Laporkan Masalah

PERUBAHAN INTERVAL T PEAK-T END SEBAGAI PARAMETER KEBERHASILAN FIBRINOLISIS PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI SEGMEN ST

WINDHI DWIJANARKO, dr. Erika Maharani, SpJP(K).; dr. Dyah Wulan Anggrahini, SpJP, Ph.D.

2016 | Tesis-Spesialis | SP KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

Latar Belakang: Pada pasien IMAEST, terjadi dispersi durasi potensial aksi di antara jaringan normal dan iskemik akibat pemanjangan periode refrakter sehingga menyebabkan dispersi repolarisasi transmural, yang dapat dideteksi dengan pemanjangan interval Tp-Te pada EKG. Manfaat terapi fibrinolisis pada pasien dengan IMAEST telah dibuktikan, dengan menurunnya angka kematian secara signifikan dan dapat mengembalikan patensi aliran darah koroner sehingga memperbaiki perfusi miokard. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan interval Tp-Te pada pasien IMAEST sebelum dan sesudah tindakan terapi fibrinolisis dengan hasil yang sukses dibandingkan dengan hasil yang gagal. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan mengambil EKG dari catatan medis di RSUP Dr. Sardjito sejak Januari-September 2016. Pasien IMAEST dengan awitan kurang dari 12 jam yang dilakukan reperfusi dengan fibrinolitik, diukur interval Tp-Te sebelum, setelah (0 menit), dan 30 menit setelah fibrinolisis dengan hasil yang sukses dan gagal. Analisis uji t tidak berpasangan digunakan untuk membandingkan Tp-Te perubahan Interval setelah fibrinolisis. Kemudian, nilai batas delta-Tp-Te ditentukan untuk menemukan sensitivitas dan spesifisitas berdasarkan ROC. Hasil: Terdapat 84 pasien, terdiri dari fibrinolisis sukses sebanyak 46 pasien, dan fibrinolisi gagal sebanyak 38 pasien. Kedua kelompok mengalami pemanjangan interval Tp-Te saat sebelum fibrinolisis dengan rerata 120,30 +- 13,02 ms pada kelompok fibrinolisis sukses dan 118,57 +- 15,24 ms pada kelompok fibrinolisis gagal. Pada fibrinolisis sukses, didapatkan rerata penurunan interval Tp-Te (deltaTpTe) yang bermakna sebesar 17,55 +- 13,35 ms pada 0 menit, dan 20,85 +- 15,62 ms pada 30 menit setelah fibrinolisis, sedangkan pada fibrinolisis gagal tidak didapatkan penurunan interval Tp-Te dengan delta-Tp-Te sebesar -0,77 +- 11,00 ms pada 0 menit (p <0,001) dan -1,53 +- 14,35 ms pada 30 menit setelah fibrinolisis (p <0,001). Nilai delta-Tp-Te 20 ms diambil sebagai nilai batas dengan sensitivitas 52,2% dan spesifisitas 94,7% berdasarkan kurva ROC, dengan nilai diskriminator AUC yang kuat (0,888). Simpulan: Terdapat penurunan interval Tp-Te yang lebih besar pada pasien IMAEST pasca fibrinolisis dengan hasil yang sukses dibandingkan dengan hasil yang gagal, sehingga dapat digunakan sebagai parameter alternatif keberhasilan tindakan fibrinolis dengan sensitivitas 52,2% dan spesifisitas 94,7%.

Background: In STEMI patient, the duration of action potential dispersion occurs between normal and ischemic tissue due to the lengthening of the refractory period, causing transmural dispersion of repolarization, which could be detected with Tp-Te interval prolongation on the ECG. Benefits of fibrinolytic therapy in patients with STEMI has been demonstrated, with reduced mortality significantly and improve coronary patency in order to increase myocardial perfusion. The goal of this study was to determine Tp-Te interval alteration in STEMI patients before and after the fibrinolytic therapy between successful fibrinolysis compared to failed fibrinolysis. Method: Cross-sectional study was conducted to collect ECG from medical records at Dr. Sardjito General Hospital in January-September 2016. STEMI patients with onset less than 12 hours whom reperfused with fibrinolytic therapy were registered. Tp-Te interval was measured before, soon after (0 minute), and 30 minutes after fibrinolysis with successful and failed results. The unpaired t-test analysis was used to compare Tp-Te interval alteration after fibrinolysis. Then, delta-Tp-Te cut-off value was determined to find sensitivity and specificity based on ROC. Result: Among 84 patients enrolled in this study, 46 patients with successful fibrinolysis and 38 patients with failed fibrinolysis. Both of groups had Tp-Te interval prolongation before fibrinolysis, with mean value of 120,30 +- 13,02 ms in successful fibrinolysis group and 118,57 +- 15,24 ms in failed fibrinolysis group. In successful fibrinolysis group, Tp-Te interval reduced significantly with delta-Tp-Te value of 17,55 +- 13,35 ms on 0 minute and 20,85 +- 15,62 ms on 30 minutes after fibrinolysis, while in failed fibrinolysis group there was not a decrease of Tp-Te interval with delta-Tp-Te value of -0,77 +- 11,00 ms on 0 minute (p <0,001) and -1,53 +- 14,35 ms on 30 minutes after fibrinolysis (p <0,001). Cut-off value deltaTp-Te 20 ms had sensitivity 52,2% and specificity 94,7% based on ROC, with strong discriminator value of AUC (0,888). Conclusion: There was a greater reduction of Tp-Te interval in STEMI patients with successful fibrinolysis compared to failed fibrinolysis, so it may be used as a alternative parameter of successful fibrinolysis with sensitivity 52,2% and specificity 94,7%.

Kata Kunci : IMAEST, interval Tp-Te, fibrinolisis, STEMI, Tp-Te interval, fibrinolysis


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.