PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN DOKUMEN DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK
SILVESTER SIMAMORA, Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si.
2016 | Tesis | S2 ILMU HUKUM JAKARTAKeberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mempunyai 2 (dua) dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya memberikan peluang bagi semua orang untuk melakukan aktivitas bisnisnya melalui sistem elektronik dan memberikan perlindungan hukum bagi pelaku usaha. Sedangkan dampak negatifnya ialah penyalahgunaan internet, diantaranya adalah pemalsuan dokumen dalam transaksi elektronik (e-document). Dokumen-dokumen yang dipalsukan tersebut berupa dokumen pribadi, dokumen niaga, dan dokumen pemerintah dan/atau Negara. Penyalahgunaan dokumen-dokumen tersebut merupakan suatu perbuatan pidana yang melanggar Pasal 263 dan 264 KUHP. Untuk proses pembuktian dari tindak pidana pemalsuan dokumen tersebut diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP juncto Pasal 5 dan Pasal 44 Undang-Undang ITE. Untuk itu, Polri sebagai aparat penegak hukum diharapkan mampu mengungkap tuntas kasus tindak pidana pemalsuan dokumen dengan mengacu pada Undang-Undang Polri, Undang-Undang ITE, KUHAP, dan KUHP. Permasalahan yang dimuat dalam tesis ini adalah pertama, Bagaimana perbandingan pengaturan pembuktian tindak pidana pemalsuan dokumen dalam transaksi elektronik, menurut Undang-Undang Polri, Undang-Undang ITE, dan KUHAP ?. Kedua, Bagaimana mekanisme dan kendala pelaksanaan pembuktian tindak pidana pemalsuan dokumen dalam transaksi elektronik ?. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan pembuktian tindak pidana pemalsuan dokumen dalam transaksi elektronik, jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tetap mengacu pada Tupoksi Polri yakni Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang Polri, yang didukung dengan Keputusan Kapolri No.Pol.: Kep/7/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 tentang Oganisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda). Selanjutnya ditinjau dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal-pasal yang dikenakan dalam pengaturan pembuktian tindak pidana pemalsuan dokumen dalam transaksi elektronik, yaitu Pasal 27 sampai Pasal 37 Undang-Undang ITE, Pasal 43 ayat (5) huruf "e", Pasal 43 ayat (5) huruf "h", dan Pasal 44 Undang-Undang ITE. Ditinjau dari persepsi KUHAP, yaitu Pasal 183 dan Pasal 184 tentang Alat Bukti, Pasal 186 tentang Keterangan Ahli, Pasal 184 huruf c dan Pasal 187 tentang Alat Bukti Surat, Pasal 184 ayat (1) huruf d, dan Pasal 188 tentang Alat Bukti Petunjuk, dan Pasal 184 huruf e, dan Pasal 189 tentang Keterangan Terdakwa.
The existence of Law Number 11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions has two (2) impact is positive impacts and negative impacts. The positive effect gives the opportunity for everyone to conduct business activities through electronic system and provide legal protection for businesses. While the negative effects is the abuse of the internet, including the falsification of documents in electronic transactions (e-document). The documents in the form of forged personal documents, documents of commercial and government documents and / or the State. Abuse of these documents is a criminal act in violation of Article 263 and 264 Criminal Code. For the proof of the crime of fraudulent documents stipulated in Article 184 paragraph (1) Criminal Procedure Code in conjunction with Article 5 and Article 44 of Law ITE. For that, the police as law enforcement officers are expected to fully uncover criminal cases of falsification of documents by reference to the Law on Police, ITE Law, Criminal Procedure and the Criminal Code. Issues contained in this thesis is the first, What is the ratio setting proving the crime of falsification of documents in electronic transactions, according to the Police Act, the Act ITE, and Criminal Procedure?. Second, what mechanism and implementation constraints proving the crime of falsification of documents in electronic transactions?. The results showed that the setting proving the crime of falsification of documents in an electronic transaction, if the terms of Act No. 2 of 2002 on the Indonesian National Police (Polri) still refers to the Auth Police, namely Article 13 and Article 14 of Law on Police, which supported by Decree of the Chief of Police Number: Kep / 7 / I / 2005 dated January 31, 2005 on the Organization and Work Procedures Organizational units at the level of the Regional Indonesian Police (Polda). Further terms of the Law on Information and Electronic Transactions, clauses imposed in the regulation of proving the crime of falsification of documents in electronic transactions, namely Article 27, to Article 37 of Law ITE, Article 43 paragraph (5) letter "e", Article 43 paragraph (5) letter "h", and Article 44 of Law ITE. Judging from the perception of the Criminal Procedure Code, namely Article 183 and Article 184 of the Evidence, Article 186 of the Statement of Expert, Article 184 letter c and Article 187 of the Evidence Letter, Article 184 paragraph (1) letter d, and Section 188 of the Evidence Hints, and Article 184 e, and Article 189 of the Description defendant.
Kata Kunci : Pemalsuan Dokumen, Pembuktian, Transaksi Elektronik