Pengaruh Tingkat Kepadatan Kota terhadap Interaksi Sosial di Kota Yogyakarta
ALEXANDRA JANUARVIAN , M. Sani Roychansyah, ST, M.Eng., D.Eng.
2016 | Skripsi | S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTASeiring dengan perkembangan waktu, kota-kota terus berkembang jumlahnya dan ditandai dengan semakin banyaknya penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Fenomena ini terjadi pula di Indonesia dimana pertambahan populasi di perkotaan yang terus meningkat sementara luas wilayah administratif kota yang terbatas mengakibatkan kota-kota menjadi semakin padat. Secara fisik, kepadatan kota yang tinggi akan mengubah tatanan kota seperti meningkatnya bangunan-bangunan vertikal, ruang-ruang terbuka yang semakin sedikit, terjadinya heat-island effect, konsentrasi polusi udara, konflik guna lahan. Sementara secara sosial, kepadatan kota yang tinggi akan meningkatkan terjadinya kontak sosial yang tidak diinginkan, adanya kompetisi dalam memanfaatkan ruang-ruang dan fasilitas publik, berkurangnya privasi dan kontrol terhadap aset miliknya, hingga perubahan perilaku sosial seperti interaksi sosial masyarakat yang tinggal di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh kepadatan Kota Yogyakarta terhadap interaksi sosial masyarakat yang tinggal di dalamnya. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Danurejan, Gondokusuman dan Kotagede sebagai representasi tingkat kepadatan tinggi, sedang dan rendah di Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif kuantitatif dengan menggunakan analisis chi-square dan korelasi Spearman untuk tiap variabel interaksi sosial yakni intensitas, frekuensi dan keaktifan dalam berinteraksi sosial. Sementara itu, untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen kepadatan terhadap variabel-variabel interaksi sosial dilakukan dengan regresi logistik ordinal. Intensitas interaksi sosial nyatanya hanya dipengaruhi oleh tingkat kemudahan akses menuju fasilitas sosial. Adapun model logit yang diperoleh adalah Logit 1:log( phi1/1-phi1)= -6,790 - 2,390A1 dan Logit 2: log(phi2/1-phi2)= -4,714 - 2,390A1. Adapun nilai Nagelkerke sebesar 0,411 menjelaskan bahwa intensitas interaksi sosial dijelaskan oleh model sebesar 41,1%. Frekuensi interaksi sosial nyatanya hanya dipengaruhi oleh tingkat kepadatan fisik kawasan dan tingkat kemudahan akses menuju fasilitas sosial. Adapun model logit yang diperoleh adalah Logit 1: log(phi1/1-phi1)= 19,809 + 1,713F -1,787A1 dan Logit 2: log(phi2/1-phi2)= 21,064 + 1,713F - 1,787A1. Adapun koefisien Nagelkerke sebesar 0,365 menjelaskan bahwa frekuensi interaksi sosial dijelaskan oleh model sebesar 36,5%. Keaktifan dalam berkontribusi dalam interaksi sosial ternyata hanya dipengaruhi secara nyata oleh tingkat kepadatan fisik kawasan. Adapun model logit yang diperoleh adalah Logit 1: log(phi1/1-phi1)= -6,166 -1,852F dan Logit 2: log(phi2/1-phi2)= 0,329 -1,852F. Koefisien Nagelkerke sebesar 0,401 menjelaskan bahwa keaktifan interaksi sosial dapat dijelaskan oleh model sebesar 40,1%.
As the time goes by, the number of cities is increasing and marked by the increase in urban population. This phenomenon also occurs in Indonesia where the population growth within the urban area keeps increasing while the administrative city bound remains the same thus leads to the high density. Physically, the urban high density will affect the urban layout be it the increasing number of high rise buildings, less open spaces, heat-island effect, air pollution, and land use conflicts. Socially, a high urban density will increase the odds of unwanted social contacts, competitions in using the spaces and public facilities, less privacy and control towards assets, and the change in social behaviors. This research aims to identify the effects of density of Yogyakarta City towards social interactions of its people. This research is conducted in three locations: Danurejan district, Gondokusuman district anda Kotagede district which represent the level of density: high, medium and low. Methods used in this research are correlation analysis (chi-square and Spearman correlation) and regression analysis (ordinal logistic regression). Intensity of social interaction is only affected by the level of ease to access to social facilities. Logit models obtained from this analysis are Logit 1: log(phi1/1-phi1)= -6,790 - 2,390A1 and Logit 2: log( phi2/1-phi2)= -4,714 - 2,390A1. Nagelkerke coefficient shows the value of 0,411 which explains that intensity of social interaction can be explained by the models as much as 41,1%. Frequency of social interaction is affected by the level of district density and the level of ease to access social facilites. Logit models obtained from this analysis are Logit 1: log(phi1/1-phi1)= 19,809 + 1,713F - 1,787A1 and Logit 2: log(phi2/1-phi2)= 21,064 + 1,713F - 1,787A1. Nagelkerke coefficient shows the value of 0,365 explaining that frequency of social interaction can be explain by the models as much as 36,5%. Activeness in social interaction is only affected by the level of district density. Logit models obtained from this analysis are Logit 1: log(phi1/1-phi1)= -6,166 - 1,852F dan Logit 2: log(phi2/1-phi2)= 0,329 - 1,852F. Nagelkerke coefficient shows the value of 0,401 explaining that the activeness in social interaction can be explained by the models as much as 40,1%.
Kata Kunci : kepadatan fisik, akses, interaksi sosial, regresi logistik ordinal