Eksistensi Upacara Adat Cing-Cing Goling di Dusun Gedangan, Gunungkidul di Masa Kini
DANIA INDAH N, Drs. Andreas Soeroso, M.S.
2016 | Skripsi | S1 SOSIOLOGISelamatan dilakukan untuk selalu meningkatkan kewaspadaan dan rasa prihatin akan adanya bahaya dan untuk memperoleh keselamatan (Koentjaraningrat, 1964;145). Dusun Gedangan yang terletak di Desa Gedangrejo, Kabupaten Gunungkidul memiliki tradisi selamatan bernama Cing-Cing Goling. Upacara adat Cing-Cing Goling lekat dengan kepercayaan Jawa dan hal-hal mistis seperti kemenyan dan sesaji. Hal ini kontradiktif dengan kondisi masyarakat yang semakin maju. Konteks yang berkembang dalam tradisi pun seharusnya ikut berkembang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan etnografi. Subyektifitas tidak hanya dilihat dari hal-hal yang tampak saja, melainkan menggali makna apa saja yang terkandung didalamnya. Inti dari pendekatan etnografi ini untuk memahami perilaku dan pola-pola masyarakat berkaitan dengan konteks upacara adat Cing-Cing Goling. Mengingat konteks upacara adat Cing-Cing Goling sudah ada sejak abad ke 15 namun tetap dipertahankan hingga sekarang yaitu di era modern. Metode ini berusaha memasuki persepsi orang lain untuk memahami suatu makna dari tradisi Cing-Cing Goling sebagaimana yang dilihat, dirasa, dan dipahami oleh aktor yaitu masyarakat Dusun Gedangan. Teori pertama dalam tulisan ini adalah teori sistem Talcott Parson. Teori ini digunakan untuk menganalisis nilai-nilai dalam upacara adat Cing-Cing Goling. Nilai tersebut telah menjadi konsensus di masyarakat, sehingga nilai tersebut masih terus diproduksi dan bertahan. Kedua, teori tindakan sosial Max Weber. Teori ini digunakan untuk melihat motivasi atau motif yang melatarbelakangi agen sosial. Pergeseran dalam upacara adat Cing-Cing Goling terjadi melalui proses yang panjang. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran wujud, pergeseran nilai dan pergeseran agen. Makna pertama dari tradisi tersebut sebagai perayaan atas dibangunnya bendungan di Sungai Kali Dawang oleh leluhur. Makna selanjutnya, tradisi dilaksanakan sebagai sarana selamatan dan sebagai rasa syukur atas panen yang melimpah. Kemudian makna terakhir tradisi dilaksanakan karena telah menjadi nilai sosial dan dipandang sebagai komoditas pariwisata desa. Upaya mempertahankan upacara adat Cing-Cing Goling masih tetap dilakukan, salah satunya masyarakat masih mempercayai mitos-mitos atau pantangan yang ada dalam upacara adat Cing-Cing Goling
Salvation or Communal Feast is always conducted to increase the alertness and a sense of concern about danger and to obtain safety (Koentjaraningrat, 1964:145). Gedangan village which is located in Gedangrejo, Gunungkidul regency has salvation tradition named Cing-Cing Goling. The traditional ceremony of Cing-Cing Goling is closed by the Javanese belief and mystics such as incense and offerings. The activity is contradictory with the modern society. The developed context in the tradition should be developed. The research used qualitative method with ethnography approach. Subjectivity is not only looked from the visual things, but also digging what kind of meaning which is contained in it. The point from the ethnography approach is to understand the behaviour and the patterns of society related to the traditional ceremony context of Cing-Cing Goling. Given that the context of traditional ceremony Cing-Cing Goling is already exist since 15th century however it is survived until present or modern era where society has influenced by modern technology. That is why this method is entering the perception of another people to understand the meaning of Cing-Cing Goling Tradition as what is seen, felt, understood by the actor that is Gedangan Village Society. This research used Talcott Parson�¢ï¿½ï¿½s System Theory. Which analized the values in the traditional ceremony of Cing-Cing Goling. These values still exist because they have been an concensus in society. The second is Max Weber�¢ï¿½ï¿½s Social Action theory. This theory used to see the motivation and motive behind social agens. The alteration in the traditional ceremony Cing-Cing Goling is happened through the long process. The alteration pointed the alteration of entity, the alteration of value and the alteration of agent. The first meaning from the tradition is as celebration for the dam of Kali Dawang River which is finished by the ancestor. The next meaning, tradition is conducted as salvation media and gratitude for the plentiful harvest. The last meaning, tradition is conducted because it has been a social value and seen as a tourism commodity of the village. The effort to preserve traditional ceremony Cing-Cing Goling is still going. One of them is seen from the society who are still believing the myths or superstition in the traditional ceremony Cing-Cing Goling.
Kata Kunci : upacara adat Cing-Cing Goling, eksistensi, pergeseran makna dan fungsi/KeTraditional Ceremony Cing-Cing Goling, Existence, the Alteration of Meaning and Function