STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK NOMOR 48514/PP/M.XV/15/2013 TERKAIT PENGHINDARAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ATAS PEMBAYARAN BIAYA ROYALTI INTANGIBLE PROPERTY
ANDANA MARPAUNG, Dahliana Hasan, S.H.,M.Tax.,Ph.D
2016 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTATransfer pricing awalnya merupakan salah satu cara pengusaha dalam menjalankan bisnisnya untuk mengukur kinerja per departemen dalam suatu perusahaan. Transfer pricing digunakan untuk mengukur efektifitas departemen dari suatu perusahaan untuk melihat kinerja keseluruhan perusahaan. Bagi perusahaan multinasional, isu transfer pricing merupakan isu yang sangat penting. Tax planning atas transfer pricing menduduki skala prioritas utama pada perusahaan multinasional, skema yang biasa dilakukan oleh perusahaan multinasional dalam praktek transfer pricing adalah dengan cara mengalihkan laba mereka dari negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara yang tarif pajaknya rendah. Untuk mencegah pengalihan atas laba kena pajak tersebut pihak administrasi pajak di berbagai negara membuat aturan transfer pricing yang ketat seperti penerapan sanksi atau hukuman, pemeriksaan pajak, penelitian dengan cermat terhadap elemen biaya, persyaratan dokumentasi terhadap perusahaan yang melakukan transfer pricing. Pengaturan masalah transfer pricing di Indonesia adalah aturan lama yang dikeluarkan tahun 1993 berupa keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 01/ PJ.7/ 1993 yang dijabarkan dalam bentuk Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE- 04/PJ.7/1993 tentang petunjuk penanganan kasus-kasus transfer pricing, selain itu terbit juga peraturan baru yakni Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan S-153/PJ.04/2010 tentang Panduan Kewajaran Transaksi Afiliasi. Baru kemudian Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 38 tahun 2008 tentang Perubahan ketiga Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Penentuan Metodenya ada lima yakni Harga Pasar Sebanding (Comparable Uncontrolled Price), Harga Jual Kembali (Resale Price), Harga Pokok Plus (Cost Plus), Pembagian Laba (Profit Split), Laba Bersih Transaksi (Transactional Net Margin Method).
Transfer pricing is one of the ways to measure performance department in company. Transfer pricing is used to measure the effectiveness all performance of the company departments. Multinational corporations, issues of transfer pricing is very important. Tax planning on transfer pricing is to occupy top priority on the scale of multinational companies, usually multinational company one of scheme transfer pricing is divert their profits from countries with high tax rates to the low tax rate. Many countries published strict regulations and imposition severe sanction and pinalties, to prevent the transfer pricing pratice. Transfer pricing regulations in Indonesia is were published since 1993 years in Decision from Director General of Taxation Number KEP 01 / PJ.7 / 1993; Decision of Director General of Taxation No. SE-04 / PJ.7 / 1993 about how to handle transfer pricing cases, and then new Regulation from Director General of Taxation Number PER-43 / PJ / 2010, as amended Regulation from Director General of Taxation Number PER-32 / PJ / 2011 about Fairness and prevalence Transactions Bussiness between taxpayers with affiliated party and S-153 / PJ.04 / 2010 about Fairness Affiliated Transaction. Act No. 17 of 2000 regarding Income Tax as amended by Act No. 38 of 2008 about Third Amendment Act No. 7 of 1983 on Income Tax. Allowed Which is determined Five Method by regulations for Fairness Affiliated Transaction on Transfer pricing that is comparable Uncontrolled Price; Resale Price; Cost Plus; Profit Split; Transactional Net Margin Method
Kata Kunci : Transfer Pricing Atas Pemanfaatan Intangible Property.