Manggaraian Myths, Rituals, and Christianity: Doing Contextual Theology in Eastern Indonesia
FRANSISKUS BORGIAS , Prof. Dr. Bernard Adeney-Risakotta; Dr. Robert Setio
2016 | Disertasi | S3 ILMU AGAMA DAN LINTAS BUDAYAA B S T R A K Disertasi ini berbicara tentang perjumpaan dinamis antara Agama Katolik dan kebudayaan orang Manggarai. Perjumpaan itu telah membawa efek perubahan dalam kehidupan mereka. Mereka telah beralih dari pola kehidupan traditional menuju ke pola hidup semi-modern. Peralihan seperti itu dapat dilihat dalam model dan ukuran rumah mereka, dalam cara mereka mengolah kebun, dalam cara mereka menghasilkan dan mengenakan pakaian, dan juga dalam cara mereka melaksanakan ritual-ritual keagamaan mereka yang asli. Karena itu, disertasi ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan berikut ini. 1). Apa saja mitos dan ritual yang paling penting yang sudah dicatat dalam tradisi tertulis dan apakah mereka masih berpengaruh dewasa ini? 2). Apakah mereka mengalami perubahan karena interaksi dengan Agama Katolik? 3). Apakah agama Katolik di Manggarai juga dipengaruhi oleh mitos dan ritual itu? 4). Bagaimana teologi membahas mengenai gejala perjumpaan kultural tersebut? Penelitian yang dilakukan dalam disertasi ini adalah penelitian kualitatif terhadap praktik hidup dan tradisi lisan orang Manggarai di Perang. Dalam rangka melaksanakan penelitian ini saya telah memakai beberapa teknik, yaitu penelitian literatur dan penelitian lapangan. Walaupun secara tradisional masyarakat Manggarai adalah masyarakat yang dicirikan oleh tradisi-oral yang kuat, tetapi sejak tahun tigapuluhan, beberapa misionaris telah menuliskan beberapa warisan kultural dari orang Manggarai. Sejak itu orang Manggarai memiliki tradisi tertulis mereka sendiri. Dari catatan para misionaris awal itulah kita bisa menelusuri beberapa perubahan penting di dalam pola kehidupan tradisional orang Manggarai. Saya menemukan dua dampak antara Agama Katolik dan kebudayaan orang Manggarai. Pertama, dampak transformatif dari Agama Katolik atas pelbagai praktek lama (traditional) orang Manggarai, termasuk mitos dan ritual. Kedua, dampak transformatif dari praktek lama orang Manggarai atas kehidupan iman yang nyata dari orang Katolik Manggarai, khususnya di Perang. Dalam bagian pertama, saya menyebut beberapa kasus perubahan. Misalnya, perubahan dalam konsep mengenai pribadi manusia, ruang, dan waktu. Terkait dengan ide mengenai pribadi manusia saya berbicara tentang sistem kekerabatan, ritual perkawinan, kelahiran, dan kematian. Terkait dengan ide mengenai ruang saya berbicara tentang rumah, kampung, lahan kebun, kuburan, dan mata air. Terkait dengan ide mengenai waktu saya berbicara tentang pengalaman dan pembagian waktu dalam hari, minggu, dan bulan, kalender tradisional dibandingkan dengan kalender modern. Dulu orang Manggarai memiliki sistem kalender sendiri. Tetapi sejak kedatangan jaman modern yang dibawa para misionaris dan pemerintah, kalender tradisional itu diganti dengan kalender modern. Sejak itu orang Manggarai lupa akan nama dan fungsi sistem kalender tradisional. Di sini juga saya berbicara tentang ritual-ritual pertanian dan ruang dalam kehidupan orang Manggarai, seperti Penti. Terkait dengan bagian kedua, dampak transformatif seperti itu dapat diamati dalam perayaan Ekaristi khususnya selama perayaan besar Gereja. Dalam perayaan seperti itu orang berusaha menyelipkan beberapa elemen lokal-tradisional ke dalamnya. Ada juga perubahan serupa dalam buku nyanyian liturgis Gereja Katolik Manggarai, Dere Serani. Di sana ada banyak elemen lokal-tradisional (adat) yang dimasukkan ke dalamnya. Ada juga beberapa upaya yang sadar yang dilakukan oleh beberapa teolog (liturgis, katekis) Manggarai untuk menulis beberapa buku doa liturgis Manggarai. Dalam buku seperti itu mereka menerima beberapa ritual tradisional dari kehidupan lama orang Manggarai. Dengan mengambil salah satu model yang dikemukakan Stephen Bevans, yaitu model antropologis, saya mengatakan bahwa sudah terjadi suatu upaya untuk membangun teologi kontekstual. Model ini adalah model yang paling tepat untuk diterapkan dalam studi ini. Model inilah yang bisa membangun jembatan antara kedua sisi yang berjumpa satu sama lain dalam perjumpaan dialektik. Dengan memakai model ini saya menyoroti eksistensi baru dari Agama Katolik yang sudah dihayati orang Manggarai di Perang dan kehidupan lama-tradisional Manggarai yang dipengaruhi Agama Katolik (Kristianitas). Akhirnya, saya mengemukakan beberapa pertimbangan terhadap wacana teologis yang dikemukakan para ahli (teolog, antropolog) untuk menamai gejala religius dan kultural seperti itu. Beberapa orang mengajukan istilah seperti "Half and half person", atau pun "two ways person", ataupun "reconciled religion". Beberapa orang lain mengajukan istilah seperti "multiple religious belonging" ataupun "dual religious system". Setelah memberi beberapa catatan kritis singkat atas semua istilah-istilah di atas, saya akhirnya mengemukakan pilihan istilah saya sendiri untuk menamai hal itu. Dengan mengikuti wacana studi pos-kolonial, saya lebih suka menyebutnya "hybrid identity".
A B S T R A C T This dissertation deals with the dynamic encounter between Catholicism and the culture of Manggaraian people, which have brought the transformation upon the life of Manggaraian people. They have shifted from the traditional way of life to a semi modern way of life. Such a shift and transformation can be seen in the model and the size of their houses, the way they cultivate their garden or fields, the way they produce and put on the dress, and also the performance of their original-indigenous religious rituals. This dissertation, therefore, tries to answer those following questions: 1). what are the most important myths and rituals in the recorded tradition and are they still influential? 2). Have they been changed through interaction with Catholicism? 3). has Catholicism in Manggarai been affected by these myths and rituals? 4). How theology deals with this cultural encounter? The research project performed in this dissertation is a qualitative research to the life practices and the oral tradition of Manggaraian people in Perang. In order to perform this research I have used some techniques: the literature research and the field research. Though originally Manggaraian society is a society characterized by a strong oral-tradition, but since the thirties, some missionaries have succeeded in writing down some cultural heritages of the people. Since then Manggaraian people have written their own history/tradition. From the records made by those early missionaries we can detect some significant changes in the traditional life pattern of Manggaraian people. I have found two impacts between Catholicism and the culture of Manggarian people. Firstly, the transformative effect of the Catholicism upon several old (traditional) practices of Manggaraian people, including myths and rituals. Secondly, the transformative effect of the old Manggaraian practices upon the living-faith of the Manggaraian Catholic people, especially in Perang. In the first part, I mention some cases of transformation such as the change in the concept of human-being, space, and time. Related to the idea of human being I talk about the kinship system, the marriage, the birth, and the dead ritual. Related to the idea of space I talk about the house, village, and field for garden, cemetery, and water spring. Related to the idea of time I talk about the experience and the division of time in days, weeks, and months, traditional calendar system compared with the modern calendar system. In the olden time, Manggaraian people have their own traditional Calendar system. But since the coming of modernity brought by missionary and government, those traditional calendar system have been replaced by the modern one. Since then Manggaraian people forget the names and the functions of those traditional calendar system. Here also I talk about the agricultural-spatial rituals in the life of Manggaraian people, for example the Penti ritual. Related to the second part, such a transformative impact can be noticed in the Eucharistic celebration especially during the great feast of the Church. In this celebration people inserted some local-traditional elements. There is also a similar change in the liturgical book song of Manggaraian Catholic Church, Dere Serani, in which there are a lot of local-traditional elements (adat) that have been adopted into it. There are also some conscious efforts done by some Manggaraian theologians (liturgists) who wrote some liturgical book prayers. In that book they adopted some traditional rituals of the old life of Manggaraian people. By taking one of the models that has been put forwarded by Stephen Bevans, the anthropological model, I can say that there has been an attempt to establish a contextual theology. This model is the most appropriate one to be applied in this study. It is an anthropological model that can establish a bridge between the two sides that meet each other in a dialectic encounter. By using this model I try to highlight the new existence of Catholicism that has been lived by Manggaraian people in Perang and the old-traditional Manggaraian life that has been influenced by Catholicism (or Christianity). Finally I put forward some considerations on the theological discourses, used by some scholars (theologians, anthropologists) to name the above religious or cultural phenomenon. Some people put forward the terms like half and half person, two ways person, and reconciled religion. Some people put forward the terms like the "multiple religious belonging," or "dual religious system". Having given some short critical evaluation on those above terms, I put forward my own choice of term to name and describe it. Following the discourse of post-colonial studies, I tend to call it the "hybrid identity."
Kata Kunci : Kata Kunci: mitos, ritual, Manggarai Texts, Dere Serani, agama Katolik, waktu, ruang, diri, identitas, lembaga Kristiani, misionaris, transformasi, nama-diri, perkawinan, kelahiran, kematian, hybrid-identity. Keywords: Myths, ritual, Manggarai Texts, Dere