Laporkan Masalah

POLA PERMUKIMAN DI SEKITAR MASJID PATHOK NEGORO MLANGI DAN PLOSOKUNING YOGYAKARTA

DESY AYU , Ahmad Sarwadi, Ir., M.Eng., DR.

2016 | Tesis | S2 Teknik Arsitektur

Pathok Negoro merupakan sebutan untuk orang maupun tempat yang menjadi batas wilayah untuk Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat setelah pembagian wilayah berdasarkan perjanjian Giyanti. Awalnya Pathok Negoro didirikan berupa masjid untuk mewadahi lembaga dakwah untuk menyebarkan agama Islam yang dibentuk oleh Sultan Hamengku Buwono I. Raden Sandeyo atau Kyai Nur Iman merupakan orang yang menjabat sebagai Pathok Negoro yang pertama pada tahun 1760, sedangkan pada masa pembangunannya sekitar tahun 1723-1819. Penelitian ini fokus terhadap bagaimana pola permukiman yang ada di Pathok Negoro. Sehingga ditemukan dua lokasi yang dijadikan fokus penelitian adalah Mlangi dan Plosokuning. Pemilihan dua lokasi tersebut berdasarkan kekerabatan degan keraton serta keturunan yang terdekat. Selain itu tradisi yang masih terjaga di Mlangi dan Plosokuning menunjukan ciri khas Pathok Negoro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif induktif. Beberapa hal yang ditemukan setelah terjun ke lapangan yang mengarah ke faktor-faktor yang mempengaruhi pola permukiman antara lain: aktivitas keagamaan, kondisi site, kekerabatan serta sosial-budaya. Mlangi memiliki dua level pola persebaran kaitannya dengan banyaknya nodes yang berbentuk mushola dan pondok pesantren sebagai nuclei yang baru di tataran neighborhood. Adanya dua level neighborhood di Mlangi berdasarkan aktivitas keagamaan yaitu santri dan warga Mlangi berdasarkan keturunan pengikut Kyai Nur Iman. Plosokuning mempunyai sifat lebih dinamis dalam perkembangannya sebagai permukiman, setelah adanya pembagian area dari Plosokuning jobo dan Jero kemudian warga di sana membuka diri terhadap warga pendatang. Jika Mlangi memiliki banyak pondok pesantren sehingga memiliki banyak ruang yang tersebar (multi nuclei/polisentris) maka Plosokuning hanya memiliki satu area yang menjadi pusat aktivitas sekaligus sacred site sehingga bentuk persebarannya bersifat konsentris.

Pathok Negoro is a title for a person or a place that is the border of the region to Yogyakarta Hadiningrat Sultanate after the division of the region based on the Giyanti Agreement. Originally Pathok Negoro established a mosque to accommodate dawah institution to spread the religion of Islam that formed by Sultan Hamengku Buwono I. Raden Sandeyo or Kyai Nur Iman is the man who served as the first Negoro Pathuk on 1760, but at the time of the construction around the year 1723-1819. This research focused on how the existing settlement pattern in Pathok Negoro. So found two locations that become the locus of research is Mlangi and Plosokuning. Selection of two based on kinship with the sultan and the descendants of the nearest. Besides the tradition is still maintained in Mlangi and Plosokuning shows the characteristic of Pathok Negoro. The method used in this research using inductive qualitative approach. Some things were found after fieldwork that leads to the factors affecting settlement patterns, among others: religious activity, site conditions, and socio-cultural kinship. Mlangi has two levels patterns in relation to encircle the number of nodes in the form of prayer/mushola and pondok pesantren as the new nuclei in neighborhood level. The existence of two levels neighborhood in Mlangi based on religious activities namely santri and Mlangi citizens based on the descendants of the followers of Kyai Nur Iman. Plosokuning has a more dynamic nature in its development as a settlement, after the division of the area from the jobo and Jero Plosokuning then citizens there open up to the newcomers. If Mlangi has many pondok pesantren so have plenty of space to spread (multi nuclei/polisentris) then Plosokuning only have one area that became the center of activity as well as sacred sites that the form has concentric shape of distributon.

Kata Kunci : masjid, Mlangi, Pathok Negoro,Plosokuning, pola permukiman