Laporkan Masalah

MITOLOGI ASAL USUL ORANG SASAK (Analisis Struktural Pemikiran Orang Sasak dalam Tembang Doyan Neda)

AHMAD FAUZAN, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A., M.Phil.

2013 | Tesis | S2 Antropologi

Melalui penelitian ini, penulis ingin membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Lévi-Strauss, yang menyatakan bahwa mitos itu adalah bentuk ceritera yang kacau balau, namun dipercayainya bahwa di balik yang kacau balau atau ketidakteraturan itu terdapat keteraturan. Keteraturan ini menurutnya berlaku secara universal, artinya selalu terdapat di semua mitos yang ada di seluruh dunia. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dari keteraturan itulah makna sebenarnya pada mitos tersebut dapat ditampilkan. Kajian ini selanjutnya dilakukan pada mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda yang menceriterakan tentang perwujudan empat puluh jin Perwangsa menjadi manusia Sasak atas perintah rajanya, Dewi Anjani, yang memiliki peran penting dalam pengaturan tata ruang hidup orang Sasak dengan nilai dasar yang dibangunnya secara tertata. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data etnografi Sasak baik berasal dari buku, observasi dan hasil wawancara, selanjutnya pada prosedur analisis strukturalisme Lévi-Strauss, didapatkan bahwa mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda memiliki keteraturan di balik ceriteranya yang penuh dengan sesuatu yang tidak masuk akal, aneh, dan tidak “ilmiah” itu. Keanekaragaman isi ceritera yang ada dalam mitos adalah tidak berarti untuk dipermasalahkan, karena pada dasarnya ceritera-ceritera tersebut berangkat pada keteraturan (model) yang sama. Oleh karena itu, mitos bukan sekedar ceritera biasa yang tanpa makna, tetapi merupakan jejak pemikiran manusia yang dapat dianalisis untuk diketahui bagi umat manusia di tempat ceritera itu “beroperasi” maupun di luarnya. Model yang ditemui pada mitologi asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda adalah sesuatu yang memberikan aturan tentang pola sosial, budaya, ekologis, ekonomis, politis dan religiusitas orang Sasak dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, mitos sering dikatakan sebagai ceritera yang tidak masuk akal, di sisi lain terdapat logika berpikir orang Sasak berlaku secara universal yang dikandung oleh mitos asal usulnya dalam tembang Doyan Neda ini memiliki pesan universal yaitu nilai-nilai konsep hidup orang Sasak mengenai pusat anutannya secara religius dan politis, atau nilai religi dan nilai sosialbudaya Sasak (Bhs.Sasak adatluwirgame), ialah sang jantung setiap tingkah laku. Jika model telah dapat diturunkan (diungkapkan) maka akan memudahkan untuk dilakukan analisis makna. Makna yang ada di balik mitos asal usul orang Sasak adalah bagaimana sesungguhnya orang Sasak mengidealkan sebuah posisi penting dalam kehidupan di muka bumi ini, yakni posisi pusat/tengah (center). Posisi yang menyimbolkan jati diri manusia Sasak yang sudah bertransformasi batin (konsep hidup orang Sasak). Di sini, yang mendasari konsep hidup orang Sasak adalah kepercayaan animisme, dinamisme dan khususnya lagi agama Islam (yang bertolak dari keyakinan transendental itu) untuk mengadakan sakralisasi realitas. Dengan demikian, mitos asal usul orang Sasak ini dapat menjadi pola dari dan sekaligus pola bagi tingkah laku orang Sasak

Through this research, the writer aims at proving and affirming Levi-Strauss’ notion saying that myth is a story that is irregular, but it is believed that beyond its irregularity there is regularity. This regularity, according to him, prevails universally; meaning that the regularity is always existing in all stories all over the world. Moreover, he states that from that regularity the true meaning of the myth can reveal. This study is then conducted in sasakness myth dealing with the origin of sasakness people in Tembang Doyan Neda which tells the appearance of forty genies of Perwangsa to be born as Sasakness men being ordered by their queen namely Dewi Anjani. It is believed that Dewi Anjani has an important role in determining the space order of sasakness’ lives which are actually built on the basic values they have constructed. The data collection of this research is done through ethnography data collecting Sasakness, participant observation, and interview. Afterward in the procedure of Levi- Strauss’ structuralist analysis it is derived that myth of sasakness origin in Tembang Doyan Neda owns a regularity beyond the story which has the things nonsensical, weird, and unscientific. The variety of the scenes appearing in the myth is not the thing to be necessarily discussed because those are essentially uprooted from the same regularity (the same model). This is simply the speciality of myth. It is in fact not a meaningless story but it is a trace of human thoughts which can be analyzed in order to be known for all humans either for those living in the site of the story or for those out of it. The model found in the mythology of sasakness’ origin in Tembang Doyan Neda is something which provides a regulation about social, cultural, ecological, economical, political, and religious models of sasakness people in their daily lives. Therefore, myth is frequently said as a non-sensical story, but in the other side, there is a logical thought of sasakness people which prevails universally and is transformed by the original myth in the Tembang Doyan Neda having a universal message, namely, the subtle values of sasakness concept for their lives about the legitimacy of power with regard to religiosity and politics or religious and social values of sasakness people (it is called in sasakness language: adatluwirgame), meaning that it is the heart for each conduct. When model is already transformed (exposed), it is easier to analyze the meaning. Meaning existing beyond the origin of sasakness people is how it is actually the sasaknsess idealizing an important position during their lives in this world, that is, the central/middle position. It is the position symbolizing the sasaknes’ dignity which has already transformed mentally (a concept of sasakness lives). Here, something grounding the sasakness lives is animistic, dynamistic beliefs, and, more specifically, the Islam religion (the ones come from the transcendental belief) so that they can hold sacredness of reality and give the base of selfidentity. Consequently, this myth of sasakness’origin can be model of as well as model for sasakness behavior altogether.

Kata Kunci : mitos, orang Sasak, tembang Doyan Neda, konsep hidup, transformasi.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.