INTEGRASI NILAI MONETER TEGAKAN HUTAN DALAM NERACA PERUSAHAAN HUTAN TANAMAN JATI (STUDI KASUS DI KPH GUNDIH PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA TENGAH)
ADHIKA RENA SINIWI, Agus Affianto, S.Hut., M.Si.
2016 | Skripsi | S1 KEHUTANANSebagai BUMN yang bergerak di bidang kehutanan, Perum Perhutani dituntut untuk menerapkan asas kelestarian baik kelestarian perusahaan maupun kelestarian hutan. Penilaian terhadap nilai tegakan sebagai aset perusahaan merupakan kontrol terhadap kelestarian hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelestarian pengelolaan perusahaan melalui perkembangan luas areal, volume tegakan, serta nilai tegakannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder pengelolaan 3 jangka terakhir (tahun 1991, 2001, dan 2011). Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu penyusunan neraca luas, neraca volume , neraca nilai tegakan, serta neraca akuntansi perusahaan yang diintegrasi. Volume tegakan ditaksir menggunakan tabel Wolf von Wulfing (WvW). Sedangkan penaksiran nilai tegakan menggunakan pendekatan Cost Value Method (CVM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas areal tegakan menurun pada jangka 1991-2001 dan meningkat pada jangka 2001-2011. Sedangkan volume dan nilai tegakanmemiliki kecenderungan penurunan selama tiga jangka. Meskipun luas pada jangka 2001-2011 meningkat, namun volume dan nilainya menurun karena pada jangka tersebut tegakan banyak terdapat pada kelas umur (KU) muda. Pada neraca ter-integrasi, perusahaan mengalami penurunan kerugian (dari Rp.976.918.157 menjadi Rp.198.283.147) ketika nilai moneter tegakan dihitung sebagai aset perusahaan. Kelestarian perusahaan tidak dapat dilihat dari keuntungan secara finansial saja. Sebagai perusahaan pengusahaan hutan, nilai aset yang berupa tegakan juga perlu dimasukkan ke dalam aset perusahaan sehingga dapat dilihat laba riil yang dialami oleh perusahaan dan tidak menimbulkan keuntungan yang bias.
Perum Perhutani was a state-owned enterprises (SOEs) which is specialized in forestry. As an SOEs, Perum Perhutani must applied both the principle of sustained-yield and sustained-enterprise. Assessment of the stumpage as a company assets is a control towards to sustainability of the forest. The goals of this research is to determine the sustainability management of the company through the increment of forest area size, stumpage volume, as well as the stumpage value. This research used a secondary data which include 3of the last term (1991, 2001 and 2011). There was some steps in this research including the balance sheet of forest area, the balance sheet of stumpage volume, the balance sheet of stumpage value, and integrated balance sheet. Stumpage volume was estimated using Wolf von Wulffing tables (WvW). While the valuation of the stumpage value was using Cost Value Method (CVM). The results showed that the total forest area decreased in 1991-2001 term and increased in 2001-2011 term. While the volume and value of the stumpage tend to decrease during the three-term. Despite the extensive in 2001-2011 term increased, but the volume and the value decreased, because at that term stumpage mostly found in younger age classes. In the integrated balance sheet, company loss was decreased (from Rp.976.918.157 to Rp.198.283.147) when stumpage value was include in the company assets. The sustainability of an enterprise could not be seen only from its financial benefit. As a timber management company, the assets value in stumpage was also need to be included into the company's assets so the real profit which is experienced by the company can be seen and will not cause a bias.
Kata Kunci : nilai tegakan, neraca perusahaan, kelestarian