MENJADI PUSAT PELAYARAN DAN PERDAGANGAN INTERREGIONAL: PELABUHAN SURABAYA 1900-1940
DRS. INDRIYANTO, SH, M.HUM, Prof. Dr. H. Djoko Suryo ;Prof. Dr. Bambang Purwanto, MA
2015 | Disertasi | S3 SejarahPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis hal-hal yang memengaruhi proses pengembangan pelabuhan Surabaya setelah pemerintah Hindia Belanda memutuskan kebijakan untuk mengembangkan pelabuhan Surabaya menjadi pelabuhan internasional yang modern. Beberapa faktor yang diteliti adalah faktor-faktor yang menyebabkan tidak berhasilnya pelabuhan Surabaya, sebagai pelabuhan pusat pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menyaingi Singapura sebagaimana direncanakan oleh Pemerintah Hindia Belanda, tetapi menjadi pusat pelayaran dan perdagangan interregional yang terbesar di wilayah Hindia Belanda. Metode yang diterapkan adalah metode sejarah dengan menggunakan berbagai sumber arsip, dokumen terbitan pemerintah, berbagai pustaka, dan surat kabar atau majalah baik yang ditemukan di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Citereup Bogor), maupun di Belanda (Den Haag, Leiden, dan Amsterdam). Ada empat faktor yang memengaruhi tidak berhasilnya pelabuhan Surabaya dalam pelayaran dan perdagangan internasional, yaitu: Pertama, faktor kebijakan, yang diputuskan terlalu lama dengan memakan waktu 20 tahun. Sementara itu dalam pelaksanaannya juga tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan, yang semula direncanakan akan selesai dalam waktu lima tahun, tetapi menjadi 16 tahun. Kedua, faktor jejaring dalam pelayaran dan perdagangan yang ternyata telah terbentuk secara tradisional dan semakin memperkuat dalam mendukung berlangsungnya pelayaran interregional. Ketiga, faktor struktur ekonomi daerah penyangga dan kota Surabaya sesungguhnya lebih mendukung pada pelayaran dan perdagangan interregional. Keempat, faktor manajemen dan sarana prasarana yang masih dikendalikan dan dimonopoli oleh pemerintah.
This study is aimed at analyzing the matters affecting the process of the development of Surabaya port after the Dutch government decided a policy to develop it into an international modern port. Some factors studied are the factors that led to its failure to become the centre for international shipping and trading port that can compete with Singapore in the Dutch East Indies as planned by the Dutch government. The method applied is historical method using various sources of archives, documents published by the government, publication from various libraries, and good newspaper or magazine found both in Indonesia (Jakarta, Surabaya, Citeureup of Bogor), and in the Netherlands (The Hague, Leiden and Amsterdam). There are four factors affecting the failure of Surabaya port to be the centre for international shipping and trading, namely: firstly, the policy, which takes too long to decide and is carried out not in accordance with the original plan. It took 20 years to make decision and 16 years to carry out the policy, instead of 5 years as it was previously planned. Secondly, factor in shipping and trading networks that turned out to have been formed by the traditional and increasingly well-established in support of the ongoing interregional shipping. Thirdly, the economic structure and the hinterland of Surabaya city are actually more supportive to the interregional shipping. Finally, management and infrastructure are still controlled and monopolized by the government.
Kata Kunci : Pelabuhan, Pelabuhan Surabaya, Pelayaran dan Perdagangan, Surabaya, Interregional, Ports, Port of Surabaya, Shipping and Trading, Surabaya, Interregional