Laporkan Masalah

Implementasi kebijakan pemekaran wilayah Kecamatan di Kabupaten Kebumen

SUKAMTO, Ir. Leksono Probo Subanu, MURP.,PhD

2002 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan Daerah

Kebijakan pemekaran wilayah kecamatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Kabupatefiota (capacity building for local governance) yang bertujuan meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan pembangunan berdasarkan prinsippriisip good go vername, sekaligus sebagai bentuk intervensi Pemerintah DaeraWpublik untuk mengarahkan dan mengatur perkembangan wilayah tersebut agar lebih baik di masa depan. Kebijakan itu banyak dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia sejalan dengan bergulirnya era otonomi daerah. Berdasarkan data Departemen Dalam Negeri hingga tahim I999 tercatat 813 Kecamatan Pembantu (embrio terbentuknya Kecamatan baru) di 23 Propinsi, yang berarti akan ada 813 pemekaran pembentukan kecamatan baru di lokasi-lokasi tersebut. Dalam implementasi kebijakan itu terdapat beragam masalah yang dihadapi dan hasil yang dicapai karena adanya perbedaan lokasi dan kriteria yang digunakan. Di samping itu, dipengaruhi pula oleh berbagai variabel faktor yang terkait dengan implementasi kebijakan itu. Penelitian ini bertujuan untuk; (I) melakukan kajian terhadap proses implementasi kebijakan itu dan determiaannya, (2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegagalan implementasi, dan (3) mendeskripsikan dampak perkembangan wilayah yang dipicu oleh implementasi kebijakan itu. Secara teoritis, penelitian ini menggunakan konsep implementasi dari Mazmanian dan Sabatier (1983) dengan lokasi penelitian di Kabupaten Kebumen. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, kebijakan pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten Kebumen diimplementasikan dengan membentuk empat Kecamatan bani (Bonorowo, Padiueso, Poncowarno dan Sadang) di empat lokasi yang berbeda-beda karakteristiknya, serta membangun sarana dan prasarana penunjangnya. Waktu yang diperlukan sekitar 12 tahun atau lebih lama dari standar normal antara 3-5 tahun. Pemekaran Kecamatan tersebut, secara normatif telah memenuhi syarat/kriteria seperti diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000; namun secara fungsional belum memenuhi syarat karena belum didukung denyan riset yang memadai. Kedua, variabel yang berpengaruh dalam proses implementasii yakni; karakteristik masalah, daya dukung peraturan dan variabel non peraturan seperti diasumsikan oleh Mazmanian dan Sabatier (1983). Karakteristik masalah yang dihadapi cukup heterogen dan kompleks. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi secara umum digolongkan dalam dua ha1 yaitu; faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong meliputi; (a) adanya komitmen dari Pemerintah pusat dan DPRD, (b) dukungan kewenangan dalam pengambilan keputusan, (c) komitmen birokrasi pelaksana yang tinggi, dan (d) dukungan dari masyarakat dan kelompok kepentingan. Sedangkan faktor penghambat keberhasilan yaitu; (a) adanya loyalitas ganda ferhadap program lain atau ketidak-konsistenan, (b) kerumitan dalam pelaksanaan dan kurangnya dukungan keuangan, (c) jenjang pengambilan keputusan yang panjang (masa awal implementasi), dan (d) belum didukung adanya perencanaan yang baik. Ketiga, Implementasi kebijakan pemekaran wilayah juga telah mengindikasikan pengaruh yang significant terhadap perkembangan wilayah, baik secara fisik, sosial maupun ekonomi. Meskipun hasilnya belum mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, namun telah menjadi starting point yang sangat berharga dalam proses pembangunan selanjutnya. Respon masyarakat yang 84,s 1% sangat mendukung/setuju; 10,13% setuju dengan syarat, dan hanya 5,06% yang menolak merupakan modal politik yang sangat berarti untuk menindaklanjuti implementasi kebijakan tersebut. Dari hasil penelitian tersebut direkomendasikan; (1) perlunya perbaikan peraturan dan strategi implementasi, (2) penelitian yang komprehensif dengan melibatkan sebanyak mungkin stakeholders untuk menata kembali batas-batas kecamatan yang memenuhi aspek normatif dan fungsional, dan (3) segera disusun Rencana Umum dan Rencana Detail Tata Rung Kecamatan sebagai pedoman bersama dalaru membangun wilayah kecamatan tersebut.

Policy for the expansion of district areas is one of the efforts directed to improve the capacity of the local government. Such policy functions to im rove the effectiveness intervention for the local/provincial government in order to direct and regulate. the area’s development. The policy is commonly performed and implemented by regonal/local government officials in line with regional autonomy. Based on the data form the Department of Internal Affairs, in 1999 there were 813 associative ditricts as an embryo in the formation of new districts) in the 23 provinces, signifing the presence of 813 formation/expansion of new districts within the above locations. There lies a variety of problems and results within the policy’s implementation due to the differences in locations and the differences within the criteria used. In addition, the policy’s implementation was also influenced by the various interrelated variables/ factors influencing the implementation process. The research aimed to:(1) analyze and assess the policy implementation process, along with its determinants, (2) understand the factors that influence the success/failure of the implementation process, 3) describe the effects of spatial development caused by the implementation of the policy itself. Theoretically, the research employed Mazmanian and Sabatier's (1993) implementation concept with the Kebumen Regency as its research location. Research results showed the following conclusions. Firstly, the policy to expand the distict areas within Kebumen Regency was implemented through the formation of four new districts(Bonorowo, Pandureso, Poncowarno and Sadang ) located in four different locations (each having its own characteristics), and through the formation of its supporting facilities. The time required was twelve years, longer than the normal standard of three to five years. The expansion of the above districts has fulfilled the normative requirements/criteria stated in Minister of Internal Affair’s Decree No 4, Year 2000. However, functionally, it has not fulfilled the criteria due to the lack of adequate research support. Secondly, variables influencing the implementation methods include: characteristics of the problem and the supporting elements for the implementation of regulations and non-regulatory variables as assumed by Mazmanian & Sabatier (1983). The characteristics of the problem were thus complex and heterogeneous. The factors influencing the success of implementation can be classified into two categories: high influencing factor and society's support & participation. Restraining factors include (a) loyalty towards other programs, (b) complexity within the implementation process and lack of financial resources available, (c) lengthy & time consuming decision making processes (during the early implementation stage), and (d) lack of adequate planning for support. Thirdly, the implementation of policies for the expansion of district areas indicated significant impacts towards the region's development all physically, socially and economically. Although results showed the inability to resolve issues faced, implementation of such policy as bocome a valuable starting point for the next development process. Public response formed an important political starting point for the continuation of such policy's implementation. Such public respopnse indicated that 84.81% of the respondents agreed and were supportive of such policy, 10.13% agreed, though with a prerequisite attached, whereas only 5.06%of the respondents disagreed to such a policy. The research results above lead to the following recommendations: (1) the need for regulatory improvement and implementation strategies, (2) the need for a comprehensive research, encompassing as many stakeholders as possible for the reorganization of the distict boundary/responsibilities so as to fulfill its normative and functional aspects, and (3) the need to formulate a general & detailed apatial plan for the district area that can be used as a common reference/guiding element in the development of the distict area.

Kata Kunci : Pemekaran Wilayah,Implementasi Kebijakan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.