RUMAH SUSUN SEMANGGI, SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN NILAI-NILAI LOKAL PADA KAMPUNG
DONNA NURRAHIMA, Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, M.Eng. ; Syam Rachma M. ST., M.Eng., PhD.
2016 | Skripsi | S1 ARSITEKTURRumah merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang yang juga menjadi sarana untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Namun dalam perkembangannya tidak semua orang memiliki rumah, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Terutama di perkotaan, MBR yang tidak dapat mengikuti laju perkembangan kota sulit untuk mendapatkan hunian yang layak dan mengakibatkan munculnya hunian yang tidak layak atau dapat dikatakan ilegal sehingga terciptalah permukiman kumuh. Untuk daerah kota Solo, berkembangnya sektor pariwisata dan ekonomi diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk terutama para pendatang (kaum urbanisasi). Kaum urbanis ini kebanyakan merupakan MBR yang merasa tertarik dan ingin mendapatkan kehidupan yang lebih makmur di perkotaan, untuk tetap dapat beraktivitas di kota, mereka membuat kantong-kantong hunian di dalam maupun pinggiran kota. Kantong-kantong hunian inilah membuat kawasan kota semakin padat. Pertambahan jumlah penduduk dan semakin berkurangnya lahan untuk perumahan ini mengakibatkan munculnya kawasan kumuh (slum area). Akibat lain yang muncul adalah adanya backlog atau kekurangan pasokan perumahan di daerah perkotaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan semakin berkurangnya lahan adalah dengan membangun hunian secara vertikal. Kemudian untuk mengatasi munculnya kawasan kumuh adalah peremajaan dengan dibangunnya rumah-rumah susun untuk MBR yang tinggal di daerah tersebut. Konsep kampung diusung agar MBR yang direlokasi mudah beradaptasi. Dengan demikian diharapkan pemikiran yang ada pada laporan ini dapat berguna bagi pembangunan kota solo menjadi kawasan perkotaan yang lebih baik ke depannya dan menyukseskan misi bebas kumuh 2015.
Home is a basic requirement for everyone which also used to socialize with each other. But in reality, not all people have a home, especially the low-income people also known as MBR in Indonesia. Especially in urban areas, MBR who can not follow the development pace of the city will be difficult to obtain a decent house resulted in the emerge of improper house which also illegal which often called as slum area. In the city of Solo, the development of the tourism and the economy sector were followed with the increasing number of people, especially the newcomers (the urbanist). The urbanists are mostly the MBR who interested and want to get a better life in the city areas. In order to survive in the city, they made shelter and occupied the suburb area. This made the dense of the city increase. This also caused the decrease in the land area and the emerge of slums area. Another effect which appears is backlog or lack of housing supply in urban areas. One of the efforts to deal with the lack of land area is to build a residential vertically. Then to overcome the emergence of slums is a rejuvenation with the construction of Rumah Susun or vertical housing for the MBR who will live in the area. Kampung as the concept is carried in order to make the MBR easily adjust. It is expected that this report will be useful for the development of Solo as better urban areas in the future and success the slum-free mission in 2015.
Kata Kunci : backlog, hunian, kampung, kumuh, MBR, perkotaan, rumah susun