Laporkan Masalah

Religi Ekologis Batak Toba: Studi Kasus Desa Sianjur Mula-mula Kab. Samosir Sumatera Utara

Subandri Simbolon, Dr. Samsul Maarif

2014 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

INTISARI Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisa konsep religi ekologis Batak Toba dalam usaha untuk menghidupkan kembali kearifan-kearifan lokal dalam relasi mereka dengan lingkungan. Ada tiga pertanyaan utama: pertama, Apakah konsep religi ekologis Batak Toba dalam memahami dan berelasi dengan lingkungan mereka dan bagaimana itu mengimplementasikan konsep itu?, kedua, Bagaimana praktek-praktek dari konsep religi ekologis tersebut dalam melestarikan lingkungan?, dan ketiga, Apa saja masalah yang mereka hadapi? Analisa didasarkan pada penelitian lapangan yang dilakukan selama periode tertentu dalam area yang telah ditentukan Desa Sianjur Mula-mula, Samosir, Sumatera Utara. Pembatasan daerah ini dilakukan dengan melihat aspek sejarah dan arti dari daerah ini bagi masyarakat Batak Toba. Dengan melakukan penelitian etnografis, data diperoleh dengan wawancara langsung dan tinggal bersama informan. Bagaimana pun juga, redefinisi makna religi dan ekologi harus dijadikan sebagai langkah awal dari penulisan ini. Dengan data-data yang diperoleh, bagaimana konsep religi ekologis Batak Toba dalam relasi mereka dengan lingkungan di tengah perubahan zaman saat ini juga akan ditunjukkan. Sebagai sebuah budaya, Batak Toba telah mengalami berbagai transformasi dalam berbagai aspek seperti agama, ekonomi, budaya dan kehidupan sehari-hari. Transformasi ini tentunya memunculkan banyak masalah. Dalam tesis ini, masalah-masalah ini akan dilihat sebagai tantangan sebagaimana dikatakan oleh para informan. Redefinisi religi dan ekologi akan membawa pembaca pada sebuah paradigma baru tentang religi lokal. Paradigma agama dunia tidak baik dan bukan yang terbaik dalam memahami religi lokal. Itu akam membuat mereka menjadi tidak produktif dalam menghadapi sistem ekologi. Perspektif mereka tentang ekologi sangat berbeda. Mereka memahami lingkungan mereka sebagai subjek, person, dan anggota keluarga mereka. Maka, religi bagi mereka adalah bagaiman mereka berelasi dengan wujud-wujud lainnya. Subjek ekologis merupakan keluarga mereka. Dalam arti ini, religi ekologis Batak Toba adalah sebuah relasi intersubjektif antara manusia dan wujud-wujud yang bukan manusia. Bagi mereka, tondi adalah esensi relasi. Wujud-wujud lain dari manusia memiliki tanggungjawab, hak, dan intense untuk berbagi dan memberi. Semua aktivitas itu memiliki satu tujuan, menjaga keseimbangan kosmos. Berdasarkan paradigma baru ini, kita akan melihat bagaimana masyarakat Batak Toba khususnya yang tinggal di Desa Sianjur Mula-mula mengimplikasikan worldview mereka dalam praktek-praktek religi ekologis mereka. Mereka memahami padi sebagai inang (ibu) karena padi memiliki tondi yang memiliki daya kuat berdasarkan perannya bagi hidup manusia. penghormatan mereka diwujudkan melalui aktivitas, tingkah laku dan cara mereka berkomunikasi dengan padi dan bagaiman mereka menyentuh padi tersebut. Ada berbagai bentuk tabu dalam relasi itu untuk melindungi relasi tersebut. Di samping padi, ada juga wujud-wujud lain. Tanah mereka pahami sebagai Boras pati ni tano. Person in mereka hormati dalam berbagai aktivitas mereka. Mereka akan mengadakan ritual jika mereka ingin membangun rumah, bertani dan aktivitas lain yang berhubungan dengan tanah. Bagi mereka, tanah adalah satu wujud yang memiliki kekuatan besar dalam hidup manusia. Boras pati ni tano telah memberikan mereka hidup, kesuburan, kesejahteraan. Dengan kata lain, Boras pati ni tano adalah tondi dari tanah itu sendiri. Religi ekologis Batak Toba di Desa Sianjur Mula-mula sangatlah penting. Konsep ini dapat dieksplorasi untuk menjaga keberlangsungan dari Danau Toba dan lingkungan sekitarnya. Masalah yang munculkan pada akhir tulisan ini bertujuan untuk menyadarkan kita. Masalah itu adalah tantangan yang mengajari kita untuk menjaga bumi ini.

ABSTRACT This paper aims to analyze the concept of ecological religion of Toba Batak in an attempt to revitalize the local religious wisdoms in their relationship with natural environment. There are three main major questions: first, what is the ecological religion concept of Batak Toba in perceiving and relating to their environment and how do they imply that concept? Second, how do their ecological religion practices in maintaining their environment? Third, what are their problems (internal and external)? This the analysis was based on field research conducted during a certain period in a determined area, Sianjur Mula-mula, Samosir District, North Sumatera Province. Determination of the area was done by looking at the historical aspects of the area and its meaning for the people who live there. By doing ethnographic research, the data obtained by directly interview and live among the informants. However, redefinition of religion and ecology will be the first step in this paper. With the data, how the concept of Toba Batak religion in relationship with their environment in the midst of changing times today, will be shown. As a culture, Toba Batak community has experienced some transformations in many aspects such as religions, economic, culture, daily life, etc. This transformation emerged many problems. In this thesis, these problems will be seen as challenges as the informants said. Redefinition of religion and ecology will bring the reader to the new paradigm of this indigenous religion. World religion�s paradigm is not good and the best to understand indigenous religion. It will make them to be unproductive forward to ecological system. Their perspective on ecology is very different. They perceive their environment as subject, person, and one of their families. So, religion for them is how they related to the other persons people. Ecological subject is their family. In this sense, ecological religion of Toba Batak is an inter-subjective relationship between human and the-other-than-human-person. For them, tondi is the essence of relationship. The other-than-human-persons were perceived as person because they have tondi. In addition, all of persons have responsibility, right, and intention to share and give because they have tondi. All of their activities have one purpose: that is keep the balance of cosmos. Based on that new paradigm, we will see how Toba Batak people, especially Sianjur Mula-mula society imply their worldview in practicing their ecological religion. They perceived padi (rice) as inang (mother) because padi has a great tondi based on her rules in human life. This familial relationship invited them to give a huge respect to the rice. Their respect was is come up through their activities, behavior, and communication with padi and how they touch the padi. There are many taboos in their relation to cover and protect it. Beside of padi, there are also the other non-human persons. For instance, land as they called Boras pati ni tano, is very respected in all their activities. The will make ritual when they want to build house, engage in farming. For them, land is a person who has a great power in their lives. Boras pati ni tano has given life, fertility and prosperity for human. At In another word, Boras pati is the tondi of the land. Ecological religion of Toba Batak in Sianjur Mula-mula country is very important. This concept can be explored to keep the sustainability of Toba Lake and the environment surrounds them. The problems were emerged in the end of chapter to realize us on them. They are challenges that want to teach us to keep the earth.

Kata Kunci : Indigenous Religion, ecology, local wisdom, Toba Batak.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.