FENOMENA MENUNDA PERNIKAHAN DI KALANGAN MASYARAKAT STUDI EMPAT PELAKU PENUNDA PERNIKAHAN DI YOGYAKARTA

LUCIA RATRI ARDHANASWARI, Agus Indiyanto, M.Si.

2016 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Masyarakat Yogyakarta masih menganggap pernikahan sebagai hal yang krusial dan tidak dapat diselesaikan secara sepihak saja. Banyak sekali proses serta prasyarat yang harus dilalui untuk memenuhi tahap pernikahan dalam adat Jawa. Sebagai contoh, orang harus bekerja terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah. Contoh prasyarat lainnya adalah wacana bibit, bebet, bobot yang menjadi pertimbangan dalam mencari jodoh. Hal ini menimbulkan persoalan bagi orang berusia dewasa muda sehingga mereka memilih untuk menunda pernikahan. Data statisik memperlihatkan bahwa rata-rata usia menikah di Yogyakarta tergolong tinggi di Indonesia. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan fenomena praktek penundaan pernikahan bagi orang berusia dewasa muda di Yogyakarta. Untuk memperoleh gambaran itu, penelitian ini fokus pada gambaran yang lebih jelas mengenai pandangan / gambaran tentang konsep pernikahan bagi kelompok usia dewasa muda di Yogyakarta. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi terhadap empat informan utama. Empat informan ini dipilih karena dianggap memenuhi kriteria. Keseluruhan informan berasal dari suku bangsa Jawa dan hidup dengan lingkungan budaya Jawa, sehingga nilai-nilai budaya tersebut terwujud dalam praktek kehidupan sehari -hari. Keempat informan juga berasal dari kalangan sosial ekonomi menengah dan sudah bekerja. Metode analitis yang digunakan adalah kualitatif deskriptif melalui wawancara kepada empat subyek berusia dewasa muda (25— 35). Dari hasil penelitian, ternyata ditemukan ada beberapa faktor yang menyebabkan informan menunda pernikahan. Pertama adalah aspirasi tentang jodoh yang layak dan pantas semakin tinggi. Kedua, aspirasi tentang kemapanan finansial tetap menjadi pertimbangan. Ketiga, faktor iman juga menjadi hal yang diangga p penting. Kriteria semacam ini merupakan intepretasi empiris dari wacana bibit, bebet, bobot yang ternyata masih dipegang masyarakat. Hal ini yang menyebabkan rata-rata usia menikah di Yogyakarta semakin tinggi dari tahun ke tahun.

Yogyakarta people still consider marriage as crucial and can not be solved unilaterally only. A lot of processes as well as the prerequisites that must be passed to meet the stage in traditional Javanese wedding. For example, people have to work first before deciding to get married. Examples of other prerequisite is a discourse about bibit, bebet, bobot into consideration in finding a mate. This raises problems for people aged young adults so they opted to postpone the wedding. Statistical data show that the average age of marriage in Yogyakarta in Indonesia is high. This study tried to describe the phenomenon of practice delay marriage for young adults aged people in Yogyakarta. To gain an overview, this study focused on a clearer picture of the overview of the concept of marriage to the young adult age groups in Yogyakarta. Therefore, this study was conducted with in-depth interviews and observations of the four key informants. Four informants have been selected because they meet the criteria. Overall informant came from Java ethnic groups and live with the cultural environment of Java, so that cultural values are embodied in the practice of everyday life. Fourth informants also come from the socio-economic, and already working. The analytical method used is qualitative descriptive through interviews with four subjects aged young adults (25-35). From the research, it was found there were several factors that led the informant to postpone the wedding. The first is the aspiration of a mate is feasible and worth the higher. Second, the aspirations of financial stability remains a consideration. Third, the religion factor is also a matter of importance. These criteria is an empirical interpretation of discourse about bibit, bebet, bobot of which was still held by the public. This is why the average age of marriage in Yogyakarta higher from year to year.

Kata Kunci : menunda pernikahan, dewasa muda, masyarakat Yogyakarta