan lahan pertanian/ perkebunan akibat erosi pantai; 2) jenis komoditas pertanian; 3) Pekerjaan sebagai petani memiliki kepastian hasil daripada nelayan; dan 4) kemampuan adaptasi di lokasi yang baru. Tingkat sosial ekonomi dan pengetahuan tidak mempengaruhi persepsi masyarakat dalam merehabilitasi ekosistem pantai, karena persepsi lebih dipengaruhi kesan dan pengalaman masyarakat setempat. Penelitian ini mengungkap bahwa tingginya persepsi masyarakat tidak disertai dengan tingginya partisipasi masyarakat dalam merehabilitasi ekosistem pantai. Penelitian ini juga mengungkap ada enam perilaku masyarakat yang berdampak terhadap kerusakan pantai saat ini: 1) pembuatan jalan dan permukiman di pesisir 2) perkebunan kelapa dan pengolahan kopra, 3) pengolahan teri, 4) perluasan tambak udang intensif, 5) penambangan pasir pantai, dan 6) pembangunan bangunan pemecah gelombang. Kegiatan strategis masyarakat dalam merespon bencana erosi pantai dan kerusakan ekosistem hutan bakau adalah 1) pembuatan bangunan pelindung pantai: bangunan pemecah gelombang, 2) penanaman semai Rhizophora spp., 3) pemindahan badan jalan, 4) relokasi permukiman masyarakat ke tempat yang lebih aman, dan 5) pembangunan permukiman di belakang bangunan pemecah gelombang. Keterkaitan antar fenomena erosi pantai, peran ekosistem hutan bakau, dan partisipasi masyarakat dapat dicapai dengan berprinsip pada pendekatan konservasi kontemporer dan pengelolaan bencana yang terintegrasi dan komprehensif secara spasial ���¢�¯�¿�½�¯�¿�½ temporal. Penerapan teknologi untuk perlindungan pantai berupa bangunan pemecah gelombang dan penanaman hutan bakau, bukan hanya untuk kepentingan masyarakat saat ini di lokasi yang bermasalah saja, namun juga untuk seluruh masyarakat pada jangka panjang di seluruh kawasan, baik pantai maupun daratan. Hal ini karena sistem lingkungan berupa keterkaitan dan saling mempengaruhi
Coastal ecosystem damage: coastal erosion and mangroves ecosystem have been a problem that affect west Kalimantan coastal community life. The holistic and complex study is needed to determine correlation between breakwaters construction, mangroves rehabilitation, and community participation to maintain coastal ecosystem. These type of study remain scant. We used landscape approach survey to analyze coastal erosion and stratified purposive sampling technique in three bays in West Kalimantan (Karimunting, Sungai Duri, and Penibung). The mangroves vegetation after breakwaters application analyzed with plot square method and used stratified random sampling technique. Community participation were observed with quota sampling method to 90 respondent in 15 different abrasion village. Some coastal erosion study showed that abrasion in coastal area with breakwaters still occured. Abrasion still occured may because the construction built only spatial and temporal. Beside that, abrasion also worsen by sand quarry around the location. The breakwaters construction affect the Avicennia marina reforestation in lower zone and lower-lower zone of Karimunting bay only, while other location reforestation did not succeed In contrast, a failure of Rhizophora spp. planting occur in most place of study, except in the middle of Sungai Duri and Kemuning bay lower zone. We found 630 sapling; 15 trees and 4620 sapling; 20 trees per hectare, respectively. Role of breakwaters as coastal protector can reduce the total coastal erosion surface up to 100% in 22 years in Karimunting and Penibung bay. In contrast, the breakwaters increase the total coastal erosion surface in Sungai Duri bay up to 120%. The effort of coastal rehabilitation by breakwaters construction and mangroves plantation were not optimal and in synergy fashion in West Kalimantan. Study about mangroves ecosystem showed that breakwaters helps sedimentation which create a new zone of mangroves: all the lower zone also north and middle of Karimuning bay lower-lower zone. The present of new zone provides a space for development of Avicennia marina reforestation. Most of colonization occur in lower-lower zone and lower zone of Karimunting bay. In other side, a failure of Rhizophora spp. planting was found in most place this study taken. The success indicator of Rhizophora spp. planting was formation of Rhizophora spp.���¢�¯�¿�½�¯�¿�½s sapling, which only found in Karimunting bay. There were some factor that probably take a role: 1) on the fringe mangroves, coast that face with the sea was not Rhizophora spp.���¢�¯�¿�½�¯�¿�½s habitat, 2) planting schedule was not appropriate, 3) well-ordered planting period caused groove erosion, 4) planting location on the space between the breakwaters, and 5) there was no monitoring and evaluation toward the planting. Study about community participation revealed that they had lower-end social-economy level (88, 7%). These were the result from 1) the loss of land and farming field because of coastal erosion, 2) inappropriate agriculture commodity, 3) being a farmer gave more tendency than being fisherman, 4) adaptation capability in new location. The social-economy and education level not influenced the community perception to rehabilitate the coastal ecosystem, because the perception was reflect from their impressions and experiences. This study revealed that high community perception where not followed with their participation to rehabilitate the coastal ecosystem. This study also revealed six community behavior that may cause the coastal damage nowadays: 1) the building of road and settlement in coastal area, 2) palm plantation and copra cultivation, 3) anchovy cultivation, 4) shrimp pond expansion intensively, 5) sand beach quarry, 6) breakwaters construction. Community strategic activity in order to respond coastal erosion and mangroves damage was 1) build coastal protective building and some breakwaters, 2) Rhizophora spp. planting, 3) the road replacement, 4) relocation of community settlement to safer area, 5) construction settlement building behind breakwaters. Correlation between the phenomenon of coastal erosion, the role of mangrove ecosystems, and community participation can be achieved with a principle on conservation contemporary approach and integrated management and comprehensive spatial-temporal approach. Technology application for coastal erosion protection such as construct breakwaters and mangroves rehabilitation not only for coastal community behalf but also for all coastal and mainland community. This is because the environmental system are linked and influence each other.
Kata Kunci : erosi pantai, pemecah gelombang, kolonisasi, Avicennia marina, Rhizophora spp., partisipasi masyarakat.