Laporkan Masalah

GERAKAN MASYARAKAT ADAT MELAWAN PERUSAHAAN SAWIT DI JAMBI: KISAH PERJUANGAN SUKU ANAK DALAM BATHIN SEMBILAN DI DESA BUNGKU, KABUPATEN BATANGHARI

TIFFANY SETYO P, Prof. Dr. Mohammad Mohtar Mas’oed

2016 | Tesis | S2 Ilmu Hubungan Internasional

Penulisan tesis ini bertujuan untuk menggambarkan kapan kesadaran Suku Anak Dalam memperjuangkan hak adat atas tanah muncul, mengidentifikasikan secara detail apa saja yang dilakukan Suku Anak Dalam untuk memperjuangkan haknya serta untuk menjelaskan secara seksama seperti apa pergerakan yang dilakukan Suku Anak Dalam selama ini. Pada penelitian ini, fokus utama Penulis ialah menggambarkan bagaimana proses pergerakan Suku Anak Dalam untuk mengambil kembali tanah adat mereka dari PT. Asiatic Persada. Penulis menggunakan Teori Gerakan Sosial (Social Movement Theory) dalam menjawab dan menganalisis proses pergerakan Suku Anak Dalam tersebut, yang didalamnya dijabarkan ada 3 fase pergerakan yakni: Fase Keteretarikan (Interest Phase), Fase Protes (Protest Phase), dan Fase Perspektif (Perspective Phase). Penulis melakukan interview langsung dan studi pustaka dalam penulisan tesis ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa sejak 1987 konflik sudah dimulai dengan perampasan tanah di masa Orde Baru, yang memaksa Suku Anak Dalam keluar dari tanah adat mereka. Areal Hak Guna Usaha (HGU) yang dimasukkan dalam konsesi ternyata terdapat lahan, perkampungan, pedusunan dan hutan yang dimiliki oleh Suku Anak Dalam Bathin Sembilan yang mendiami Sungai Bahar (Bathin Bahar). Seluas 3.550 hektar tanah milik Suku Anak Dalam diklaim oleh perusahaan sawit tersebut. Konflik antara Suku Anak Dalam dan PT. Asiatic Persada ini berlangsung di Desa Bungku, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Seiring berjalannya waktu, tepatnya pasca reformasi kesadaran dan perlawanan Suku Anak Dalam mulai timbul setelah sebelumnya mereka hanya bisa diam akibat sistem politik opresif di masa Orde Baru. Sejak Pergerakan Suku Anak Dalam tidak bisa dilepas dengan keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik dari lokal maupun internasional yang mendampingi perjuangan Suku Anak Dalam selama ini. Adapun jalur yang ditempuh lewat jalur legal-formal seperti mediasi, rapat dengan pemerintah dan perusahaan, dan jalur ekstra-parlementer, seperti demontraasi, orasi dan lain-lain. Penelitian ini menemukan kenyataan bahwa proses perjuangan Suku Anak Dalam Bathin Sembilan mengalami perpecahan ketika menghadapi proses penyelesaian konflik.

This thesis aims to analyze the movement of Suku Anak Dalam to fight for customary land rights from PT. Asiatic Persada, and describe about the movements of Suku Anak Dalam struggle. In this study, the main focus of the author is to explain how the movements of the Suku Anak Dalam runs to reclaim their ancestral lands from PT. Asiatic Persada. The author uses the theory of Social Movements to analyzing the movements of the Suku Anak Dalam, which is described in three phases of movement, such as: Interest Phase, Protest Phase, and Perspective Phase. Obtaining data in this study through in-depth interview and literature studies. The study results showed that since 1987 the conflict has already begun with the seizure of land in the Soeharto Era, which forced Suku Anak Dalam to leave their ancestral lands. The cultivation rights is claiming a concession lands, villages, and forests owned by Suku Anak Dalam Batin Sembilan who inhabit the river Bahar (Bathin Bahar). About 3,550 hectares of land owned by Suku Anak Dalam claimed by the oil company. The conflict between Suku Anak Dalam and PT. Asiatic Persada took place in the Bungku village, Batanghari, Jambi Province. Suku Anak Dalam began to arise awareness and resistance after the downfall of the authoritarian political system in the Soeharto Era. Non-Governmental Organization (NGO) from local and international is involved in Suku Anak Dalam’s movement, who accompanies the struggle of Suku Anak Dalam during this time. During the process of struggle to fight their land rights, Suku Anak Dalam Bathin Sembilan using two ways, such as: legal-formal ways (mediation, meeting with the company and government, etc) and extra-parlementer ways (demonstration, oration, etc). This research found out that the movement of Suku Anak Dalam Bathin Sembilan disintegrated when faced with a conflict resolution process.

Kata Kunci : Gerakan Sosial, Konflik Lahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Adat Suku Anak Dalam, Jambi,Indigenous Peoples, Non Governmental Organization (NGO), Social Movements

  1. S2-2016-388885-abstract.pdf  
  2. S2-2016-388885-bibliography.pdf  
  3. S2-2016-388885-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2016-388885-title.pdf